Sudah sejak beberapa menit yang lalu Mahira mondar-mandir tak jelas di dekat Andra yang tengah menandaskan sisa makanannya di meja. Ia seolah tak peduli dengan kerisauan yang dirasakan Mahira sekarang gara-gara ajakan ambigu Andra tadi.
“Pulang? Aku? Ke rumahmu? Untuk apa, Andra? Kamu gila, yah! Untuk apa juga sih tadi ngaku-ngaku aku jadi kekasihmu!”
Andra bergeming di tempatnya. Malah tersenyum melihat Mahira tak berhenti mondar-mandir. Raut wajahnya tampak pucat pasi. “Sengaja,” katanya enteng.
“Sengaja katamu? Kamu sengaja ngaku-ngaku kalau aku ini pacar kamu biar aku kena masalah sama keluargamu juga?”
“Bukan kena masalah Mahira, tapi memperkenalkan kamu secara resmi. Itu kata yang tepat.” Andra buru-buru meralat kalimat mengandung tuduhan dari Mahira tadi.
Mahira terdiam sejenak. Terpaku oleh kata-kata Andra barusan hingga nyaris membuat akal sehatnya mati. “Memperkenalkanku secara resmi? Apa maksud kamu? Huh! Ngomong tuh yang jelas! Jelaskan secara rinci! Kamu mau aku datang menghadap orang tuamu itu sebagai manager, kan? Kenapa tiba-tiba malah jadi kekasih begini?”
Frustrasi sekali rasanya. Harusnya sejak awal Mahira menolak saja permintaan Andra itu.
“Harusnya aku gak setuju ikut sama kamu, Andra!” bentak Mahira kesal. Ia duduk di kursi seberang Andra sambil memijit pelipisnya yang tiba-tiba terasa nyeri. Berpikir keras bagaimana caranya ia meluruskan kesalahpahaman yang tadi.
Jangan tanya kenapa tadi Mahira tak sanggup bicara bahkan menyela barang satu kata pun! Mahira terlalu terkejut oleh ucapan penuh nada tinggi Ayah Adrian tadi. Belum sempat Mahira menggerakkan bibirnya, nyalinya sudah ciut duluan hanya dengan menatap mata Ayah Adrian yang tajam itu. Takut bukan main!
“Ya, udah sih. Udah terlanjur juga, kan?” timpal Andra yang malah masih bisa cengengesan. Padahal lelaki itu tadi sudah cekcok dengan orang tuanya sendiri.
“Kok kamu bisa santai kayak gitu sih ngadepin kemarahan ayah kamu sendiri? Gak ada takut-takutnya durhaka atau apa gitu?”
“Durhaka?” Gelak tawa Andra pecah. “Durhaka sama ayah brengsek kayak dia? Kamu lupa apa yang aku pernah ceritain dulu soal ayah dan kakekku itu seperti apa?”
Tentu saja Mahira ingat. Tapi, ini tetap saja tak normal. Bertikai dengan orang tua apalagi sampai menggunakan nada tinggi bukanlah hal yang normal bagi Mahira. Serburuk-buruknya orang tua, mereka harus tetap dihormati. Ketika memang ada perintah mereka yang keliru atau bertentangan dengan hukum Tuhan, memang tak ada salahnya untuk menolak perintah itu. Tapi, normalkah kalau bicara dengan nada seperti tadi?
“Apa mereka nyuruh kamu kayak mereka juga? Maksudku, jadi brengsek. Enggak, kan?” Mahira mencoba mengelak kenyataan yang mungkin saja keliru.
“Enggak sih, tapi ….”
“Harusnya kamu bisa bicara baik-baik sama ayah kamu tadi, Dra. Bukan malah debat dia. Dia mau kamu mengelola bisnis keluarga yang aku yakin ini demi kebaikan kamu kok!”
Andra melipat tangan di dada. “Mengelola bisnis keluarga demi kebaikanku?”
“Ya! Mereka gak mau kamu hidup menderita. Apalagi sampai kerja di pulau terpencil mungkin. Kenapa kamu nyia-nyiain kesempatan yang banyak orang mau?”
“Sekali saja seekor anjing menuruti perintah tuannya, selamanya anjing itu akan menurut. Paham maksudku?”
“Tapi, kamu bukan anjing kan, Dra?”
“Hanya pengibaratan, Mahira.”
“Tapi gak usah diibaratin sama anjing segala dong! Kalau perintah mereka emang hal baik, kenapa kamu tolak?”
KAMU SEDANG MEMBACA
I Love You, Chef
RomanceMahira harus merelakan kekasihnya, Galang, menikah dengan kakaknya sendiri, Zahra. Tepat di hari pernikahan itu, Andrameda yang merupakan mantan kekasih Zahra membuat gaduh acara tersebut. Selain mengungkap perselingkuhan kedua mempelai, Andrameda...