Bab 38 Apa Spesialnya Mantanmu Itu?

181 6 0
                                    

Sudah satu jam lamanya Andra menopang dagu memerhatikan Mahira yang berdiri di ujung besi pembatas balkon. Tampak asyik berbincang melalui ponselnya sendiri sejak tadi. Tak bosan sebenarnya, karena Andra menggunakan waktunya untuk menelaah perasaannya sendiri pada Mahira.

Apakah karena Mahira cantik?

Wajah Mahira biasa aja sih. Kalah cantik dari Zahra malah. Apalagi perempuan itu juga berbeda dari perempuan yang sempat didekati atau mendekatinya. Ya! Mahira berhijab. Bisa disebut Mahira itu wanita berhijab pertama yang berurusan dengannya tanpa sengaja.

Untuk jatuh terpesona pada Mahira di pandangan pertama tentu tak mungkin. Ini sudah ke sekian kalinya mereka bertemu. Waktu Andra masih berpacaran dengan Zahra pun, meski hanya sesekali bertemu Mahira, sama sekali tak ada hal yang menarik dari sosok perempuan itu yang berhasil mencuri perhatian. 

Mahira hanya perempuan biasa saja.

Karena dia yang pekerja keras untuk soal pekerjaan? Tak seperti Zahra yang sering keluar-masuk kerja sesuka hati. Ada saja hal kecil yang tak mengenakan hatinya, Zahra pasti akan dengan mudah resign. Itu sebabnya ia tak pernah bertahan lama bekerja di suatu tempat. 

“Udah beres neleponnya?” tanya Andra ketika melihat Mahira kembali ke tempat duduknya. “Mau pesen makanan lagi?”

Mahira mengangguk dengan kepala sedikit tertunduk, menatap layar ponselnya tanpa henti.

“Mau telepon siapa lagi?” tanya Andra lagi ingin tahu.

“Enggak ada. Aduh!” Mahira tiba-tiba memegangi perutnya. “Aku ke toilet bentar.”

Mahira pergi dengan cepat meninggalkan Andra di sana. Selang beberapa lama setelah itu, ponsel Mahira berdering. Andra tentu saja memilih abai. Tapi dering ponsel itu berbunyi lagi dan lagi, Mahira pun tak kunjung muncul.

Andra menarik ponsel Mahira perlahan. Ada nama kontak Kak Zahra tertera di layar. Andra kaget bukan main dibuatnya. Ia buru-buru menaruh ponsel itu lagi di meja sampai nama kontak itu tak lagi muncul di layar. Tepat ketika itu sesuatu menarik perhatian Andra. Ia kembali menarik ponsel Mahira lagi, menatap layarnya lekat. Ada sosok wajah tak asing di sana. Sosok laki-laki yang tengah tersenyum lebar dan seorang perempuan yang juga tengah tersenyum tak kalah lebarnya. 

“Galang?” gumam Andra setelah melihatnya.

“Ngapain kamu?”

Andra terhenyak mendapati Mahira tiba-tiba sudah muncul di hadapannya. Belum sempat Andra bicara dan menjelaskan yang terjadi, Mahira sudah menarik paksa ponsel itu dari tangannya. 

“Kamu keterlaluan yah!” Mahira jelas tampak berang. Andra tak perlu lagi bertanya karena raut wajahnya tampak begitu kentara. “Selain nguntit, kamu juga nyampe berani buka ponselku?”

“Barusan ada yang telepon, Hira. Suaranya gangguin. Tadinya mau aku angkat. Tapi pas tahu itu dari Zahra, ya … gak aku angkat.”

Mahira duduk di hadapan Andra dengan wajah cemberut. Ia membuka ponselnya, memeriksa apakah penuturan Andra benar atau tidak. Setelah tahu kalau Andra berkata benar, Mahira memilih diam saja. Tak mau mengusut. 

Mahira menatap nyalang. “Kamu tuh, yah! Kebiasaan buruk kayak gini jangan dibiasain! Jelek!”

“Gak sengaja keliatan, Hira ….”

“Itu gara-gara kamu berani sentuh ponselku!”

“Ada yang telepon dari tadi. Masa iya aku antepin!”

“Ya antepin aja! Ini kan bukan ponsel kamu!”

“Ah, ampun deh!” Andra tampak putus asa dituduh yang tidak-tidak oleh Mahira. “Itu fotonya si Galang kan yang jadi ponsel kamu?”

I Love You, ChefTempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang