Andra berjalan mendahului Zahra menaiki anak-anak tangga Bukit Ampalove. Sesekali ia menoleh pada perempuan itu yang tampak kepayahan menaikinya. Bukan bermaksud untuk membantu, tapi hanya memastikan Zahra tetap mampu mengikutinya.
“Masih kuat?” tanya Andra.
Zahra mengangguk meski napasnya tersengal-sengal. Anak-anak tangga yang entah kapan berujung terasa begitu memuakkan, tapi ia juga tak mau menolak kebersamaan dengan Andra.
“Kalau gak kuat, bilang aja. Kita bisa istirahat bentar.”
Zahra tak punya kekuatan untuk menanggapi. Kepalanya tertunduk, menatap anak-anak tangga yang satu per satu dinaiki. Satu tangannya memegang besi pengaman erat-erat. Sesekali ia juga memerhatikan area pulau dari tempatnya berada sekarang. Semakin tinggi ia menaiki tangga, pemandangan di bawah sana semakin mengecil.
“Zahra! Lihat! Matahari mau terbenam!” teriak Andra heboh.
Zahra buru-buru menghampiri lelaki itu yang sudah lebih dulu tiba di puncak bukit. Andra berdiri di salah satu sudut yang dekat dengan pagar pembatas bukit, bersama beberapa orang lain yang juga sudah berada di sana.
Langit sudah berubah warna. Hanya diufuk barat saja tampak secuil cahaya matahari yang sedang perlahan tertelan lautan. Zahra terpaku memandangnya. Lekat. Lelahnya memang belum sirna, tapi bukan berarti ia tak bisa menikmati pemandangan matahari terbenam dengan perasaan bahagia.
“Maaf, Zahra. Karena aku baru memenuhi janjiku hari ini.”
Kepala Zahra menoleh pada Andra dengan mata menyipit. “Janji?”
Andra yang tak menoleh padanya sedikit pun tampak mengangguk. Sorot matanya jelas lurus hanya menatap ke arah depan. Di mana matahari sudah hampir terbenam sepenuhnya.
“Ya. Janji kalau aku mau ajakin kamu jalan-jalan biar bisa lihat matahari terbenam sambil makan malam romantis. Maaf, aku cuma bisa ajak kamu jalan dan lihat matahari terbenam aja. Makan malam romantisnya gak bisa aku lakuin karena aku gak mau bikin hubungan kamu sama Galang merenggang. Kamu tentu paham kan kenapa aku ngasih menu spesial semenjak kedatangan kamu ke sini?”
Zahra diam saja. Takut apa yang ia pahami justru tak sama seperti yang Andra maksudkan. Ia takut berlebihan dalam menyikapi situasi.
Andra tersenyum miring. “Rasanya aneh kalau menyajikan makanan untuk kamu tapi dibayar, Ra. Aku tahu kita udah gak punya hubungan apa-apa lagi dan kamu juga tamu di pulau ini. Tapi aku belum bisa menganggap kamu hanya sekedar tamu. Aku harap kamu ngerti kalau aku belum terbiasa menganggapmu orang asing.”
Zahra buru-buru memalingkan wajah ketika kepala Andra bergerak ke arahnya. Ia tak mau kedapatan tengah memerhatikan lelaki itu, apalagi jika Andra sampai menangkap gelagatnya yang tengah salah tingkah. Jantung Zahra nyaris copot rasanya. Ia tahu ini bukan pernyataan cinta, tapi kata-kata Andra barusan ia pahami sebagai isyarat bahwa Andra masih memiliki rasa yang sama padanya seperti dulu. Kelirukah ia jika menyikapinya seperti ini?
Ya Tuhan … Zahra harus bagaimana? Ia sudah bersuamikan Galang, kan? Tapi, tunggu! Mereka tengah bertengkar saat ini sampai-sampai Galang pergi meninggalkannya dan memilih bersama Mahira.
“Gimana dengan Galang? Kamu udah tahu gimana caranya memperbaiki hubungan kamu dengan dia?” tanya Andra tiba-tiba. “Setelah ini aku akan menemuinya dan meminta maaf. Sepertinya tindakanku memang tidak dia sukai. Termasuk mungkin karena sudah membawamu ke sini tanpa izin.”
“Jangan!” tolak Zahra cepat. “Aku gak mau kalian berantem!”
“Siapa juga yang mau berantem, Zahra. Aku menemuinya dengan maksud baik kok. Membantu hubunganmu dengan Galang agar baik-baik aja. Emang salah?”
KAMU SEDANG MEMBACA
I Love You, Chef
RomanceMahira harus merelakan kekasihnya, Galang, menikah dengan kakaknya sendiri, Zahra. Tepat di hari pernikahan itu, Andrameda yang merupakan mantan kekasih Zahra membuat gaduh acara tersebut. Selain mengungkap perselingkuhan kedua mempelai, Andrameda...