Bismillahirrahmanirrahim.
Update on : 19 Juli 2023
***
Welcome to my imagination.
Vote sebelum baca dan tinggalkan komentar.
Happy reading.
Bagian 2
^^^
Waktu yang ditunggu akhirnya tiba. Selesai mengajar dan mengerjakan beberapa tugas deadline yang lumayan menguras pikiran, hingga membuat perutnya keroncongan mengingat sarapannya tadi pagi tak ia habiskan begitu juga dengan susu coklat yang sama sekali tak ia sentuh.
"Din, cari makan siang yuk! Laper nih," ajak Nara pada teman yang meja kerjanya tepat di samping kanannya.
Dini adalah dosen muda yang seumuran dengan Nara. Mereka cukup dekat, selain karena sama-sama masih muda, mereka juga sama-sama masih single. Hal itulah yang membuat mereka sangat akrab satu sama lain.
"Duhh, Ra. Duluan deh, aku masih sibuk nih," sahut Dini yang pandangannya masih fokus pada layar laptop di depannya.
"Jam istirahat ini, Din. Lanjutin nanti aja!" bujuk Nara.
"Enggak bisa, Ra. Aku harus cari gantinya pemateri buat seminar lusa,"
Nara terkejut, "Bukannya pemateri kemarin sudah fix?"
"Pematerinya nge-cancel, karena ada kepentingan mendadak di luar negeri," jawab Dini dengan muka lesu.
"Iya udah kalau begitu, aku duluan ya. Semangat, Din!"
Nara bergegas keluar ruangan dengan dompet beserta ponsel digenggamannya.
"Hei, Ra!"
Sebuah tangan menepuk halus pundak Nara yang sedang menikmati makan siangnya di kantin kampus. Orang tersebut turut duduk satu meja dengannya.
"Loh, katanya sibuk?" kening Nara berkerut.
"Alhamdulillah, udah nemu pemateri penggantinya. Sudah fix dan aku juga sudah kirim susunan acaranya ke beliau,"
Suasana kantin yang cukup ramai dengan hiruk-pikuk mahasiswa yang sedang menikmati jam istirahat. Begitu pula dengan dua orang gadis yang sedang menikmati menu makan siangnya di meja pojok kantin.
***
Nara baru saja menyelesaikan sholat asharnya di sebuah Masjid berkubah emas yang berada dalam lingkungan kampus tempatnya bekerja. Gadis berkerudung navy itu tengah sibuk merapikan mukenah yang ia pinjam dari pihak Masjid sebelum dimasukkan ke dalam susunan rak berbahan kaca yang terletak di bagian belakang Masjid.
Sesekali Nara mengalihkan pandangannya ke arah benda pipih yang ia letakkan di sampingnya. Sebuah ponsel yang ia harapkan muncul notifikasi jawaban dari permintaannya untuk dijemput pulang. Namun hingga ia sampai di teras Masjid, Altaf-sang sahabat yang tadi sudah berjanji akan menjemputnya pulang, belum juga menampakkan batang hidungnya.
Sembari memejamkan mata, Nara membuang napasnya pasrah. Dengan lesu gadis itu merapikan kerudungnya sebelum bangkit, sambil menenteng tas dan beberapa buku dalam genggamannya.
Nara berjalan dengan langkah lamban meninggalkan area Masjid. Baru berjalan beberapa langkah, ia dikagetkan dengan kehadiran seorang laki-laki yang muncul dihadapannya.
"Nara?" sapa lelaki itu.
Nara menelitinya dari atas hingga bawah. Tubuhnya tinggi tegap, rambut hitam pekat, kulitnya bersih, dan juga gigi gingsul yang menghiasi senyumannya.
"Siapa dia? Darimana dia tau namaku Nara?" batin Nara dengan kening berkerut.
"Kaffa, teman Dokter Altaf. Ini benar Nara kan?"
Luar biasa sekali usaha Altaf untuk menjodohkan Nara dengan sahabatnya, sampai-sampai ia mengambil tindakan sendiri tanpa persetujuan dari Nara.
Melihat Kaffa yang tampak menanti jawaban, Nara hanya mengangguk pelan dengan senyum tipis yang ia paksakan.
"Mau langsung pulang atau masih ada keperluan lain?" tanya Kaffa untuk memecah keheningan diantara mereka berdua.
"Langsung pulang aja,"
Kaffa berjalan mendahului Nara, setelah sampai di samping mobil Kaffa membukakan pintu untuk Nara. Usai memastikan Nara duduk dengan nyaman, Kaffa mengitari mobil dan duduk di kursi kemudi.
"Maaf kalau kamu merasa kurang nyaman, saya tadi hanya dimintai tolong sama Altaf untuk jemput kamu karena dia masih ada jadwal operasi,"
Kaffa akhirnya buka suara setelah sekian lama mereka berdua hanya diam, dengan posisi Nara yang sejak tadi hanya menatap ke arah jendela luar.
Mendengar penuturan Kaffa, hati Nara kembali tersayat. Bahkan sepertinya Altaf sudah mengatur rencananya sebaik mungkin untuk mempertemukannya dengan Kaffa. Lantas mengapa tadi pagi dia berjanji bahwa dia yang akan menjemput Nara sendiri. Nyatanya sekarang, bukan Altaf yang menjemputnya melainkan lelaki itu. Terbersit rasa kecewa dihati Nara, lelaki yang selama ini ia banggakan dan sudah lama mengisi hatinya, ternyata membuat sebuah kebohongan. Nara yakin, jika sudah berani sekali berbuat bohong maka akan timbul kebohongan selanjutnya.
***
Jangan lupa vote dan berikan komentar
Terima kasih yang sudah membaca
Yuk berteman di Instagram!
By: elvirarismasita
![](https://img.wattpad.com/cover/346591366-288-k763094.jpg)
KAMU SEDANG MEMBACA
Kinara dan Luka (On Going)
Teen FictionTakdir itu terkadang memang tidak sesuai dengan apa yang kita harapkan, mau tidak mau kita harus memilih jalan ikhlas untuk ditempuh. Ikhlas memang tidaklah mudah, sebagaimana kita membalikkan telapak tangan. Namun jika tidak ikhlas maka akan lebih...