Bab 132 Serba Dipaksa!

162 4 0
                                    


Semua karyawan sibuk! Tak terkecuali Mahira. Suka tidak suka, ia sendiri tak bisa bersikap tak acuh dan menganggap keputusan Andra sebagai angin lalu. Apalagi ketika lelaki itu tanpa sungkan meminta bantuan Pak Satya akan rencananya untuk melangsungkan pernikahan esok hari. 

“Gimana caranya kamu bisa bikin Pak Satya izinin kita ngadain acara di sini besok?” Setengah berlari Mahira menyamakan langkah dengan Andra. Lelaki itu berjalan terburu-buru sekali. Seperti mengejar sesuatu hal yang penting. “Gimana dengan pengunjung yang udah ada di pulau? Kalau karyawan ngurusin pernikahan kita, gimana dengan pelanggan pulau?”

“Gak semua karyawan ngurusin pernikahan kita, Hira. Toh pernikahan kitanya juga sederhana kok. Cuma akad terus acara makan bersama keluarga. Selesai. Apa acara kayak gitu butuh bantuan semua karyawan? Sekalian aja kita undang para pengunjung ke nikahan kita buat jadi tamu. Pernikahan kita jadinya makin ramai dengan sendirinya tanpa repot-repot nyebar surat undangan atau sewa kapal. Bener, gak?”

“Tapi nyatanya sekarang ini semua karyawan mendadak jadi sibuk gara-gara pernikahan kita.”

“Tapi untuk acara besok gak semuanya terlibat, kan? Hanya persiapannya aja.”

Mahira berjalan mendahului. Menghadang langkah Andra cepat. “Terus gimana dengan gaunku? Siapa yang nanti jadi MUA-nya? Kamu mau aku jadi pendamping kamu dengan penampilan kayak badut? Pucet kayak mayat hidup? Kamu gak akan malu? Huh!”

Andra menyemai senyum. Tipis. Tapi bukan bermaksud mengejek. Hanya menertawakan sikap Mahira yang malah mengkhawatirkan sesuatu yang menurutnya tak penting.

“Terus kenapa kalau gak ada gaun pengantin atau MUA? Kalau kamu jelek atau pucet kayak mayat emang kenapa? Bukan aku juga kok yang malu. Tapi, kamu!” candanya sampai tergelak keras sekali. Alih-alih memberikan Mahira solusi, Andra malah sengaja mencandainya. Suka sekali melihat Mahira tampak kebingungan seperti sekarang.

“Andra!”

Andra tergelak sementara wajah Mahira kusut mesut. Sudah berpikir serius, tapi Andra malah mencandai. 

“Aku serius, Andra! Mana pernikahan kita sederhana lagi. Masa iya pengantinnya juga gak dandan sama sekali. Minimal didandanin gitu pake make up artist profesional. Kalau emang gaun pernikahan mewahnya gak ada.”

Andra menatap sinis. “Kok kamu jadi gini sih, Ra? Suka dandan ceritanya?”

“Khusus untuk acara pernikahan, Andra. Buat acara nikahannya kita! Di mana-mana itu pengantin dandan cantik di hari pernikahannya. Bukannya paka baju piyama bawahan sendal jepit. Gimana sih?”

“Kamu lebih khawatir mikirin acara nikahan kita kayak gimana. Sementara aku malah khawatir mikirin gimana kita setelah nikah.”

Raut wajah Andra mendadak serius. Ketika dua tangannya perlahan menarik tangan Mahira, perempuan itu seketika termangu. Ingin melangkahkan kakinya pergi, namun sesuatu terasa mengunci telapak kakinya untuk tetap menapaki tanah. 

Apalagi ketika Andra malah berjalan perlahan mendekatinya, memangkas jarak di antara mereka, Mahira semakin sulit menggerakkan kaki. Memejamkan mata sekali pun rasanya berat. Ia harus bersikap waspada pada tingkah Andra yang tiba-tiba jadi aneh. 

“Aku sudah merencanakannya dengan matang, Hira,” tutur Andra setengah berbisik, ‘tentang semuanya.”

Spontan Mahira mendorong tubuh Andra. Menjauhkannya, tapi ia sendiri tak berusaha menjauh. Sulit sekali melangkah mundur selangkah saja. 

“Kamu ngomong apa sih?” sengit Mahira.

Andra mengangkat bahunya bersamaan. “Emang apa? Aku ngomongin tentang kita. Ada yang salah?”

I Love You, ChefTempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang