“Ngapain kamu ke sini?” tanya Mahira sengit. Penuh curiga.
“Ibu sama Bapak ada?” Kepala Andra celingukan. Sedikit mengintip ke arah dalam rumah namun Mahira berhasil menghalangi.
Mahira memandang sinis. “Mau ketemu Zahra?” terkanya.
“Hush!” Andra buru-buru menekan bibir Mahira dengan jarinya. “Kok kamu nanyanya gitu sih, Mah? Dia udah jadi istri orang. Buat apa juga aku ketemu istri orang kalau di sini masih ada yang lajang?” Andra melemparkan kedipan sebelah matanya pada perempuan berhijab itu.
“Mah! Mah! Mah!" semprot Mahira. "Emangnya aku Mamah kamu?” Mahira menangkis tangan Andra yang berani menyentuhnya. Kurang ajar! Ia menatap laki-laki sengit.
Tapi, Andra malah menyengir kuda. “Tepatnya calon mamah dari anak-anakku.”
“Kamu punya anak? Ke mana ibunya? Kenapa harus aku yang jadi mamahnya?”
“Ampun deh!” Andra menepuk jidat. Frustrasi juga ngobrol sama Mahira yang menanggapinya dengan balasan tak jelas. “Nih! Ambil! Buat kamu! Kalau emang Bapak sama Ibu gak ada, aku gak jadi nyapa mereka. Tujuanku ke sini emang buat ketemu sama kamu kok!”
Andra menyodorkan buket itu pada Mahira. Menjejalkannya secara paksa sampai Mahira tak bisa menolaknya.
“Apaan nih?” Mahira hendak mengembalikan buket itu namun Andra sudah lebih dulu menjauh. Melangkah mundur sambil melambai padanya.
“Besok aku datang ke sini lagi yah. Bye, calon istriku!” teriak Andra tanpa rasa malu.
“Dasar cowok sinting!” balas Mahira tak kalah lantangnya. Ia sampai mengacungkan buket itu seolah hendak melemparnya pada Andra.
“Jangan dilempar!” larang Andra dari kejauhan. “Duitnya lumayan tuh buat kamu jajan! Anggap aja hadiah ulang tahun kamu bulan kemarin yang tertunda. Bye! Assalamu’alaikum!”
“Wa’alaikumsalam! Eh?”
Mahira malah spontan menjawab. Mau melampiaskan kekesalan, Andra sudah terlanjur pergi dengan motor gedenya.
“Gak usah heboh! Berisik! Malu sama tetangga!” Zahra tahu-tahu sudah berada di ujung tangga bawah dengan tangan berlipat di dada. Wajah galaknya tampak jelas sekali. “Jadi kalian beneran pacaran?” sergapnya.
Mahira membisu dengan wajah serius. Ia pegangi buket uang itu dengan perasaan jengkel. Entah pada Andrameda, entah pada perkataan kakaknya barusan.
“Kok gak dijawab? Gak usah malu-malu. Sejak kapan kalian pacaran?” Zahra mengintrogasi. Ingin tahu.
Namun yang ditanya malah menghampirinya, bukan menjawabnya. Lalu Mahira menyerahkan buket berisi uang itu ke Zahra. Melakukan hal yang sama seperti Andra tadi. Menjejalkannya secara paksa pada kakaknya sampai Zahra tak bisa menolak pemberiannya itu.
“Dari aku sama Andra. Anggap aja hadiah pernikahan Mbak kemarin.”
Mahira balik badan. Menarik tas di sofa dan keluar dari rumah. Pergi bekerja.
***
Akibat perbuatannya di pernikahan Zahra, Andrameda malah ketiban untung. Bukan untuk dirinya saja, tapi Restoran tempatnya bekerja kebanjiran pelanggan sampai-sampai membuat Andrameda kesal bukan kepalang.
“Ide siapa sih kemarin yang mau ngadain live? Huh!” dengkus Andrameda yang saat itu tengah mengelap sisian piring yang siap disajikan ke pelanggan. Harus bersih. Tak boleh ada noda kotor sedikit pun yang membuat tampilan makanan tak menggugah selera.
“Si Randu tuh!” Yogi cepat-cepat melempar tuduhan di tengah kesibukan dua tangannya menggoyang wajah. Api menyembul beberapa kali. Tanpa takut, Yogi malah menyikut Randu yang berdiri di sebelahnya.
KAMU SEDANG MEMBACA
I Love You, Chef
Roman d'amourMahira harus merelakan kekasihnya, Galang, menikah dengan kakaknya sendiri, Zahra. Tepat di hari pernikahan itu, Andrameda yang merupakan mantan kekasih Zahra membuat gaduh acara tersebut. Selain mengungkap perselingkuhan kedua mempelai, Andrameda...