62

301 40 6
                                    

Malam itu tak seperti biasa, Jaehan pulang dengan hati gamang.

Ia diam dan tak berminat untuk mengajak Yechan berbicara. Ia tak marah, hanya menunggu Yechan mau bercerita. Tentang apapun. Semua yang ia lihat tadi, masih tak ada penjelasannya sama sekali.

Ia kebingungan, tapi tak tau apa yang sebenarnya ingin ia tanyakan. Ia hanya ingin Yechan sendiri yang menjelaskan.

Hanya saja, apa yang ia harapkan? Sudah paham sifat Yechan, ia harusnya tahu bagaimana ini akan berjalan.

Sampai Jaehan dapati Yechan mengarahkan laju mobil bukan ke arah rumahnya, melainkan ke kawasan apartemen pria itu sendiri.

Mau tak mau, Jaehan membuka mulutnya kali ini.

"Kenapa ke sini, Yechanie?"

"Pulang. Malam ini tidur di tempatku. Besok pagi aku harus mengajak hyung ke suatu tempat."

"Ke mana?"

Siapa juga yang tidak penasaran?

Tapi, seperti biasa, Yechan tak pernah memberi jawaban.

*

*

*

Yechan tak menyalakan lampu, begitu tiba ia langsung ke kamar diikuti Jaehan yang langsung merebahkan tubuhnya di atas tempat tidur. Keduanya mandi bergantian. Tak lagi bingung masalah pakaian, karena Jaehan meninggalkan beberapa baju tidur dan pakaian resmi di lemari.

Ia tak lagi membahas unit baru yang pernah Yechan katakan, karena ia tak mau menerima. Jika sudah cukup berani, dari pada tinggal sendiri, ia tentu akan memilih di sini. Tinggal bersama pria yang ia cintai.

Hanya saja bukan saat ini. Waktunya belum tepat, Jaehan berharap Yechan bisa sedikit lebih bersabar.

"Yechanie ..."

Yechan yang baru selesai mandi mendekat, langsung duduk di ranjangnya tanpa diminta. Tahu jika yang lebih tua akan mengeringkan rambutnya.

"Yechanie, sulitkah bercerita? Aku selalu bertanya-tanya tentang apa yang kau pikirkan dan itu mulai melelahkan."

Yechan tak bersuara, hanya lengan yang melingkar di pinggang, juga usapan pelan yang Jaehan tahu itu bermaksud menenangkan.

"Aku tidak mengerti, tapi aku selalu berusaha untuk lebih memahamimu selama ini. Tapi, kau selalu begini, Yechanie ... "

"Maaf ..."

Jaehan mendesah, bukan kata itu yang ia inginkan.

Sebuah keterbukaan, tak bisakah ia mendapatkan itu dari kekasihnya?

Merasa sia-sia, Jaehan pun tak lagi meminta. Namun, baru saja ia hendak beranjak  meninggalkan Yechan di sana, pria itu lebih dulu melontarkan tanya.

"Hyung, apa kau keberatan jika aku menggagalkan pernikahan nuna-mu dengan calon suaminya?"

"Aku akan berterima kasih jika kau bisa melakukannya." Jaehan tak butuh waktu lama untuk menjawab, karena ia tahu kakaknya tak menginginkan itu.

Tapi, kenapa Yechan mau direpotkan oleh hal yang bukan urusannya begitu? Mengapa juga tiba-tiba membahas hal itu?

"Boleh aku tahu kenapa kau mau melakukannya, Yechanie?"

Jaehan penasaran, tapi Yechan hanya menjawab dengan gumaman. Tak cukup jelas untuk didengarkan. Karena itu Jaehan bertanya sekali lagi.

"Kenapa, Yechanie? Kali ini kau harus mengatakan apa alasannya, karena ini bukan lagi tentang kita, tapi kakakku juga."

"Aku hanya tidak suka. Jika nuna-mu menikah, kalian akan semakin terikat, dan dia pasti akan terus mendekat."

Jaehan mengernyitkan dahi, "Siapa yang kau maksud dengan dia sekarang ini?"

Yechan memegang tangan Jaehan, mendongak, pria itu menyuguhkan tatapan yang cukup tajam.

"Song Hangyeom."

"Hangyeom?"

"Mm." Yechan mengangguk, "Malam ini mungkin hanya Kebetulan, tapi malam yang lain aku tidak lagi memiliki keyakinan."

Jaehan pikir, dengan ia yang sudah dimaafkan, bahkan Hangyeom yang juga Yechan lepaskan dari situasi tak mengenakkan itu artinya Yechan sudah melupakan, nyatanya belum. Kekasihnya ini masih menyimpan curiga dan ketidak-sukaannya.

"Harus kukatakan berapa kali, Yechanie? Lagi pula, bukankah kau bilang percaya padaku?"

Yechan mengangguk, "Aku mempercayai hyung, tapi tidak mempercayainya. Sedikit pun, tak ada rasa percaya bahwa orang itu."

"Jika kau sebegitu tak mempercayainya, lalu mengapa kau begitu baik tadi padanya?"

Triangle✅Tempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang