Hari ini Mahira akan pergi ke pulau terdekat bersama beberapa pegawai pulau Ampalove lainnya. Bisa dibilang, ini jatah mereka untuk libur yang setiap dua minggu sekali bisa digunakan untuk menyeberang ke pulau tetangga terdekat, Pulau Palapalove. Entah untuk membeli keperluan pribadi sampai kebutuhan penting lainnya yang menyangkut pulau Ampalove. Atau untuk sekedar melepas penat dengan mencari tempat makan enak sambil menelepon orang yang dirindukan. Maklum, hidup di pulau Ampalove sama dengan memutus komunikasi dengan orang luar karena tak ada koneksi sinyal untuk ponsel di sana.
Ini sesuai dengan tujuan Mahira di awal. Ia ingin menjauh dari siapapun. Benar saja! Sudah hampir satu bulan ia bekerja menjadi Manager di pulau ini. Sibuk bukan main yang membuat Mahira nyaris tak punya waktu untuk memikirkan Galang bahkan keluarganya sendiri.
Ada sedikit keraguan pada diri Mahira ketika ponselnya sudah menyala. Deburan angin menerpanya cukup kuat, tapi ia masih betah berdiri di bibir dermaga. Bukan tanpa sengaja, tapi karena setibanya ia di tempat ini, ia mendadak kehilangan tujuan. Pegawai yang lain sudah langsung berlari ke sana kemari, ada yang bergerombol, ada juga yang perseorangan. Tinggal dirinya yang kini masih bertahan di sisian dermaga. Meratapi kesendirian dan keraguan sambil mendengarkan rentetan notifikasi mulai memenuhi layar ponselnya.
Ada nama kontak Ibu, Bapak, dan Syala yang mendominasi notifikasi itu. Dari mulai pesan singkat, sampai panggilan tak terjawab. Dalam hati kecilnya Mahira sedikitnya bertanya-tanya, kenapa tak ada nama Zahra di sana? Apakah kakaknya ini tak ingin tahu bagaimana kabar tentang dirinya?
"Assalamu'alaikum, Bu. Gimana? Kabar Ibu sehat?"
Cukup lama Mahira melepas rindu dengan Bu Halimah, pilihan pertama yang harus ia hubungi tentu saja. Sepaket dengan Bapak yang kebetulan juga berada di tempat yang sama dengan Ibu. Banyak hal yang Mahira ceritakan, semuanya tentang kesibukannya selama di pulau Ampalove sampai menjelaskan alasan kenapa ia tak bisa dihubungi. Hal lainnya yang ia ceritakan tentu saja hal yang membahagiakan saja.
"Zahra sama Galang udah tinggal terpisah?"
Jantung Mahira berdegup kencang. Menyebutkan nama mereka seperti menusuk dirinya dengan pisau tajam. Sakit sekali dadanya.
"Mahira belum bisa pulang, Bu. Kerjaan di pulau masih banyak. Jaga diri Ibu sama Bapak baik-baik yah."
Sesaat setelah sambungan dengan kedua orang tuanya terputus, apalagi kabar terakhir yang ia dengar adalah tentang Zahra, Mahira sempat ingin menelepon kakaknya itu untuk mengetahui kabarnya. Tapi, lagi-lagi Mahira mengurungkan niat itu.
Untuk apa juga kan dia menanyakan kabar seseorang yang sudah jelas baik-baik saja? Zahra dan Galang memutuskan hidup terpisah, mandiri, yang artinya mereka hidup bahagia. Sudah cukup! Mahira tak mau memikirkan mereka lagi. Setelah berhasil menjauhkan pikiran dari mereka selama dua minggu ini, kenapa juga dia harus repot-repot lagi memikirkan mereka?
"Syalaaa!!!"
Mahira berjalan dengan langkah ringan meninggalkan sisi dermaga sambil mendengarkan suara sahabatnya dari seberang sana. Heboh sekali gadis itu ketika ia tiba-tiba menelepon.
"Maaf baru bisa ngehubungin, Syal. Di pulau Ampalove kan gak ada sinyal."
"Pantesan aja laman komentar media sosial situ aktif terus. Dihujat beberapa kali pun, gak direspon. Ternyata situ lagi ngungsi di dunia antah-berantah!" Syala terdengar begitu jengkel di seberang telepon sana.
"Ngomongin apa sih ini? Siapa emang yang dihujat?"
"Ya, kamu dong, Mahira! Emang siapa lagi KE-KA-SIH-NYA AN-DRA-ME-DA selain KA-MU!" Syala mengatakannya penuh dengan nada penekanan. Berhasil membuat lubang telinga Mahira sakit rasanya.
KAMU SEDANG MEMBACA
I Love You, Chef
RomansaMahira harus merelakan kekasihnya, Galang, menikah dengan kakaknya sendiri, Zahra. Tepat di hari pernikahan itu, Andrameda yang merupakan mantan kekasih Zahra membuat gaduh acara tersebut. Selain mengungkap perselingkuhan kedua mempelai, Andrameda...