Bab 27 Mencari Keberadaan Mahira dan Andra

204 8 0
                                    

Semalaman Mahira tak bisa tidur nyenyak. Sampai pagi tadi, Mahira duduk di dekat jendela kamar sambil menatap perubahan malam yang perlahan menjadi pagi. Perkataan Andra berhasil membuat kepalanya sakit bukan main. Juga hatinya tentu saja.

"Mbak Hira!" Teguran Citra yang tak sengaja memergoki Mahira dalam posisi bengong tak berhasil mengalihkan perhatian wanita itu.

Dengan jalan mengendap-endap, hati-hati sekali, Citra menghampiri Mahira yang masih bergeming di tempatnya.

"Mbak Hira ... Mbak ...."

Citra sampai harus menggoyangkan pundak wanita itu sampai mendapatkan perhatiannya. Mahira tampak terkejut melihatnya. "Eh, Cit. Mau ke pantai?"

Citra mengangguk. "Iya, Mbak. Biasalah. Ngecek-ngecek peralatan sama kondisi pantai. Takutnya ada yang bunuh diri lagi kayak waktu itu," katanya sambil cengengesan. Berniat untuk menjadikan topik itu bahan candaan.

Tapi sepertinya usaha Citra gagal total karena Mahira hanya tersenyum sebentar.

"Mbak sakit?" tanya Citra yang semakin khawatir melihat raut wajah Mahira tampak lesu.

"Aku cuma kekurangan tidur aja kayaknya, Cit."

"Udah sarapan?"

"Nanti aja deh."

"Aku mau sarapan dulu nih, baru udah ke pantai. Bareng aja, Mbak!"

Mahira menggeleng pelan. "Kamu duluan aja, Cit. Nanti aku nyusul."

"Mbak gak apa-apa, kan? Wajahnya pucet gitu! Aku panggilin Mas Andra yah. Kayaknya kalau soal beginian wajib dilaporin ke pacarnya."

Sesak sekali dada Mahira mendengarkan perkataan Citra barusan. Jika biasanya ia akan begitu berambisi untuk mengelak, menyangkal, atau bahkan bertindak tegas meluruskan kesalahpahaman seperti semalam, kali ini Mahira bertindak bertolak belakang.

Capek!

Ya! Mahira capek berkata jujur kalau ternyata inilah yang diinginkan Andra. Mahira merasa usahanya untuk menjauhkan dirinya dari fitnah begitu sia-sia. Mahira harusnya tak marah, kesal, atau jengkel pada Rina, Citra, atau siapa pun yang menuduhnya sebagai pacar Andra. Ini bukan salah mereka!

Ini semua salah Andra!

Mahira beringsut ke ranjang sebelum membenamkan diri di balik selimut. Tanpa mengatakan apa pun lagi pada Citra yang terdengar melangkah keluar dari kamarnya. Mahira mencoba memejamkan matanya dengan rasa sakit yang bercokol di hatinya.

Setelah ditinggalkan Galang, dikhianati kakaknya sendiri, kini Mahira harus menghadapi kenyataan bahwa dirinya tengah diperalat oleh Andra.

Sesial inikah kehidupan Mahira sampai tak ada satu pun hal yang bisa membuatnya bernapas lega dan merasa bahagia?

Dengan menjauh dari segala hal yang menurutnya adalah sumber masalah, nyatanya Mahira malah harus menghadapi masalah baru. Harus bagaimana Mahira bersikap di depan Andra kalau begini jadinya? Kenyataannya mereka adalah rekan kerja. Rasanya tidak etis jika ia mencampuradukkan urusan pribadi dengan pekerjaan. Mahira tak mungkin kan menghindari Andra meski ia inginnya begitu?

Ya Tuhan ... Mahira ingin pergi ke tempat lain yang lebih jauh lagi. Lebih terpencil dari Pulau Ampalove. Catatan utamanya, tanpa seorang pun yang mengenal Mahira. Tersesat di pulau tak berpenghuni mungkin bukan doa yang buruk, kan? Jika kenyataannya, setiap kali bersinggungan dengan manusia, selalu ada masalah yang muncul.

Terdengar suara kaki menaiki tangga. Mahira buru-buru menutup matanya saat mendengar suara tak asing meneriaki namanya.

"Mahira! Hira! Di mana kamu?"

I Love You, ChefTempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang