Bab 58 Jadi Calon Suami Kamu

192 7 0
                                    

Bisnis katering Zahra kebanjiran pesanan!

Promosi yang ia lakukan di media sosial rupanya mendapatkan sambutan mengejutkan. Zahra sampai merekrut cukup banyak orang untuk menjadi pegawai Lapar Aja yang menjadi nama bisnis kateringnya ini. Rumah yang tadinya sepi mendadak ramai oleh kehadiran para pekerja. Niatan sejak awal untuk menghindarkan diri bersinggungan dengan mertuanya benar-benar tercapai.

Galang adalah saksi bisu perubahan bisnis katering Zahra. Ia sampai bingung sendiri harus menghentikan kesibukan Zahra yang semakin membuatnya jengah atau membiarkannya begitu saja seolah bukan hal penting. Di satu sisi, ia senang karena Mamah dan Papah tak lagi membicarakan hal buruk tentang Zahra. Justru mereka senang karena bisnis katering menantunya ini menjadi bahan pembicaraan heboh di sekitar perumahan. Tentu pembicaraan dalam hal positif.

“Ibu-ibu banyak yang suka masakan istri kamu, Lang. Mereka bilang rasanya mirip kayak masakan di hotel mewah. Belajar masak dari mana istri kamu itu? Bukannya sebelumnya Zahra sering gonta-ganti tempat kerja?”

Itu yang membuat Galang penasaran. Dari mana bakat memasak Zahra didapatkan? Sampai-sampai masakan disetarakan dengan menu di hotel mewah segala.

“Kamu sebelumnya pernah ikut kursus memasak, Ra?” tanya Galang saat istrinya tampak sibuk menuliskan sesuatu di ruang tamu. “Masak untuk banyak orang kayaknya butuh keahlian khusus deh.”

“Kan bertahap, Lang. Kamu juga tahu sendiri kan pesanan pertamaku ini dari tetangga yang jumlahnya kurang dari lima puluhan. Dari sana aku belajar memperkirakan bahan masakan yang dibutuhkan segimana kalau pesanan sekian ratus atau sekian puluh.”

“Tapi, kamu pasti punya pengalaman ngurusin pesenan kayak gini, Ra. Minimal, kamu pernah ikut kursus memasak apa gitu.”

Zahra mendadak diam. Cukup lama. “Aku belajar masak dari Andra.”

Giliran Galang yang ikut diam sekarang. Tak benar-benar diam karena ekor matanya langsung berpaling pada Zahra yang tampak tercenung cukup lama.

“Kamu belajar masak dari dia?”

Zahra mengangguk meski berat. Ini bukan hal yang menurutnya harus ia sembunyikan. Lagi pula, semua tentangnya dan Andra sudah berlalu, kan?

“Dulu, aku sama dia sering masak bareng. Kebanyakan sih Andra ngajarin aku beberapa menu masakan.” Zahra mengubah posisinya menatap Galang. “Tapi sebelumnya aku emang udah suka masak kok, Lang. Aku belajar dari Ibu sebenarnya. Andra cuma ngajarin hal-hal yang gak Ibu ajarin.”

“Oh … dia yang ngajarin kamu masak rupanya. Pantes sih kalau masakan kamu sampai dibilang punya rasa kayak masakan di hotel mewah. Belajarnya aja langsung sama chef.”

“Wah? Siapa yang bilang? Masa sih?”

“Ada pokoknya.”

Wajah Zahra tampak semringah. Ia kembali memusatkan perhatiannya pada kertas dan balpoin yang ternyata sedang ia gunakan untuk menuliskan bahan-bahan yang hendak ia beli. 

“Kalau uangnya udah cukup, aku rencananya mau sewa bangunan kosong samping rumah kita, Lang. Buat dijadiin dapur. Soalnya di rumah gak cukup dan bikin area yang bersih malah jadi kotor. Terus aku juga takut kalau ada tamu dateng, mereka risi lihat suasana rumah kita yang kotor.”

“Ditabung aja, Ra. Buat beli baju, perhiasan, atau apa gitu. Kok malah beli bangunan kosong?”

Zahra melirik Galang dengan mata memicing. “Kok kamu ngomongnya gitu sih, Lang? Kayak gak suka lihat usaha aku makin gede gini.”

“Aku bukannya gak suka, tapi takut kamu kebablasan. Terlalu fokus di kerjaan sampai lupa kewajiban di rumah.”

“Selama ini emang aku lalai sama kewajiban di rumah? Enggak, kan? Aku masih bikinin kamu sarapan, nemenin kamu makan, ada pas kamu pulang kerja juga, sampe nemenin kamu ngobrol sampe malem hari. Di mana letak aku lupa sama kewajibanku? Kamu jangan nuduh yang enggak-enggak dong, Lang.”

I Love You, ChefTempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang