Mahira menggigil kedinginan di depan Andra yang tengah menggesekkan dua batang kayu kecil dengan susah payah. Ia melirik tumpukan kerang yang berhasil dikumpulkan olehnya dan Andra beberapa waktu lalu, tanpa ikan tentu saja. Karena rupanya mendapatkan ikan dengan tangan kosong bukanlah pekerjaan mudah. Menangkap kerang dari dasar lautan pun cukup sulit. Terlebih mereka sedang kelaparan dan sangat lelah.
“Kamu yakin kayak gitu caranya bikin api, Dra?” Mahira mengerucutkan bibir karena kecewa.
Sejak tadi Andra hanya melakukan hal yang sama tapi tak membuahkan hasil apapun. Api tak kunjung menyala sementara tubuhnya sudah menggigil kedinginan. Tirai gorden yang tadinya kering jadi basah lagi karena Mahira harus ikut menyelam membantu Andra mencari kerang yang bisa disantap. Ia mana tega membiarkan Andra sendirian bekerja keras.
“Ini cara tradisional orang zaman dulu, Hira. Kamu gak tahu?” Napas Andra tersengal-sengal. Tampak kepayahan setelah susah payah menyelam, kini ia juga harus susah payah menyalakan api. Untung saja ia sempat menonton tayangan televisi yang sempat menayangkan cara membuat api dengan hanya bantuan kayu kering.
Tapi, kenapa praktik lebih sulit ketika ia menontonnya dulu? Apakah cara yang dilakukannya salah?
“Tahu sih, Dra. Tapi, emang lama banget yah buat nyalanya?” keluh Mahira.
“Perlu proses, Hira. Apalagi aku juga baru pertama kali kan ngelakuin ini.” Andra berhenti menggesek batang kayu itu dan memilih memandangi Mahira. “Jadi, sabar aja. Nanti juga pasti apinya menyala.” Andra begitu yakin.
Tapi, beberapa menit berlalu, api tak kunjung menyala. Andra yang frustrasi sampai melempar dua batang kayu kecil dan mengumpat kasar yang disaksikan oleh Mahira dengan tawa ditahan. Tak mau Mahira sampai membuat Andra semakin frustrasi lagi.
“Makan kerang mentah aja deh. Gak akan bikin kamu mati kok!” Andra jengkel sendiri.
“Enggak ah, Dra!”
Andra tampak tak peduli atas protes Mahira barusan. Tangannya mendadak sibuk memilah hasil tangkapannya dengan Mahira tadi yang ditaruh di atas tumpukan daun. Menaruh beberapa buah kerang dengan beraneka ragam bentuk di satu sisi, sementara di sisi lainnya diisi oleh hasil tangkapan lainnya. Salah satunya benda berwarna kehitaman yang kini tiba-tiba Andra sodorkan padanya.
“Ini bisa dimakan mentah, Hira. Coba dulu!” tawarnya dengan wajah meyakinkan. “Ini sejenis jamur laut,” katanya menjelaskan.
Mahira masih bergeming. Hanya menatap ngeri benda asing yang disebut Andra sebagai jamur laut. Sampai kemudian Andra tiba-tiba memotong beberapa bagian jamur laut itu dan melahapnya.
“Lihat! Aku makan ini juga dan ini lumayan enak, Hira.”
“Lumayan enak? Berarti gak bener-bener enak, dong?” Mahira malah semakin enggan mencicipi makanan itu.
Andra kepalang lapar. Ia lahap habis sisa jamur yang ada di tangannya yang sejak tadi diabaikan Mahira. “Ya udah sih kalau gak mau!” ketusnya tak peduli.
Mahira menelan wajah kecewa. Padahal ia kan hanya bertanya barusan. Mahira tak habis pikir Andra akan menghabiskan jamur laut itu dalam sekali telan tanpa memberikannya kesempatan untuk mencicipi barang sedikit.
“Atau kamu lebih suka yang ini?” tanya Andra lagi sambil menyodorkan benda berbentung lonjong ke arah Mahira.
“Apaan ini? Ulet?” terkanya saat melihat benda lonjong tak berbulu dan tampak berisi dengan ukiran hitam di beberapa bagian. Bentuknya seperti ulat dalam ukuran besar. “Kok bentuknya kayak—"
“Kayak apa?” potong Andra cepat. “Awas mikirnya aneh-aneh! Ini teripang, Hira. Ini jenis teripang yang bisa di makan mentah. Mau?”
Mahira masih bereaksi yang sama seperti tadi. Mengernyitkan wajah dengan tatapan ngeri. Apalagi ketika Andra tiba-tiba menggigit salah satu ujung teripang itu yang kemudian mengeluarkan sejenis benda putih dari dalamnya. Andra membuangnya ke sebarang arah. Ia berlari menuju lautan entah hendak apa. Mahira sangat berharap Andra membuang teripang yang baru saja ia gigit itu.
Tapi, harapan Mahira pupus ketika Andra kembali padanya dengan membawa teripang itu lagi dan menyodorkannya padanya. Bentuknya yang lonjong berisi tadi kini tampak mengempis.
“Yang putih tadi itu apa, Dra?”
“Isi perutnya. Udah aku keluarin semua dan ini juga udah bersih. Makan aja! Kita gak akan tahu bisa keluar dari pulau ini kapan. Hari juga udah siang. Kamu tentu gak mau bikin aku kerepotan karena tiba-tiba pingsan gara-gara kelaparan, kan?”
Mahira meraih teripang itu dengan enggan dari tangan Andra. Saat tangannya menyentuh teripang itu, Mahira mengerang cukup keras. Geli bukan main saat merasakan tangannya bersentuhan dengan badan teripang yang sudah mengempis itu. Ia menatap teripang di tangannya dengan wajah kusut.
“Gigit, Hira. Bukan malah diliatin kayak gitu!” perintah Andra yang semakin jengkel. “Perlu aku yang suapin?”
Mahira buru-buru menggeleng. Ia dekatkan salah satu ujung teripang itu ke mulutnya. Menggigitnya sedikit demi sedikit dengan susah payah. Bukan hal mudah ternyata karena tekstur teripang itu sulit untuk ia gigit dengan giginya. Mahira sampai harus menarik dengan dua tangannya agar teripang itu bisa ia gigit menjadi beberapa bagian.
“Teksturnya emang agak kenyal. Tapi masih bisa dikunyah kok!” kata Andra.
Mahira menyerah. Ia tak bisa berlama-lama menarik teripang yang sulit memisahkan diri meski ia sudah susah payah menggigitnya. “Aku mau jamur yang tadi aja. Masih ada?”
Mahira menyerahkan teripang yang batal ia kunyah yang diganti Andra dengan jamur yang sempat Mahira tolak tadi. Sedikit demi sedikit Mahira menggigiti jamur itu. Mulanya hanya satu gigitan kecil, tapi lama kelamaan Mahira akhirnya melahapnya dengan suapan besar.
“Enak?”
“Hmm … lumayanlah. Daripada aku kelaperan.”
***
Di bawah terik matahari yang sudah mencapai puncak tertingginya, Andra dan Mahira memutuskan duduk di depan rumah kosong tadi. Tak berani masuk. Hanya berteduh di terasnya saja sambil duduk menekuk lutut. Keduanya sama-sama mengarahkan pandangan ke lautan lepas.
“Ada yang tahu gak yah kalau kita kejebak di sini, Dra? Bikin kode SOS atau apa kek. Bukan malah diem gini!”
“Gak usah.” Andra menjawab enteng. “Anak-anak pasti sadar kok kalau kita gak ada di pulau. Mereka pasti nyari kita. Terlebih Pak Supri pasti sadar kalau speedboat yang kita pakai semalam hilang dari dermaga dan gak ada juga di dermaga Palapalove. Dia pasti bisa nebak kalau kita ada di sini.”
“Emangnya Pak Supri detektif apa?”
Andra melirik Mahira dengan tatapan dingin. “Berpikir positif aja kali, Hira. Gak bisa emang?”
“Karena itu hal yang gak mungkin, Andra. Waktu kita semalaman gak pulang ke pulau pun ternyata mereka gak nyariin kita tuh! Malah tetep sibuk kerja.”
“Itu karena si Randu sama si Yogi tahu kalau kita jalan bareng pake motor.”
“Hah? Kok bisa mereka tahu?”
“Mereka gak sengaja lihat. Waktu itu mereka lagi ada di atap Kafe Palapalove.”
“Itu artinya … apa mungkin mereka sekarang bakal nyariin kita?”
“Positif thinking aja, Hira. Gak usah mikir aneh-aneh! Kita yakini aja kalau mereka nyari kita sekarang ke pulau ini. Mungkin lagi di perjalanan?”
Sayang, sampai sore beranjak, Mahira dan Andra harus mendapati kenyataan tak ada satu buah kapal pun muncul atau mendekat ke pulau tempat mereka berada sekarang, yang tentu saja berhasil membuat Mahira perlahan menangis karena ketakutan. Sudah sejak beberapa saat lalu Mahira tergugu. Menyeka air matanya beberapa kali sambil menggerutu.
“Kan … mereka gak muncul-muncul, Dra. Itu artinya mereka gak nyadar kalau kita terjebak di sini. Aku gak mau di sini terus. Kita harus minta bantuan, Andra ….”
Andra yang diam saja bukan berarti tak mendengar apalagi tak peduli. Isi kepalanya nyaris meledak kalau saja Mahira ingin tahu. Ia sudah berpikir keras bagaimana cara keluar dari pulau ini sejak tadi, tapi tak ada satu ide pun terbesit.
Mereka terjebak di pulau ini tanpa memiliki apa pun!
“Kalau bukan karena kamu, kapal kita gak bakalan tenggelam, Hira! Ini semua salah kamu! Tahu?”
Mata Andra melotot tajam pada Mahira yang menatapnya tak kalah sengit.
KAMU SEDANG MEMBACA
I Love You, Chef
RomansaMahira harus merelakan kekasihnya, Galang, menikah dengan kakaknya sendiri, Zahra. Tepat di hari pernikahan itu, Andrameda yang merupakan mantan kekasih Zahra membuat gaduh acara tersebut. Selain mengungkap perselingkuhan kedua mempelai, Andrameda...