Bab 128 Dasar Cowok Gak Sabaran!

197 3 0
                                    


Mahira menatap pantulan dirinya di cermin lengkap dengan hijab kuning keemasan melindungi kepalanya. Kebaya cokelat keemasan yang membalut tubuhnya membuat penampilannya semakin memesonakan mata. Bu Halimah sampai berulang kali memutar tubuh Mahira, menatapnya dari ujung kaki hingga ujung kepala dengan senyum mengembang.

“Cantik banget kamu, Nak ….” Ibu Halimah tak sungkan memuji. Ia tak bisa mengungkapkan betapa bahagianya bisa menyaksikan Mahira akhirnya akan segera dipinang orang. 

“Cantik karena dia dandan, Bu.”

Celetukan itu berasal dari Zahra yang entah sejak kapan berdiri di sana. Memasang wajah kusut dengan dua tangan terlipat. Masuk ke dalam kamar Mahira tanpa tersenyum sedikit pun.

“Andra sama keluarganya udah dateng tuh. Disuruh ke bawah sekarang sama Ibu.”

Mahira menangkap ketidaknyamanan hanya dari ekspresi sinis kakaknya. Tapi ia berusaha keras tetap tersenyum di depan Ibu meski sulit. 

Menaiki tangga perlahan, berpegangan pada ibu erat-erat demi meringankan perasaan grogi yang hinggal, Mahira juga sesekali mengedarkan pandangannya pada para tamu yang ternyata sudah memenuhi ruang tempat acara lamaran akan berlangsung. Di antara mereka tentu saja ia dapat dengan mudah menemukan Andra yang berbalut kemeja batik dengan warna senada dengannya.

Spontan keduanya saling melemparkan senyum, tapi Mahira buru-buru menunduk ketika melihat ke arah kakek yang melambai padanya. Terkejut bukan main. Ia juga sempat melihat Andra menyikut kakek yang langsung memasang wajah kusut.

Tepuk tangan meriah, percakapan hangat, sampai sesi foto bersama berlangsung tanpa halangan. Hampir semua yang hadir hanyut dalam suasana acara lamaran Andra dan Mahira, kecuali Zahra yang memilih mengasingkan diri di lantai dua sendirian. Hanya memerhatikan dari kejauhan acara pernikahan itu berlangsung.

“Andra akan menjadi adik iparku? Tidak mungkin!” Berulang kali ia merapal kalimat itu. Seperti pengingat akan kenyataan yang harus ia telan detik ini. “Kenapa harus Andra? Kenapa Mahira harus menikah dengan Andra? Kenapa harus dengan dia?”

Zahra meninju dinding pembatas dengan keras. Aksinya itu sempat ditangkap oleh Mahira yang sesekali mencuri pandang pada kakaknya yang memilh tak berbaur dalam acara lamaran tersebut. Hanya sempat mengikuti sesi foto sekali, lalu setelah itu pergi berlalu.

“Bagaimana rasanya melihat adikmu sendiri menikah dengan mantanmu? Bagaimana rasanya, Kak? Apa kamu sakit hati? Atau … kamu malah bahagia?” gumam Mahira dalam hatinya. Penuh emosi meluap. Antara bahagia dan juga bangga. “Aku ingin tahu, Kak! Bagaimana perasaanmu sekarang! Dan aku harap apa yang kamu rasakan saat ini sama seperti apa yang aku rasakan dulu ketika kamu menikah dengan Galang.”

Dua ujung bibir Mahira tersungging sempurna. Menatap satu per satu para tamu yang tampak bahagia berada di acara lamarannya dengan Andra.

Mahira bahagia sekali. Sangat. Tanpa ada satu kekurangan apapun.

***

“Jangan-jangan Chef Andra lupa, Mbak!”

Mahira seketika itu juga memasang raut wajah kusut. Ia sudah dibuat jengkel karena Andra tak kunjung menunjukkan batang hidungnya. Sudah dua jam dari jadwal yang disepakati. 

“Mending kamu diem aja deh, Cit. Gak usah ngomporin Mbak!”

Citra malah terkikik puas sekali. “Habisnya ngaretnya gak tanggung-tanggung! Dua jam loh, Mbak!” kata Citra penuh nada penekanan. Senang sekali menyudutkan Mahira sampai wajahnya panik begitu. “Lagian kenapa juga sih pake ngadain pernikahan di pulau. Itu sama aja kayak Mbak yang tetep capek sendiri! Mau nyewa WO sekalipun, kalau tempat pelaksanaan pernikahannya di tempat Mbak kerja, itu sama aja ngerepotin diri sendiri!”

I Love You, ChefTempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang