Bab 37 Cowok Labil

163 5 0
                                    

Dermaga Palapalove seperti biasanya. Ramai setiap Mahira dan karyawan yang lain rutin singgah di sini. Citra dan Randu tampak sudah menjauh sambil bergandengan tangan. Rina, Yogi dan karyawan lainnya berjalan ke arah lain karena tak mau mengganggu kencan manis Citra dan Randu. Tersisa Andra dan Mahira yang masih belum beranjak sedikit pun dari bibir dermaga. 

“Mau ke mana?” tanya Andra pada Mahira yang malah melangkahkan kaki tanpa menjawab pertanyaannya. “Gimana kalau kamu temenin aku ke pelelangan ikan? Kayaknya sih masih keburu kalau jam segini.”

“Enggak. Kamu sendirian aja sana!”

“Nyari makan yang sedikit ke kota? Biar aku nanti sewa mobil.”

“Enggak. Buang-buang uang dan waktu.”

Andra memijit pelipisnya erat. Susah sekali mengajak Mahira untuk pergi berdua sesuai keinginannya. Jadinya Andra harus sabar mengekori ke mana pun perempuan itu pergi yang entah bertujuan atau tidak. Kalau dilihat dari cara jalannya, Mahira tampaknya tak punya tujuan. Kepalanya celingukan ke sana ke mari. Sesekali ia melirik ponselnya juga. 

Keduanya sudah berjalan saling mengekori hampir satu jam lamanya. Mahira tetap berjalan di depan dan Andra mengikuti tanpa mengeluh meski sesekali ia membeli minuman untuk melepas dahaganya.

“Nyari tempat apaan sih?”

Andra mengamati sekitar. Pantai Palapalove tampak di kejauhan. Tepat saat ia memerhatikan Mahira kembali, perempuan itu masuk ke sebuah Restoran. Ada tulisan kanji yang tertera di atas pintu yang sedikitnya Andra pahami. Ia tersenyum kecil sambil mengekori Mahira kembali dengan ikut masuk ke Restoran itu.

“Dari mana kamu tahu ada Restoran Jepang di sini?” 

Andra hendak menarik kursi yang ada di samping Mahira, namun perempuan itu malah menahannya. “Duduk di meja depan sana aja deh. Jangan sampe ada orang iseng lagi yang foto kita dan ngiranya lagi kencan.”

Andra tak protes tapi juga tak mengikuti arahan Mahira. Alih-alih menarik kursi di meja yang berbeda, ia malah memilih duduk tepat berhadapan dengan Mahira. Kontan saja wanita itu langsung melotot padanya. 

“Gak akan, Hira. Kalau pun ada, biarin aja. Toh kita balik lagi ke pulau setelah ini. Mau gosip seheboh apa pun beredar di media sosial, itu juga nantinya bakal jadi angin lalu aja kalau kitanya ngediemin.”

“Kamu kenapa gak gabung sama si Yogi atau Randu aja sih, Dra? Ngapain coba ngintilin aku terus!”

“Randu kan sama si Citra. Masa iya aku gangguin orang yang mau pacaran, Hira. Mikir aja kali gimana awkwardnya nanti jadi orang ketiga di antara orang yang lagi kasmaran.”

Mahira terkikik mendengarkan alasan itu. Masuk akal juga memang. 

“Kalau si Yogi, capek kalau bareng dia. Cerewet. Banyak ngoceh. Aku butuh waktu jauhan dulu sama tuh anak biar otakku gak meledak dengerin ocehannya dia yang kayak emak-emak kompleks itu.”

“Tapi, gak usah ngikutin aku juga, Dra. Gak bosen apa ketemu aku mulu? Gak pengen gitu cari pemandangan lain di luar sana?”

Andra menopang dagu. Menggeleng. Bersamaan dengan itu seorang pelayan datang dan menghidangkan dua buah piring di depan keduanya dengan menu serupa. Bedanya, minuman untuk Mahira berwarna kuning, sementara Andra putih yang memiliki bercak hitam.

“Buat apa cari pemandangan lain kalau di depan aku udah ada pemandangan yang indah?”

Andra mesem-mesem sendiri. Begitu juga pelayan yang belum pergi dari hadapan mereka.

Mahira kontan saja langsung melemparkan tatapan sengit saking malunya. Ingin sekali ia menyumpal mulut Andra yang tak pandang waktu dan tempat untuk menggodanya. Kalau bukan karena kenal siapa yang bicara, mungkin Mahira sudah jatuh dalam perangkap rayuan laki-laki itu.

I Love You, ChefTempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang