Bab 85 Lebih Baik Kamu Resign Saja

143 5 0
                                    

Andra mengintip dengan hati-hati lewat jendela ke dalam ruang kerja Mahira. Ia dapati perempuan itu tengah bertopang dagu, bibirnya mengerucut, matanya lekat memandang komputer yang menyala di depannya.

“Hira! Mahira!”

Mahira langsung menoleh sesaat setelah ia memanggil perempuan itu. Tapi raut wajah Mahira tetap kusut mesut. Ketika Andra hendak menaikkan satu kakinya ke jendela, Mahira malah menegurnya.

“Masuk lewat pintu depan aja, Dra. Aku bisa teriakin kamu maling kalau masuk lewat sana!”

Andra hanya cengengesan. “Jangan dong! Nanti si kakek tua bangka itu malah ngomelin kita berdua. Kamu tahu sendiri kan kalau akhir-akhir ini dia jadi banyak ikut campur urusan pribadi karyawan di pulau. Sampe bikin kebijakan aneh segala!”

Mahira berjalan menghampiri Andra. Tepat ketika lelaki itu hendak menaiki jendela lagi, Mahira segera memukul tangan lelaki itu.

“Kalau gitu, jangan ke sini lagi kalau gak mau kena omel!” protesnya. “Awas! Mau aku tutup aja jendelanya!”

“Kok gitu sih? Aku bawain kamu makan nih! Kamu belum makan, kan? Ke restoran enggak muncul, nitip makanan ke karyawan lain juga enggak. Kamu sengaja bikin aku nganterin makanannya sendiri ke sini?”

Mahira membuang napas kasar. Ia berpikir sejenak. Memandangi ruang kerjanya yang suasananya tak lagi menyenangkan. Rasanya seperti dalam penjara saja di tempat ini. Mahira sulit menikmati pekerjaannya dengan senang hati lagi seperti dulu.

“Tunggu aku di luar aja. Jangan masuk ke sini lewat jendela!” Mahira memperingatkan.

Andra tentu saja senang mendengar perkataan Mahira barusan. Perempuan itu tak lama kemudian benar-benar keluar dari ruang kerjanya.

“Mau makan di restoran atau di mana?” tanya Andra penuh semangat.

“Kamu nyamperin aku cuma masalah makan doang kayaknya, Dra. Kamu gak ngira aku ini hewan peliharaan, kan?”

“Itu karena satu-satunya hal yang kamu sukai dariku yah cuma makananku. Itu artinya aku harus memanfaatkan kecintaan kamu sama masakanku sebagai jalan untuk terus deketin kamu.”

“Harus yah blak-blakan kayak gini ngomongnya? Jelas banget modus pedekatenya!”

“Daripada pura-pura, mending aku jujur aja. Biar apa? Biar kamu bisa menilai seberapa serius dan tulusnya aku suka ke kamu. Pasti kamu bakalan ngerasa aneh kalau tiba-tiba aku perhatian ke kamu tapi gak ngomong apa-apa. Jatohnya pasti bikin kamu overthinking! Bener, gak? Itu hanya akan membuat tujuanku deketin kamu salah alamat.”

Mahira hanya bisa geleng-geleng kepala jadinya akibat gelagat Andra yang terlalu blak-blakan. Ia harus berpikir keras memaknai tindak-tanduknya ini. Apakah hanya sekedar omong kosong atau memang kejujuran?

Maklum saja. Mahira sudah mengalami banyak hal dengan Andra. Mulai dari terjebak oleh tipuannya, sampai terjebak oleh tindakannya yang tanpa pikir panjang sampai nyaris membahayakan nyawanya. Mahira seolah ditempa kalau menghadapi Andra memang haruslah hati-hati. Jangan sampai terbawa emosi apalagi perasaan.

“Ya. Ya.  Ya. Terserah kamu aja deh, Dra. Mau kamu—“

“Hm!”

Mahira membisu mendengar deheman itu. Ia dan Andra kompak menoleh ke sumber suara. Ada Pak Satya yang tahu-tahu berdiri di teras Ruang Kerja Ampa dengan mata nyalang memerhatikan mereka. Andra sampai berseru kaget karenanya.

“Ya ampun!”

Pria tua itu menyeringai sinis. “Jadi, kapan kalian akan mengundurkan diri dari tempat ini?” tanyanya kemudian. “Atau … perlu saya sendiri yang mengeluarkan kalian dari tempat ini?”

I Love You, ChefTempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang