Bab 96 Menjadi Rahasia Publik

124 5 0
                                    


“Sekarang apa lagi?”

Kakek masih fokus mengunyah makanan di meja ketika melontarkan tanya demikian pada Andra yang duduk tak jauh di depannya. Nada bicaranya tak lagi bersahabat lengkap dengan raut wajah tak acuhnya. Sejak kembali dari Pulau Ampalove, sikap kakek jadi tak sehangat dulu.

“Berbulan-bulan tak pernah pulang, minta kapal tapi malah menenggelamkannya, sekarang pulang-pulang dan ambil kerjaan jadi artis?” Kakek menarik kain dari atas pahanya. Mengelapkannya ke bibir sambil menatap Andra lurus. “Mau kamu sebenarnya apa, Andra? Kapan kamu akan mengambil alih tugas kakek dan mengikuti jejak ayahmu? Masih bersikeras ingin membangun kesuksesan kamu sendiri tanpa bantuan kakek? Memangnya bisa?!”

“Harus bisa!” pikir Andra bersikeras. Memang, manusia tidak bisa hidup tanpa bantuan orang lain. Tapi bukan berarti manusia tidak bisa berusaha meraih kesuksesannya sendiri, kan? Kalau kakek saja bisa sukses seperti sekarang ini karena kerja kerasnya, kenapa Andra tidak? Ia hanya mencontoh apa yang kakek lakukan, bukan mencontoh apa yang ayahnya lakukan.

Menikmati kenyamanan hidup dari uluran tangan orang lain!

Tidak! Andra bukan orang serendah itu!

“Impianku sudah hampir tercapai dan aku merasa tak perlu mengambil apapun dari kakek. Andra suka menjadi seorang Chef!” Andra berusaha tak menyinggung kakek. 

“Kamu lebih suka capek-capek memasak di dapur untuk orang lain? Melayani mereka sambil keringetan? Begitu maksud kamu?” sengit kakek menyudutkan. Orang lain itu maunya hidup enak, mendapatkan warisan, hanya tinggal duduk manis meneruskan bisnis keluarga. Tapi, lihat cucunya ini! Dia malah memilih menjadi seorang chef dan melayani orang lain?

“Menjalankan bisnis kakek juga sama. Aku bekerja untuk melayani orang lain selain diriku sendiri. Begitu, kan?” Andra tak mau kalah dengan pendapatnya. 

Kakek berdecak sebal. Susah sekali mengubah pola pikir cucunya yang satu ini. Berbeda dengan anaknya Adrian yang begitu ambisius ingin menjadi penerusnya. Tapi sayang, sifat nakalnya ini malah turun padanya. Lebih parah malah! Kakek harus berulang kali menerima kabar tak sedap mengenai anaknya yang satu ini, yang katanya berulang kali masuk-keluar hotel dengan selain istrinya.

Benar-benar tidak bisa diandalkan!

Mau jadi apa bisnisnya nanti kalau semuanya jatuh ke tangan Adrian?

Memang sih kinerja anak itu bagus. Tapi, berbanding lurus juga dengan kenakalannya. Berbeda dengan Andra yang desas-desus buruknya hanya sekedar ia sering gonta-ganti perempuan, tapi tak sampai dirumorkan masuk-keluar hotel atau penginapan.

Dasar anak baik! Pasti ini karena Ratih. Menantunya ini punya kesabaran tingkat tinggi menghadapi Adrian dan kini berhasil menjadikan Andra sosok lelaki mandiri.

“Harapan kakek satu-satunya itu cuma kamu, Andra.” Kakek berkata jujur. Membayangkan nasib harta dan bisnis yang akan ia tinggalkan jika ia mati nanti di tangan Adrian benar-benar membuat kepalanya sakit! Usaha yang ia bangun ini tak boleh jatuh ke tangan yang salah!

“Ada Ayah, Kek. Dia bisa mengurus bisnis kakek dengan baik. Ketimbang Andra yang tak punya pengalaman apapun selain di dapur?”

Kakek berdehem keras, tapi tak cukup membuat Andra takut. “Kamu itu kenapa keras kepala sekali?” Bukan keras kepala dalam artian buruk sebenarnya, kakek akui itu. “Tidak suka hidup mewah dengan harta berlimpah dan jabatan tinggi? Kamu kemarin minta kakek memberikan sebuah kapal. Itu artinya kamu butuh harta kakek, kan?” Kakek tak mau berhenti menggoda cucunya ini agar mau mengakui bahwa Andra membutuhkan dirinya. 

“Bukan memberi, Kek. Tapi pinjem bentar! Kalau yang tenggelam kan bisa kakek angkut lagi ke daratan kalau mau. Kalau yang terakhir, itu sudah aku kembalikan lagi ke kakek, kan?”

I Love You, ChefTempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang