Bab 55 Mahira Pulang!

209 7 0
                                    

Mahira yakin, hanya dia yang akan pergi menuju dermaga Palapalove. Pak Supri tiba sambil membawa beberapa pengunjung. Tak banyak memang, tapi tetap saja butuh dilayani dengan baik. Mahira berharap selama kepergiaannya ini tak ada masalah apa pun di pulau. Sayangnya, ada sosok tak asing yang juga ikut menumpangi kapal ini.

"Kamu ngapain di sini?" tanya Mahira sengit pada Andra yang tiba-tiba masuk ke dalam kapal sambil menenteng ransel di tangan.

Andra tak tersenyum sama sekali. Tatapannya hanya lurus pada kapal yang membuat Mahira melipatgandakan kewaspadaannya kalau-kalau lelaki itu tiba-tiba saja berbuat hal aneh.

"Ikut kamu." Andra menjawab pendek.

Mahira membuang napas jengkel. Ia sempat menduganya dan ternyata tak meleset. "Kamu tuh bener-bener ngeselin yah, Dra." Mahira jengkel bukan main. "Kamu tuh keterlaluan banget tahu! Gak bisa apa kasih aku privasi dikit?"

"Tapi, Ra—"

"Keluar!" bentak Mahira kasar. Ia sampai menunjuk Andra dengan ujung jarinya. "Kamu gak perlu ngikutin aku! Gak peduli tujuan kamu apa ngikutin aku, aku gak mau satu kapal sama kamu sekarang juga! Keluar!"

"Hira, dengerin. Aku tuh cuma—"

"Keluar, Andra! " potong Mahira cepat. "Keluar aku bilang! Keluar sana! Pergi! Berhenti ngikutin aku!"

Mahira melotot tajam sambil mendorong tubuh Andra keluar dari dalam kapal. Ini kali kedua ia mendapatkan perlakukan seperti ini dari Mahira. Raut wajah yang penuh emosi, kemarahan, dan juga mata berkaca-kaca. Andra yang sudah siap dengan tas ranselnya terpaksa turun dari kapal bersama dengan kekecewaan dan rasa khawatir. Kapal yang membawa Mahira melesat begitu saja meninggalkan dermaga.

"Kamu mau ngikutin Bu Mahira, Chef?"

Andra tak menoleh. Dari suaranya saja Andra sudah bisa menebak siapa yang bertanya. "Ya," jawabnya pendek.

"Dia mau pulang ke rumahnya karena Ibunya sakit, kan?" Rangga sudah berdiri di samping Andra yang masih bergeming di tempatnya.

"Ya."

"Mahira butuh sendirian, Chef. Harusnya Chef mengerti kapan harus berada di samping dia dan kapan ngasih dia privasi. Saya pikir, jika kita mencintai seseorang, harusnya kita belajar memahami apa yang mereka butuhkan, bukan hanya yang kita inginkan, kan?"

Andra melirik sinis pada Rangga. Andra tak bodoh untuk tak memahami maksud dari perkataan si arsitek itu. Ia hanya sedang tak ingin diceramahi siapa pun terkait tindakannya.

"Gak usah sok tahu, Pak Rangga. Saya mengenal Mahira lebih dulu daripada Anda dan saya tahu apa yang dia butuhkan sekarang," sengit Andra.

Andra sedang tak butuh diceramahi, apalagi oleh orang asing seperti Rangga. Ia sudah cukup dibuat khawatir oleh kabar mengenai Ibu Halimah yang sakit. Mungkin orang lain mengira ia seperti ini hanya demi mengekori Mahira. Tapi bagi Andra, Bu Halimah yang sudah dikenalnya sejak menjadi pacar Zahra, sudah ia anggap seperti orang tuanya sendiri. Tindakannya ini murni karena kekhawatirannya pada Bu Halimah.

Tapi ia juga tak mau membuat suasana hati Mahira semakin semrawut kalau memaksa ikut dengannya. Andra menurut tapi pikirannya carut marut. Alhasil, seharian itu Andra tak bisa fokus pada pekerjaannya benar. Beberapa kali ia kedapatan melamun yang untung saja segera ditegur oleh Yogi dan Randu secara bergantian.

"Kalau lo butuh istirahat, lo bisa tenangin diri lo dulu, Dra. Biar gue yang handle dapur."

Randu bisa diandalkan. Yogi juga tak protes. Mereka malah merasa khawatir melihat raut wajah Andra yang kusut mesut.

"Beneran bucin sama si Mahira tuh dia?" Yogi tak tahan untuk tak berkomentar atas tingkah Andra yang sejak tadi sudah ganjil dan tak seperti biasanya. "Segitunya, Ran."

I Love You, ChefTempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang