"Hira!"
Mata Mahira mengerjap-ngerjap saat mendengar suara itu. Ia dapati Andra tak jauh darinya dengan wajah tampak terkejut.
"Andra ...."
Kerongkongan Mahira terasa kering. Di atas sana langit gelap gulita. Tangannya meraba-raba sekitar. Ketika ekor matanya menangkap sosok lain yang berada di belakang Andra, mata Mahira seketika membola.
"Kamu—" Tangan Mahira gemetaran hendak menunjuk Amel yang tampak menangis. Entah sebab apa.
"Amel yang menemukan kamu." Andra lebih dulu menyela. "Katanya kamu tergeletak di sini. Ada apa? Bagaimana bisa kamu kayak gini, Hira?"
Mahira yakin ingatannya tak salah. Ia datang dengan Amel untuk menemui Andra. Tapi tiba-tiba perempuan itu mendorongnya sampai menendangnya hingga terjatuh. Atau ... Mahira yang salah mengingat?
"Kita ke Rumah Ampa buat obatin luka kamu, Hira. Kamu bisa berdiri?"
Pertanyaan Andra tak digubris oleh Mahira yang kini tengah melayangkan tatapan tajam pada Amel. "Kamu sama aku kan tadi—"
"Cheeefff!!!" Amel meraung tiba-tiba. Lantang sekali sampai membuat Mahira dan Andra kaget. "Gimana dong? Mungkin Tante gak bisa jalan. Gimana kalau kita minta bantuan yang lain?"
Andra kembali memalingkan wajah pada Mahira setelah mendengarnya. "Bisa berdiri gak? Kalau enggak, biar aku yang gendong."
Mahira mengangguki perkataan Andra meski sorot matanya tetap menaruh kecurigaan pada perkataan Amel barusan yang terdengar ambigu. Ia meraba-raba tiang pengaman, mencoba menarik tubuhnya sampai berdiri. Tapi hanya selang beberapa detik saja, tubuh Mahira nyaris ambruk.
Untung saja Andra sigap menopang meski caranya menopang Mahira tampak kaku. Takut-takut menyentuh Mahira, tapi ia juga tak bisa membiarkan wanita itu terjatuh.
Andra membantu Mahira duduk di anak-anak tangga. Ia sendiri segera membalik badannya dengan berjongkok di depan perempuan itu. "Naik! Biar aku yang antar kamu sampai Rumah Ampa."
Mahira terdiam sejenak menatap punggung Andra yang membelakanginya. Ia juga melirik Amel yang tampak sengit menatapnya dengan wajah cemberut.
Mahira diam saja meski beragam tanya dan terkaan mulai bercokol di kepalanya. Ia yakin kalau Amel tadi sengaja mendorongnya hingga terjatuh.
Namun, lihatlah sikap perempuan itu sekarang. Dia menangis dan ... tunggu! Dia yang menemukannya di sini? Apa maksudnya mengatakan hal ambigu begitu?
Mahira mengalungkan dua tangannya di pundak Andra sambil memerhatikan sesekali perubahan wajah Amel. Mahira makin yakin, Amel memiliki alasan untuk mendorongnya dan tampaknya perempuan itu tak suka melihatnya dengan Andra.
Tepat ketika Andra menggendong tubuh Mahira di tubuhnya, raut wajah Amel makin tambah kusut. Perempuan itu juga tiba-tiba menghadang langkah Andra.
"Chef yakin mau gendong Mahira ke bawah? Gimana kalau kita minta tolong yang lain dulu biar Chef bisa gantian bawa Mahira ke bawah."
Andra sudah terengah-engah, padahal ia belum melangkah satu jengkal pun.
"Minggir! Kamu ngalangin jalan, Mel."
Mahira membenamkan wajahnya ke pundak Andra. Sengaja tak mengalihkan pandangan pada Amel lagi ketika Andra menggendongnya.
"Kepalamu berdarah. Kerasa sakit gak?" tanya Andra dalam perjalanan.
"Enggak, Dra."
"Kalau kerasa ada yang sakit, bilang!"
"Hmm ...."
KAMU SEDANG MEMBACA
I Love You, Chef
RomanceMahira harus merelakan kekasihnya, Galang, menikah dengan kakaknya sendiri, Zahra. Tepat di hari pernikahan itu, Andrameda yang merupakan mantan kekasih Zahra membuat gaduh acara tersebut. Selain mengungkap perselingkuhan kedua mempelai, Andrameda...