Bab 84 Peraturan Ini Dibuat Dengan Alasan

111 4 0
                                    


Tak perlu waktu lama sampai peraturan yang hendak dibuat Pak Satya diberlakukan.

Hal ini tentu saja menimbulkan kekacauan di antara para karyawan, terutama mereka yang memang memiliki hubungan spesial selama ini. Protes keras sempat dilakukan, bahkan satu per satu dari mereka sampai mendatangi Pak Satya yang memang keberatan oleh aturan ini.

“Ini tidak adil, Pak! Untuk apa Pak Satya mengurusi urusan pribadi kami? Ini hak kami sebagai manusia yang normalnya saling mencintai, mengasihi, dan menyayangi. Dengan aturan ini, sama saja dengan Pak Satya melawan hukum Tuhan!” Seorang karyawan pertama kali bersuara.

“Betul! Bahkan agama saja menyukai mereka yang mencintai lawan jenis. Pak Satya kayaknya lebih suka karyawan di sini suka sesama jenis atau gak punya perasaan sama sekali? Rekrut robot saja kalau kayak gitu, Pak! Jangan rekrut manusia normal macam kita buat kerja di sini!” Karyawan lain juga ikut berpendapat.

“Ya, sudah!” Pak Satya berteriak dengan nada tinggi. “Keluar saja kalian dari tempat ini kalau begitu! Saya masih bisa rekrut orang yang mau bekerja di sini dengan aturan baru ini kok!”

Ruang kerja Pak Satya yang biasanya sepi macam kuburan mendadak gaduh. Mahira yang sedari tadi memerhatikan percekcokan itu nyaris tak bisa menyela. Masing-masing saling mendahului untuk membuka suara. Sampai tiba-tiba seseorang menepuk pundaknya pelan dari arah belakang. Ketika Mahira menoleh, tangannya tiba-tiba digenggam oleh Andra yang kemudian menarikanya keluar dari ruangan itu.

“Aneh! Gak biasanya Pak Satya ngurusin hal beginian, Hira? Kamu tahu dia kenapa bisa kayak gitu?” tanya Andra.

“Gara-gara kamu!”

“Lah? Kok aku?”

Mahira melirik kegaduhan yang masih terjadi di ruang kerja Pak Satya sebelum kemudian membuang napas kasar. Tadinya ia tak mau menceritakan hal ini, tapi melihat situasi semakin tak terkendali, Mahira butuh penilaian dari sudut pandang Andra atas isi pikirannya. Ia ceritakan percakapannya dengan Pak Satya sebelum aturan ini dibuat pada Andra secara rinci. Tanpa ada satu pun yang ia tutup-tutupi. 

“Gak ada hubungannya lah! Masa gara-gara kesalahanku, semuanya jadi kena! Yang harus kena tegur yah aku kalau gitu! Dasar kakek-kakek!” umpat Andra jengkel.

Mahira memijit pelipisnya yang tiba-tiba terasa nyeri. “Jadi, apa rencana kamu sekarang? Kamu yakin ini semua bukan akibat dari kesalahan yang kamu buat?

“Salahnya aku emang apa? Kapal yang tenggelam itu punyaku. Atraksi kembang api pun aku yang modal kok. Makanan yang aku selalu kasih ke kamu juga aku bayar. Letak kalau ini kesalahanku karena bucin ke kamu emang apa? Di mana letak aku merugikan pulau ini?”

Mahira jadi malu sendiri mendengar penuturan Andra barusan.

“Emang sih, dua kali aku meninggalkan restoran tanpa izin. Itu juga karena gak sengaja, kan?

Emangnya aku yang berencana ketinggalan kapal Pak Supri? Emanngya aku yang berencana untuk membuat kapal tenggelam? Enggak, kan? Semua terjadi karena ketidaksengajaan! Kacau nih kakek-kakek emang! Perlu dihajar nih kayaknya!”

“Eh! Eh! Eh!” Mahira buru-buru menahan Andra yang hendak masuk ke ruang kerja Pak Satya lagi. “Jangan ada kekerasan kayak gini dong! Kapan masalahnya bisa beres kalau ada kekerasan, Dra?”

“Habisnya tuh kakek-kakek ada-ada aja deh kelakuannya! Kenapa tiba-tiba dia jadi sok sibuk begini ngurusin masalah pribadi karyawan? Dulu-dulu kan enggak, Ra.”

“Iya sih. Tapi kan ….”

“Ah, sial! Udah gak bener nih tempat kerja!”

Andra menggerutu kesal sebelum kemudian pergi dari tempat itu. Mahira lega karena bisa menghalau Andra yang tadinya hendak menghajar Pak Satya. Tapi, kegaduhan di ruang kerja Pak Satya belum selesai juga. Berlalu berlarut-larut. Gaduh. Sampai Mahira merasa posisinya di tempat ini juga ikut dianggap buruk.

I Love You, ChefTempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang