Bab 99 Sembunyi Dalam Rindu

131 3 0
                                    

Mahira berjalan sempoyongan menuju Rumah Ampa pagi itu, ketika para karyawan malah baru keluar dari sana. Hampir semua orang menatapnya keheranan, tapi Mahira memilih tak peduli. Sindiran keras para karyawan semalam padanya kini malah membuatnya malu bukan main, sampai rasanya tak ingin menunjukkan batang hidungnya sekali pun. Kalau bukan karena ketidaksengajaan, mungkin Mahira akan memilih bersembunyi saja di tempat yang tak diketahui siapapun.

“Mbak Mahira habis dari mana pagi-pagi begini?” tanya Citra yang tak lagi memasang raut wajah menangis seperti semalam. 

Mahira kontan saja langsung berhambur memeluk perempuan itu. “Cit … kamu gak marah lagi sama Mbak, kan?”

Citra melepaskan pelukan Mahira dengan cepat. “Gak usah peluk-peluk! Aku masih marah sama Mbak karena pergi ninggalin aku sendirian semalem. Pas dicariin di kamar, malah gak ada. Mbak lembur lagi?”

Mahira mengangguk, tapi kemudian menggeleng. Tanggapannya ambigu sekali yang membuat Citra tak bisa menyembunyikan raut wajah bingung, terutama keningnya yang spontan mengerut keras.

“Apa sih maksudnya? Iya atau enggak?” desak Citra tak sabaran. 

Semalam ia tak mendapati Mahira berada di kamarnya. Pagi ini pun saat ia bangun, posisi ranjang dan segala hal yang ada di kamar Mahira dalam posisi tetap utuh. Itu artinya, Mahira tak pulang semalam. 

“Mbak habis ngapain aja emang di Ruang Kerja Ampa sampe lupa pulang ke sini? Kenapa gak sekalian aja sih pindah tinggal di tempat itu aja!”

“Kok kamu gitu sih ngomongnya, Cit? Kamu ngusir aku?”

“Ya, terus kenapa Mbak gak pulang ke sini semalam? Lembur-lembur juga, Mbak biasanya nyempetin pulang dan istirahat. Kok ini enggak?”

Mahira tentu tak mungkin mengaku kalau semalaman suntuk ia sibuk bergerilya di jagat maya hanya untuk mencari tahu soal si AYU KINASIH. Bisa-bisa ia kena damprat para karyawan karena sudah menyalahgunakan fasilitas di pulau untuk kepentingan pribadi.

Bodoh! Mahira benar-benar tak bisa menahan diri semalam untuk terus mencari tahu soal Andra. Salahkan para karyawan yang bergosip semalam soal Ayu Tinampi atau Ayu apalah itu. Kalau bukan karena mereka, Mahira kan tak mungkin berselancar nengok akun lambe turahnya Indonesia.

Ah, sial! Mahira mana mau mengakui hal ini!

“Mbak capek, Cit. Mbak mau istirahat sebentar. Bye!” Mahira buru-buru menarik diri.

“Eh? Orang nanya kok malah pergi sih? Mbak! Mbak Hira? Mbak!!!”

***

Mahira menyingkap selimut yang tadinya menutupi seluruh tubuhnya. Wajahnya jelas tampak kusut mesut, belum lagi matanya yang tampak sayu dengan lingkaran hitam di sekitarnya. 

“Aku ngantuk tapi gak bisa tidur. Aku ini kenapa sih?”

Mahira mengacak-acak rambutnya dengan frustrasi. Ia sampai menendang selimut sambil berteriak cukup keras. Tepat ketika itu Citra muncul dengan nampan di tangan. Terkejut bukan main mendapat sambutan seperti itu dari Mahira.

“Mbak ngagetin aja! Kerasukan setan?” semprot Citra yang hampir saja kehilangan keseimbangan membawa nampan itu kalau ia tak sigap menahan diri dari rasa terkejut. “Nih aku bawain sarapan buat Mbak. Mas Randu khawatir sama Mbak karena Mbak jarang ke restoran buat makan. Mbak diet?”

Mahira malas-malas menurunkan kaki. Membiarkan Citra menaruh nampan yang ternyata diisi mangkuk berisi bubur lengkap dengan kerupuknya di sudut ranjang.

“Bubur?” Mahira terkesiap kaget. Ada senang juga sebenarnya. Terutama ingatannya yang tiba-tiba diseret untuk mengingat sesuatu yang berhubungan dengan bubur dan Andra.

I Love You, ChefTempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang