50

299 38 6
                                    

Kata-kata Jaehan begitu melekat dalam ingatan. Tak mampu Sebin sembunyikan, ia terus memikirkan.

Bukannya mereda, melamun malah semakin intens ia lakukan.

Mungkin karena melihat keabnormalannya yang berjalan cukup lama dan semakin mengkhawatirkan, malam itu Hyuk mengajak Sebin jalan-jalan di sekitar tempat tinggalnya.

Tangannya digandeng mesra, tak peduli jika ada yang melihat mereka. Lagi pula itu hampir dini hari. Mereka sama-sama tak bisa tidur, makanya mencari hal lain untuk dilakukan.

Sebenarnya ada yang lebih menantang, tapi Hyuk tahu dan menyadari jika ada yang sedang Sebin pikirkan. Karena itu Hyuk mengurungkan.

Hyuk ingin tahu mengapa, tapi alih-alih bertanya ia ingin Sebin sendiri yang bicara. Walau sekarang ia sadari hal itu tak berhasil  sama sekali.

"Kau baik-baik saja? Kuperhatikan kau terus melamun setiap kali sendirian."

Sebin menunduk, menatap jalan sekaligus memperhatikan langkah kakinya yang perlahan melambat.

Hyuk mengikuti. Dengan sabar menunggu, meski harus memakan banyak waktu.

"Hyuk-ah, aku mau."

"Hm? Mau apa maksudmu?" Hyuk menangkap apa yang Sebin katakan sungguh ambigu.

"Aku mau menjadi pacarmu," tegas Sebin.

Langkah Hyuk terhenti, tak ayal Sebin pun mengikuti.

Lengangnya jalan dan heningnya suasana malam itu, Hyuk harusnya bisa mendengar dengan jelas apa yang Sebin katakan, namun ia masih tetap bertanya untuk mencari kejelasan. Takut jika itu hanya khayalan atau ia yang mengalami masalah pendengaran.

"Aku mau jadi pacarmu, Yang Hyuk."

Hyuk tidak bisa merasakan apa-apa selain rasa terkejut, namun tak lama itu diikuti oleh hatinya yang tiba-tiba penuh dengan rasa bahagia. Sedikit sesak, namun Hyuk menyadari  bahwa itu adalah jenis sesak yang ia suka. Bisa terdengar jantungnya yang berdegup tak biasa, lebih cepat dari seharusnya. Cukup lama ia menanti, akhirnya Sebin menjawab sesuai dengan yang ia harapkan selama ini.

Tak lagi bertanya, tak lagi harus meminta persetujuan pria di depannya, Hyuk menangkup kedua pipi Sebin sebelum menciumnya dalam-dalam.

Tak ada penolakan, tak ada lagi kata menunggu untuk sebuah balasan.

Tangan Hyuk turun ke pinggang yang lebih tua, menariknya lebih dekat dari sebelumnya. Tubuh mereka terasa tak ada celah, tapi Sebin tak lagi menghindar atau menyingkirkan. Bisa Hyuk rasa dua lengan pria itu melingkari lehernya, menahan belakang kepalanya, tak mengijinkan Hyuk untuk melepaskan tautannya.

Jika saja tak kehabisan napas, mungkin itu bisa berlangsung selamanya.

Hyuk menempelkan kedua dahi mereka, tersenyum. Rasa bahagia bahkan tak benar-benar bisa ia sembunyikan.

Sebin pun sama, tangannya masih bertengger di bahu yang lebih muda, mengusap belakang kepala Hyuk sembari berbisik pelan, "Jika kau menyakitiku, aku akan membunuhmu."

Hyuk tersenyum, namun tetap mengangguk.  Ia tidak tahu rasa cinta bisa bertahan berapa lama, namun ia pastikan bahwa janjinya akan ia genggam selamanya.

"Tapi, Hyuk-ah ... ada yang ingin kukatakan. Kurasa aku tak bisa lagi menyembunyikan."

"Apa?"

Sebin melepaskannya, memberikan pandangan yang penuh dengan sirat kesedihan.

"Sejak malam itu, tak ada satupun dari keluargaku yang menghubungi. Kurasa, mereka marah padaku."

Pelukan mereka merenggang. Bukan maksud Sebin untuk melunturkan senyuman. Ia hanya tak bisa menahan sendirian.

Sudah ia ceritakan pada Jaehan, tapi tak seperti yang ia sangka, Jaehan justru menasehati agar ia tetap berada di sisi pria yang mencintainya.

Walau Sebin tak yakin jika seandainya Jaehan yang mengalami, akankah pria itu bisa mengambil keputusan seperti ini dengan pasti?

Jika diminta memilih antara cinta dan keluarga, bukankah sama saja akhirnya adalah neraka?

Ia mungkin bahagia karena Hyuk ada di sisinya, namun pasti akan ada saat dimana ia merindukan keluarganya. Mereka yang sejak kecil selalu bersamanya.

"Itu ... karena diriku? Karena keputusanku saat itu?"

Sebin menggeleng, mundur beberapa langkah, ia duduk di tepi jalan dengan memeluk lututnya. "Itu keputusan kita. Aku tak menyesalinya, aku memilihmu sekarang, dan aku mengatakan ini hanya agar hatiku tenang. Aku tak ingin memendam sendirian, dan aku tak ingin menyembunyikan apapun darimu, Hyuk-ah ..."

Panjang lebar Sebin menjelaskan, namun tak ada tanggapan. Hyuk hanya diam dengan mata yang tak pernah teralihkan.

"Jangan menatapku seperti itu. Kau menakutiku."

Hyuk mendesah, lalu bertanya, "Kau sungguh-sungguh dengan keputusanmu? Kau tak akan menyesali itu?"

"Tentu. Karena itu, jika kau meninggalkanku ..." Sebin membalas tatapan Hyuk tak kalah tajam, "Hyuk-ah, aku benar-benar bersumpah akan membunuhmu tanpa ragu."

Itu terdengar mengerikan, tapi entah bagaimana Hyuk malah tersenyum mendengarnya.

Triangle✅Tempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang