74

240 36 4
                                    

"Kau tidak akan mengatakan ini pada Yechan?"

Sebin sesekali masih memeriksa luka di beberapa bagian tubuh Jaehan yang terlihat. Tak jarang ia meringis pelan saat berpikir itu mungkin menyakitkan.

Bahkan meski orang tuanya tak lagi peduli, sepertinya ia masih harus berterima kasih karena tak sampai dipukuli.

Lagi pula, apa itu masuk akal?

Jaehan selalu menjadi kesayangan. Kemanapun pergi, Jaehan lah yang orang tuanya angkat namanya paling tinggi. Namun, hanya karena Jaehan mempunyai cintanya sendiri saat ini, orang tuanya langsung menggila tanpa memikirkan apa akibatnya.

"Yechan harus tahu, 'kan?" Suara Jaehan begitu pelan, Sebin bisa mendengar ada setitik keraguan.

Jaehan ingin menyembunyikan, sungguh ...

Akan tetapi, ia juga ingat jika apapun itu akan ia bagi. Tak peduli jika Yechan banyak memiliki hal yang tersembunyi, Jaehan tidak akan melakukan hal yang sama.

"Bagaimana jika dia melakukan hal nekat pada keluargamu? Kau tahu bagaimana posesifnya Yechan, 'kan?"

Melihat pacarnya jadi begini, apa mungkin Yechan akan diam dan membiarkan? Sekali pun itu adalah orang tuanya Jaehan.

Sebin sendiri merasa marah sekali. Jaehan yang sejak dulu ia lindungi, padahal tak ada ikatan darah di antara mereka, tapi malah disakiti seperti ini.

"Jika aku bersembunyi ... apakah semua akan berhenti?" Jaehan menatap Sebin dengan mata pilunya, membuat iba siapapun yang melihatnya. "Aku lelah dengan semua kebimbangan dan ketakutan ini, Sebin-ah ... aku hanya ingin bersama Yechan. Hanya itu yang kuinginkan ..."

Sebin tak mengatakan apa-apa selain mengusap lengan Jaehan, berharap itu bisa sedikit menenangkan.

Mengapa kisah mereka tidak sederhana saja?

Sebin juga ingin tahu apa penyebabnya.

*

*

*

Sebin tak mengatakan apa-apa pada orang tua Jaehan karena tahu ia sudah diblacklist dari daftar pertemanan Jaehan. Jadi, sebagai ganti ia hanya mengabari nuna-nya.

Esok paginya barulah wanita yang sudah berusia kepala tiga itu datang dan kini sedang menemani adiknya di kamar Yechan.

Ya, Jaehan memang sudah diperbolehkan pulang. Tak ada yang serius kata dokter, namun mungkin Jaehan bisa saja mengalami trauma atau semacamnya. Sebin sendiri tak terlalu memahami. Tapi, ia yakin Yechan akan lebih paham dalam menangani hal ini. Tak ada yang bisa ia lakukan selain percaya dan berharap setelah ini semua akan baik-baik saja.

Ketiga pria itu duduk saja di ruang tamu sembari menunggu.

Hyuk bermain dengan game di ponsel, sementara Sebin mencoba memejamkan mata dengan meletakkan kepala di pangkuannya. Lain hal dengan Yechan yang terus menatap layar ponselnya tanpa melakukan apa-apa.

Hyuk yang mulai penasaran pun berhenti dan bertanya, "Ada apa, Yechan-ah?"

"Hm?"

"Kulihat kau melihat layar ponselmu terus menerus."

Ya, Hyuk melihat Yechan hanya menatap dengan tubuh yang masih duduk tegap. Aneh, tapi cukup membuatnya penasaran juga.

"Apa ada sesuatu yang mengganggumu?"

Mendengar itu Sebin membuka mata dan mendongak, "Bukankah itu sama seperti yang kau lakukan seharian? Menunggu pesan dari orang tuamu. Mungkin Yechan juga melakukan hal sama."

"Benarkah?" Hyuk memastikan. Namun, Yechan memberikan gelengan.

"Aku tak menunggu mereka. Aku hanya mendapat undangan makan malam dan kalian tahu itu dari siapa?"

Tentu itu membuat Sebin langsung duduk karena ingin tahu juga.

"Siapa?"

"Song Hangyeom."


*

*

*

"Song Hangyeom? Yang kemarin itu?"

Yechan mengangguk. Bertanya-tanya mengapa. Bukankah Hangyeom menyukai Jaehan? Lalu, untuk apa mengajaknya bertemu. Bahkan jika dilihat, ini adalah undangan makan malam di restoran yang jelas mewah.

"Apa ini ada hubungannya dengan Jaehan?" tanya Sebin lagi.

"Aku akan mencari tahu."

Jika memang benar ini ada hubungannya dengan Jaehan, mungkin sebaiknya ia datang sendirian.

"Nanti malam, bisa kalian jaga dia untukku?"

Hyuk mengangguk, sedangkan Sebin bertanya, "Kau tak mau mengatakan padanya?"

Yechan terdiam lama, namun sama saja, tak ada jawaban yang Sebin dapatkan. Mungkin Yechan masih memikirkan.

"Ya, sudah kalau begitu." Melihat jam, keduanya pamit pulang karena bagaimana pun mereka harus tetap bekerja pagi ini.

Sebenarnya Sebin enggan, ia tidak tidur semalaman, dan rasanya melelahkan. Tapi, ia harus profesional karena itu adalah sebuah kewajiban dan tanggung jawab.

Sampai di kamarnya sendiri, Sebin kembali berbaring, yang tentu disusul oleh Hyuk yang langsung bertanya, "Bagaimana jika kita resign saja?"

"Lalu, aku akan makan apa jika tidak bekerja?"

Walau tampaknya, Hyuk tak benar-benar menanggapinya. "Aku ingin mengajakmu pergi. Berkeliling dunia, lalu kembali ke sini saat kita sudah menikah nanti."

Saat Hyuk mengatakan itu, ada sentakan kecil di hati Sebin. Namun, ia tak mengatakan apa-apa, selain tersenyum dan juga mencium.

"Aku mau mandi dulu."

Sebin berdiri dan meninggalkan Hyuk yang sebenarnya cukup kecewa dengan responnya. Bagaimana pun, ia tak akan menyerah begitu saja.


Triangle✅Tempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang