Bab 53 Kamu Bahagia Dengan Pernikahan Kita?

177 7 0
                                    

"Aku kan udah bilang, Lang. Aku gak butuh bantuan dari Mamah! Kamu tahu dia ngomong apa tadi? Dia ngerasa repot bantuin aku. Kamu kenapa sih malah minta Mamah bantuin tanpa bilang ke aku dulu?"

Zahra tak mampu menahan diri terlalu lama atas kejadian tadi siang. Galang langsung kena semprot, tak peduli ia tengah kelelahan sepulang bekerja. Suaminya itu bahkan belum sempat duduk atau sekedar minum. Biar saja! Suaminya itu harus tahu betapa jengkelnya Zahra seharian ini karena harus bekerja di bawah gerutuan mertuanya sendiri.

"Aku bisa ngerjain pesanannya sendirian. Untung aja masakannya masih tetep enak meskipun sambil kena omel Mamah. Kamu gak tahu apa kalau orang lagi masak itu yah harus dalam keadaan bahagia? Bukannya ditekan sama omelan!"

Galang meneguk minuman yang ada di meja dengan Zahra masih mengekori. Mati-matian menahan diri untuk tak membalas karena tahu suasana hati Zahra sedang semrawut.

"Mertua di luaran sana tuh suka bangga kalau punya menantu bisa usaha atau kerja sendiri. Kok Mamah kamu kayak gak suka gitu sih aku punya bisnis katering kayak gini? Gimana kalau aku beneran kerja kantoran coba!"

Galang melepas kemeja kerjanya. Zahra dengan sigap mengambil kemeja itu dan menaruhnya kembali di tempat yang rapi. Bergegas Zahra menuju lemari, menarik sebuah handuk yang terlipat lalu menyerahkannya pada Galang. Tapi, tetap diselingi omelan.

"Mamah kamu maunya apa sih? Kayaknya aku salah mulu di depan dia. Diem doang di rumah, malah dicuekin. Giliran sibuk sama kerjaan, malah diomelin. Ditanya ini itu, kenapa malah buka usaha, sampe ngiranya gaji kamu gak cukup buat aku. Gak mungkin juga kan aku jawab kalau aku tuh kerja biar bisa sibuk dan gak mesti ketemu sama Mamah kamu? Eh ... kamu malah minta Mamah buat bantuin aku. Kamu mau bikin aku makin stress, Lang?"

Galang berdiri di ambang pintu toilet sejenak sambil menyampirkan handuk di bahu. "Aku mandi dulu yah, Ra," katanya dingin.

Zahra mengangguk. Tapi hal itu rupanya tak menghentikan Zahra untuk terus mengomel. Sampai Galang keluar kembali dari toilet, Zahra menyambung omelannya.

"Untung aja aku bisa sabar ngadepinnya. Coba kalau enggak? Mungkin aku udah minta jadi janda sekarang juga. Mana ada yang bisa bertahan punya mertua modelan begitu, kan? Mahira mestinya berterima kasih. Karena dia gak perlu ngadepin mertua modelan Mamah Lia."

Galang diam saja meski raut wajahnya tampak menegang. Mau bagaimana pun, yang sekarang sedang Zahra bicarakan adalah ibunya sendiri. Ia tak bisa menutupi rasa jengkelnya juga meski yang dikatakan Zahra ada benarnya. Belum lagi, sekarang nama Mahira malah disebut.

"Bener, kan? Kurang sabar apa coba aku bertahan sampai detik ini jadi menantu keluarga kamu, Lang?"

Zahra menunggu tanggapan dari Galang yang sejak tadi diam saja. Suaminya itu kini sudah duduk di kursi menghadap meja makan. Beragam sajian makanan sudah Zahra siapkan. Sebagian sisa dari pesanan katering yang dipesan tadi. Galang tanpa ragu mencungkil nasi dan lauk-pauknya.

"Galang?" tegur Zahra. "Jawab dong!"

Galang membuang napas pendek. "Iya, Zahra. Kamu emang sabar. Terima kasih udah bertahan. Bisa aku makan sekarang? Karena aku udah lapar dan capek."

"Masa cuma gitu doang sih tanggepannya? Aku udah ngomong panjang lebar loh dari tadi."

Galang batal menyendok makanan di piring. "Terus aku harus nanggepinnya kayak gimana, Ra? Mengiyakan omongan kamu yang jelek-jelekkin mamahku? Atau ngebela mamahku dan menyangkal omongan kamu?"

"Kok kamu gitu sih ngomongnya?"

"Karena aku gak tahu harus nanggepinnya gimana, Ra. Makannya dari tadi aku diem aja. Aku gak mau bikin situasi makin runyam dengan membela kamu atau mamah. Aku milih gak belain siapa-siapa. Karena kamu udah bisa sabar ngadepin situasi kita, aku gak bisa ngomong apa-apa lagi selain rasa terima kasih. Aku tahu kamu udah berusaha keras buat berbaur di keluargaku." Kali ini Galang berhasil menyendok makanan di piring. "Udah, yah. Aku mau makan. Kita gak perlu bahas ini lagi apalagi sampai nyeret-nyeret nama Mahira segala."

I Love You, ChefTempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang