Bab 127 Brengsek dan Pengecut

247 6 2
                                    


Zahra mengacak rambutnya yang sudah kusut. Wajahnya juga tak kalah kusut terkena pantulan cahaya layar ponsel yang tengah menjadi pusat perhatiannya. Banyak pesan muncul bukan hanya dari karyawan Lapar Aja yang secara berkala melaporkan situasi bisnis kateringnya. Tapi juga dari para pelanggan setia yang melontarkan berbagai keluhan.

“Aaarrrggghhh!!!”

Zahra tetap berupaya semaksimal mungkin mengurusi bisnis kateringnya meski dari kejauhan di tengah rumitnya masalah rumah tangga yang ada diujung tanduk. Ia tak mau kehilangan banyak hal lagi. Ia tak mau menerima kekecewaan lebih banyak lagi. Setidaknya, ada satu hal baik yang bisa Zahra pertahankan dalam genggamannya.

Katering Lapar Aja.

Zahra belum pernah merasakan secinta ini pada sebuah pekerjaan. Ia yang dulu sulit sekali bertahan di suatu pekerjaan, entah dengan alasan rekan kerja yang tak bersahabat, atasan yang menyebalkan, pekerjaan yang tak sesuai passion, dan banyak lagi alasan lainnya. Bisnis katering Lapar Aja yang semula dilakukan karena iseng rupanya menjadi titik balik perubahan pada diri Zahra. 

Kamu jangan terlalu gila kerja, Zahra! Perempuan itu tugasnya hanya berbakti pada suami, bukannya mencari nafkah!

Galang sering menyinggung hal ini semenjak bisnis katering Lapar Aja miliknya ini semakin maju pesat. Kadang memang Galang membantu, memberikannya banyak dukungan, tapi di sisi lain, suaminya itu juga sering menjatuhkan rasa percaya diri Zahra atas keputusannya. Dan entah kekuatan dari mana, Zahra memilih untuk melawan pertentangan yang dibuat oleh Galang. 

Jangan sombong, Zahra! Jangan lupa akan tugasmu sebagai istriku! Kamu harusnya fokus pada hubungan kita dan fokus untuk memberikan keturunan untukku! Kamu tahu alasan kenapa kita tidak dikaruniai anak? Karena kamu sibuk bekerja, Zahra! Kamu sibuk mengurusi duniamu sendiri, sampai lupa tanggungjawabmu sebagai istriku itu apa!

Zahra tentu tak bodoh jika mempercayai perkataan Galang bahwa kesibukan seorang perempuan pekerjaan ada hubungannya dengan kehamilan. Aneh sekali pemikiran itu! Dari mana juga Galang dapat berpikir sebodoh itu kalau bukan dari keluarganya sendiri, kan?

Pasti! Mamah Lia dan Papa Roy sudah jelas tak menyukai Zahra. Pasti mereka melakukan beragam cara untuk membuat Galang juga tak menyukainya lagi.

Nasi sudah menjadi bubur. Entah itu rasa cinta, percaya, bahkan bahagia, rupanya ada kalanya hal itu memudar seiring berjalannya waktu. Zahra tahu jika hidup itu memang berputar. Akan ada bahagia di balik kesedihan, akan ada benci di balik cinta, dan begitu banyak hal lain lagi yang merupakan sebuah pertentangan dari yang lainnya. 

“Aku udah gak sanggup! Aku udah gak kuat!” pekik Zahra di tengah isak yang kembali dirasakannya.

Ponsel yang semua di tangan, digunakan untuk membalas pesan-pesan penting, seketika itu juga terjatuh ke lantai. Zahra terbenam kembali dibalik selimutnya. Tergugu dengan perasaan sakit dan jiwa yang kelelahan.

“Aku juga mau bahagia. Dengan caraku sendiri. Aku gak mau lagi membuat orang lain menyukaiku. Enggak! Aku gak mau! Aku mau sendirian! Aku mau sendirian! Cukup! Semuanya cukup sampai di sini!”

***

Bohong kalau Andra tak ikut memikirkan masalah keluarga Mahira. Bukan karena ini menyangkut Zahra, tapi masalah yang ditimbulkan olehnya ini terlalu mengancam rencana Andra untuk menikahi Mahira dalam waktu cepat. Ia tak mau segala macam masalah yang kemungkinan akan menghambat rencananya ini semakin membesar. 

Andra tak mau gagal lagi menjalin sebuah hubungan!

Sebuah mobil keluar dari gerbang rumah keluarga Galang. Dengan cepat Andra segera melajukan mobilnya, sengaja menghadang jalur mobil tadi hingga nyaris terjadi tabrakkan. Seolah sengaja melakukannya, Andra dengan sukarela keluar dari mobilnya bersamaan dengan mobil orang yang dihadangnya juga keluar. 

I Love You, ChefTempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang