Bab 89 Temani Aku

128 4 0
                                    


Dengan hati-hati Andra memasuki restoran Sawangsa Ayu itu, diikuti Mahira yang terus saja menjawil ujung bajunya dari arah belakang. Andra sudah protes agar Mahira lebih baik menggenggam tangannya, tapi perempuan itu langsung menolak mentah-mentah. Daripada kena semprot dan cekcok lagi, Andra memilih pasrah bajunya dijawil oleh Mahira dari arah belakang.

“Awas bajuku sobek! Aku gak mau telanjang dada kecuali di depan kamu.” Satu pukulan mendarat di punggung. Andra tak marah, tapi malah terkikik. “Sakit tahu, Ra!”

“Diem aja kalau gitu! Gak usah ngomong!”

Rentetan meja persegi dengan dua kursi mengelilinginya menyambut kehadiran keduanya. Semua bahannya terbuat dari kayu, berwarna cokelat gelap mengkilap yang memesonakan mata. Ukiran-ukiran pada meja dan kursi pun membuat Andra dan Mahira sampai membelalakkan mata. Nyaris tak mampu berkedip lagi.

“Silakan duduk di mana saja kalian ingin. Saya siapkan dulu pesanan kalian.”

Andra dan Mahira kompak mengangguk. Andra mengambil tempat duduk yang tak jauh dari pintu, sementara Mahira memilih mengikuti saja. Ia terlalu terpesona oleh dekorasi ruangan yang didominasi lukisan perempuan berpakaian serba hijau dengan rambut terurai.

“Dra, serius!” Mahira buru-buru memalingkan wajah menatap Andra. Ini lebih baik ketimbang lama-lama menatap lukisan di dinding itu. “Kamu bukan anak pembawa sial di keluarga kamu, kan?”

Andra nyaris marah kalau saja wajah kusut Mahira tak tampak lucu. “Waaahhh … keterlaluan banget sih omongan kamu, Ra. Aku bukan anak pembawa sial, tapi pembawa bencana,” jawab Andra malah mencandai. Kekehannya ditingkahi Mahira dengan satu delikan tajam.

“Aku serius, Andra!”

“Pertanyaan serius kamu tadi itu nyakitin hati kalau aku anggap serius, Mahira!” balas Andra tak mau terus-terus disudutkan. “Emang kenapa sih nyampe ngira aku pembawa sial?”

Andra mengangkat dua tangannya ke udara sebelum kemudian mengendusi ketiaknya satu per satu. Mahira yang melihat itu menatap jijik sambil berdecak sebal.

“Kamu ngapain sih? Jorok tahu!” omel Mahira sampai menutup hidungnya sendiri. Seolah aroma tak sedap sedang menguar di sekitarnya.

“Aku gak bau badan kok. Apa alasan kamu bilang aku pembawa sial?”

“Udah. Udah. Aku cuma asal ngomong aja tadi kok!” Mahira malas meladeni lelucon Andra yang sama sekali tak lucu. “Habis tiap aku sama kamu tuh, kita pasti ngalamin atau ketemu hal aneh. Itu dimulai sejak kamu bikin onar di pernikahan kakakku! Mau buktinya kalau kamu itu pembawa sial buat aku?”

Andra mendongakkan dagu, melipat dua tangannya di dada. “Coba sebutin!” tantangnya.

“Jadi bahan gosip di jagat maya, hampir celaka gara-gara fans fanatik, liburan pake motor nyampe telat pulang lagi ke pulau dan kena hukuman dari Pak Satya, tersesat di pulau tak berpenghuni, sampai detik ini nih kita malah masuk ke restoran misterius. Kamu gak ngerasa merinding apa sama suasana ini restoran? Mana pajang lukisan horor begitu lagi!” terang Mahira. Singkat tapi rinci.

Andra mangut-mangut seolah mengerti mendengarkan penjelasan singkat Mahira sambil membayangkan berapa banyak hal yang sudah mereka lalui selama ini.

“Bener juga, yah. Kok kita berdua tuh ngalamin hal aneh terus, yah?” Andra membenarkan penuturan Mahira. “Jangan-jangan kita jodoh lagi, Ra!”

“Jodoh dari mana yang tiap ketemu ketiban sial mulu? Aneh kamu!”

“Gak sial terus kok! Coba kamu ingat-ingat, ada banyak hal menyenangkan dibalik kejadian yang kamu anggap sial itu. Pertama, kamu jadi dikenal banyak orang yang akan membuat siapa pun gak akan berani culik kamu. Kedua, kamu jadi punya pengalaman baru di tempat kerja dengan bertemu para tamu berbagai karakter. Ketiga, kamu bisa ngerasain naik kapal pribadi gratisan. Keempat, kamu bisa ngerasain jalan-jalan pake motor yang bisa jadi sama karyawan lain gak dirasain karena nyewa motornya ini gak murah. Kamu juga gak bayar lagi! Aku yang bayarin!”

I Love You, ChefTempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang