57

298 41 15
                                    

Karena minggu pagi ini gw gabut, jadi gw kasih update dah

Ups! Gambar ini tidak mengikuti Pedoman Konten kami. Untuk melanjutkan publikasi, hapuslah gambar ini atau unggah gambar lain.

Karena minggu pagi ini gw gabut, jadi gw kasih update dah.

✨💕

*

*

*

Kemarilah.

Hanya satu kata, tapi cukup membuat senyum Jaehan melebar seketika. Ia memang menunggu lama hingga balasan itu tiba, namun sekarang, walau hanya dibalas seperti itu saja sudah membuat hatinya lega luar biasa.

"Bagaimana? Dia sudah membalas?" tanya Sebin yang penasaran juga. Terlebih saat melihat bagaimana ekspresi sahabatnya sekarang ini. Sebenarnya tanpa bertanya pun ia tahu, Yechan dan Hyuk memiliki banyak kesamaan untuk yang satu itu.

Dua bocah itu gampang marah, tapi juga mudah luluh hanya karena yang lebih tua dari mereka mau sedikit mengalah.

Jaehan berdiri, mengambil tas kerja, juga jaketnya. Sudut bibirnya masih melengkung ke atas, dengan ceria ia menjawab pertanyaan sahabatnya, "Dia menyuruhku ke sana."

"Bagus. Jika sudah bertemu jangan mengacau lagi. Segera perbaiki ingatan burukmu itu, Jaehanie."

"Baiklah, baiklah ... Sebin-ah. Ya, sudah aku ke sebelah dulu. Ngomong-ngomong, terima kasih ya ...." Jaehan melambaikan tangan dan tersenyum cerah, rautnya ceria seolah tak pernah memiliki masalah sebelumnya.

Bagaimana pun, daripada kakak, sepertinya Jaehan lebih cocok jadi adiknya. Sebin ikut senang jika sahabatnya itu bahagia dalam hidupnya.



*

*

*



Baru membuka pintu apartemen Sebin, Jaehan dikejutkan oleh pria jangkung yang sudah berdiri.

"Astaga, Hyuk-ah! Kau mengagetkanku!" cukup keras Jaehan bersuara sambil memegangi dadanya.

Namun, Hyuk hanya tertawa. Setelah minta maaf, pria itu masuk ke unit yang memang sudah menjadi kediamannya.

Jaehan masih terus menggerutu. Karena sudah tahu sandi apartemen Yechan, ia bisa masuk bahkan tanpa mengetuk.

"Yechanie ..."

Riang suaranya terdengar menggema, tapi selain lampu otomatis yang baru saja ia lewati, tak ada yang menyala lagi.

Jaehan menggigit bibir, ini agak menyeramkan. Tapi, ia berpikir mungkin Yechan sedang ada di kamar.  Sampai ia dapati seseorang yang berdiri dapur dengan keremangan yang sebenarnya  menakutkan. Karena sudah tahu siapa, Jaehan langsung menghampirinya.

"Yechanie!"

Yechan baru saja selesai membuat kopi dan ia langsung mendapat pelukan yang erat sekali. Tak terkejut, ia sudah mendengar suara Jaehan tadi.

"Jangan marah lagi," rengek Jaehan sambil mencium pipi Yechan.

Nada meminta dengan suara manjanya, siapa yang tidak tergoda? Bahkan meski keras kepala, Yechan tetap tak mampu mengelak dari pesonanya.

Beruntung Yechan belum mengangkat kopinya. Cangkir yang isinya masih mengepul itu belum ia ambil dari tempatnya. Kini Yechan memutuskan untuk membiarkan. Memilih meladeni kesayangan yang masih memeluknya.

"Aku sudah tidak marah."

Mungkin Jaehan memang sedang menunggu kalimat itu. Jadi, begitu Yechan mengutarakan, Jaehan langsung melepaskan.

Melihat Yechan berbalik, Jaehan tersenyum, "Sungguh?"

"Mm." Anggukan Yechan berikan, juga sebuah lambaian, "Kemarilah ..."

Jelas Yechan pulang bukan hanya untuk mengatakan itu.

Jaehan pun seolah paham. Ia mendekat dan menatap mata Yechan yang juga tengah memandangnya lekat. Beruntung sedikit keremangan itu menyamarkan pipinya yang mungkin sudah berubah warna, merona, dan malu karena ditatap begitu intens-nya.

Menahan pinggang pria yang lebih tua, Yechan menciumnya tanpa bertanya.

Ia terus mendorong mundur Jaehan hingga punggung bertemu dengan dinding yang menghalangi antara dapur dan ruang tamu.

Ciuman yang biasa manis penuh kupu-kupu, kini menjadi liar dan sedikit nakal.

Tak hanya tangan Yechan yang sudah masuk ke dalam kemeja dan meraba perutnya, Jaehan pun sama. Tanpa mengatakan apa-apa selain membalas cumbuan kekasihnya, Jaehan berusaha menarik dasi dan membuka satu persatu kancing kemeja Yechan dengan kedua tangannya.

Jaehan tahu ini akan terjadi, ia sudah mempersiapkan diri. Saat meminta menginap, ia sudah tahu, antara Yechan masih mendiamkannya atau akan melakukan sesuatu padanya.

Tak butuh waktu lama, dapur yang tadi rapi kini sudah berantakan dengan beberapa pakaian yang tadi mereka kenakan. Itu berserakan, tapi tak ada dari keduanya yang mempedulikan.

Jaket yang menggantung di sandaran kursi, kemeja dan celana yang menutupi sebagian lantai yang biasa bersih bahkan tak ada debu yang berani menempeli.

"Yechanie ..."

Desah napas saling bersahutan, tapi Yechan yang menggila tak membiarkan Jaehan untuk bernapas lega.

Yang ada hanya hasrat yang naik ke puncaknya.

Mendongak, kali ini Jaehan tak keberatan jika Yechan mau memberinya tanda di manapun yang pria itu suka.

Apapun asal Yechan bahagia dan berhenti cemburu padanya. Ini juga bentuk usaha agar Yechan tahu betapa Jaehan sangat mencintainya.

Bibirnya terbuka, dan Yechan kembali memasukkan lidah ke dalamnya. Karena sering melakukannya, Jaehan tak lagi canggung saat membalasnya.

"Jangan di sini ..." bisik Jaehan saat Yechan yang tak sabaran ingin melakukannya.

"Hyung ingin tempat nyaman?"

Jaehan mengangguk, lalu menarik Yechan menuju sofa.

"Di sini saja."

Ia mendorong Yechan hingga pria itu terduduk. Tak ada sirat tak suka, tak ada tanda-tanda  penolakan juga, walau Jaehan masih melihat dingin dari rautnya.

Jaehan  naik ke pangkuan, memberi Yechan pelukan sembari membisikkan sesuatu di telinga yang biasa ia ciumi saat pemiliknya sedang tertidur lelap tak sadarkan diri.

"Biar aku saja, Yechanie ..."




Triangle✅Tempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang