Sesuai arahan Pak Satya, beberapa hari sebelum akhir pekan, Mahira sudah sibuk berkoordinasi dengan para karyawan. Antara senang dan tidak. Karena ia harus membujuk beberapa karyawan untuk tetap tinggal di pulau, sementara yang lainnya liburan ke Pulau Palapalove lagi setelah sekian minggu berlalu.Di hari pemberangkatan tiba, semua orang sudah berkumpul di dermaga. Sayangnya, mereka harus menelan kekecewaan ketika Pak Supri mengabarkan kalau mesin kapalnya sedang butuh perbaikan.
“Terus nasib kita gimana dong?” keluh seorang karyawan.
“Kita butuh liburan nih! Masa gak jadi sih? Hampir pecah nih kepala gara-gara kerja terus tanpa healing!”
Semua orang sibuk berkeluh kesah. Perjalanan liburan setelah berminggu-minggu berlalu terancam batal terlaksana. Bayangan betapa menyenangkannya bisa menikmati kembali suasana menyenangkan di Pulau Palapalove seketika lenyap. Bayangan pekerjaan yang menumpuk, pemandangan yang hanya itu lagi dan itu lagi terasa begitu menjengkelkan. Untuk kembali bekerja rasanya begitu berat.
“Naik kapalku saja.”
Suara itu berhasil menghentikan kegaduhan yang terjadi. Semua mata kini hanya menatap pada Andra yang tengah mengacungkan jari telunjuknya ke udara begitu tinggi. Lengkap dengan senyum mengembangnya.
“Pakai kapalku saja! Bagaimana?” ulang Andra.
Andra menunjuk sebuah kapal berukuran hampir sama persis seperti kapal yang biasa dikendarai Pak Supri, terombang-ambing tak jauh dari bibir pantai.
“Emang boleh yah, Chef?” tanya seseorang yang tampak khawatir. “Soalnya kan … itu kapal pribadi milik Chef Andra. Apa gak masalah kalau dipake sama karyawan buat acara liburan ke Pulau Palapalove?”
“Gak masalah.” Andra enteng menjawab.
“Mesti bayar gak, Chef? Soalnya kan … kalau kapal milik pulau, kita gak perlu bayar segala. Tinggal nikmatin perjalanan aja. Kalau pakenya kapal pribadi punya Chef, itu artinya kita mesti bayar dong?” tanya karyawan lainnya.
Andra menatap para karyawan yang sudah menjadikannya pusat perhatian sejak tadi. “Tak perlu.” Suara lantangnya terdengar tegas. “Kalian tak perlu bayar kok alias gratis!”
Para karyawan bersorak heboh tentu saja mendengar penuturan Andra. Perlahan merangsek memasuki kapal, saling berebut posisi dengan wajah berbinar.
Mahira menjawil lengan baju Andra erat tepat ketika lelaki itu hendak melangkah menyusul. “Siapa yang jadi nakhodanya?” tanyanya dengan mata memicing. “Bukan kamu, kan?” sengitnya.
“Emang kenapa kalau aku? Itu kan kapalku!”
“Minta Pak Supri aja yang jadi nakhodanya! Jangan kamu! Aku gak mau kapal ini juga sampai tenggelam gara-gara nakhodanya amatir!” kata Mahira memperingatkan. “Pak Supri!!!” teriaknya lantang.
Andra tak banyak protes. Ia senyum-senyum aja waktu Mahira setengah menyeretnya menuju kapal setelah memberikan perintah pada Pak Supri untuk menjadi nakhoda.
“Daripada bajunya doang, kenapa gak tangan orangnya langsung?” goda Andra.
Andra menengadahkan telapak tangannya tepat ke depan Mahira yang seketika termangu. Baru tersadar beberapa saat kemudian kalau tangannya memang sejak tadi menarik baju Andra. Spontan Mahira melepaskan tangannya.
“Lah? Kok dilepasin?” protes Andra. Wajahnya spontan kusut dengan bibir mengerucut tajam.
Mahira sendiri lebih memilih buru-buru menjauh dari Andra, menelan rasa malu akibat tindakannya barusan. Wajahnya terasa panas membara.
KAMU SEDANG MEMBACA
I Love You, Chef
RomanceMahira harus merelakan kekasihnya, Galang, menikah dengan kakaknya sendiri, Zahra. Tepat di hari pernikahan itu, Andrameda yang merupakan mantan kekasih Zahra membuat gaduh acara tersebut. Selain mengungkap perselingkuhan kedua mempelai, Andrameda...