Bab 63 Bersama Mantan

187 7 0
                                    

Galang diam cukup lama mendapati Mahira hanya diam saja saat ia muncul. Belum sempat Galang membuka mulut, Mahira sudah balik badan dan melangkah pergi. Sesaat Galang melemparkan pandangan pada Zahra dan Andra yang tengah menatapnya dari kejauhan. Kesal sendiri sebenarnya melihat Zahra bukannya menyusulnya tapi malah memilih bersama Andra.

Galang mempercepat langkahnya menyusul Mahira. Hendak bertanya ini dan itu terkait pernyataan Andra yang baru ia dengar. Tapi ....

“Aku udah denger semuanya tadi. Kalau Kak Galang mau nanya soal yang barusan kalian obrolin, aku mau jawab duluan kalau yang diomongin sama Andra barusan itu bener semuanya. Dia cuma ngomong asal waktu itu. Berita yang ada di media sosial itu gak bener. Di antara kami gak ada hubungan apapun.”

Ada rasa nyeri perlahan menusuk yang dirasakan Mahira seiring kalimat itu meluncur deras dari mulutnya. Padahal kebenaranlah yang tengah diungkapnya. Tapi, kenapa rasanya ia seperti tengah berbohong?

“Kenapa kamu diem aja?”

“Siapa bilang aku diem? Klarifikasi yang aku lakuin itu fakta dan aku udah berusaha berkata jujur. Tapi Andra yang bikin semuanya jadi makin rumit.”

Benar juga. Galang memerhatikan dengan cermat perkembangan gosip tentang kabarnya Mahira dan Andra putus di media sosial. Dua pernyataan keduanya memang tak berkesinambungan, malah terkesan bertolak belakang. Setelah tahu fakta yang sebenarnya sekarang, Galang akhirnya mengerti. Ia tahu harus melabuhkan kepercayaan pada perkataan siapa sekarang.

Galang tiba-tiba berjalan cepat mendahului Mahira. Rupanya ia malah menghentikan langkah wanita itu.

“Aku minta maaf, Hira.”

Kening Mahira mengerut keras. “Minta maaf buat apa?”

“Se—semuanya!” Galang tergagap berbicara hingga merasa hanya kata itulah yang paling tepat untuk merepresentasikan apa yang hendak diutarakannya. “Semua hal yang sudah terjadi di antara kita.”

“Buat apa kamu minta maaf? Gak ada yang salah kok di sini.”

“Aku salah besar, Hira. Menikahi kakakmu dan—"

“Kamu punya alasan, Galang. Dan menurutku alasanmu masuk akal. Boleh jadi aku menganggap alasanmu itu aneh, tapi mungkin menurutmu itu adalah alasan yang baik, kan? Setiap manusia memiliki cara berpikir dan bertindak sendiri-sendiri atas apa yang menurut dia benar. Dan aku menghargai semua keputusanmu, jadi kamu tak perlu minta maaf. Mungkin di sini aku juga yang salah.”

“Hira ….”

“Kalau memang alasannya itu, aku mengerti. Kita harusnya emang gak bareng terus, Lang. Atau kita nantinya malah saling menyakiti. Entah aku yang harus menjadi apa yang kamu mau atau kamu yang harus menerimaku dengan terpaksa. Menikah yang dilandasi keterpaksaan itu bukan hal yang menyenangkan, kan?”

“Tapi sekarang Zahra berubah. Dia kayak lupa aku mau dia jadi istri seperti apa, Hira. Kesehariannya akhir-akhir ini begitu sibuk dengan bisnis kateringnya. Aku merasa waktunya banyak tersita untuk bisnisnya. Ini yang aku takutkan! Bagaimana jika nanti kami memiliki anak? Apakah Zahra akan tetap mengedepankan bisnisnya ketimbang keluarga? Karena bukan seperti ini kehidupan keluarga yang aku inginkan,” keluh Galang panjang lebar. Lagi. Dengan bahasan yang sama. Tentang kekecewaannya pada Zahra.

“Kamu bener-bener gak suka istrimu sukses berkarir yah, Lang?” Mahira mau tertawa, menertawakan keberuntungannya karena tak jadi istri Galang. Untuk kali ini ia menyadari satu hal itu setelah mendengar uraian cerita tersebut.

“Ya! Aku gak mau istriku menyalahi kodratnya sebagai perempuan. Tugas perempuan itu adalah di rumah, menjadi istri yang baik, dan menjadi ibu yang selalu ada untuk anak-anaknya.”

I Love You, ChefTempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang