Bagian 60

85 3 2
                                    

Bismillahirrahmanirrahim.

Update on : 23 September 2024

***

Welcome to my imagination.

Vote sebelum baca dan tinggalkan komentar.

Happy reading.

Bagian 60


^^^
Nara menuruti perintah Jihan untuk mengantarkan makanan buat suaminya. Sementara Jihan di kamar sedang ditemani oleh Hanum yang baru saja tiba diantar oleh Husain.

Saat hendak mengetuk pintu ruangan Altaf, samar-samar terdengar suara orang sedang mengobrol di dalam. Karena takut mengganggu akhirnya Nara mengurungkan niatnya dan memilih turun untuk menuju bagian resepsionis. Saat tiba di meja resepsionis Nara kaget karena bukan Dinda yang bertugas pagi ini.

"Selamat pagi, bu. Ada yang bisa saya bantu?" sapa gadis berkulit sawo matang dengan kerudung yang melilit lehernya seperti mencekik diri sendiri.

"Dokter Altafnya sedang ada tamu ya mbak?" tanya Nara.

"Benar ibu, istrinya Dokter Altaf sedang berkunjung. Apakah ibu sudah janjian sebelumnya?"

Degh!

Penuturan petugas resepsionis itu berhasil menyayat hati Nara, sepertinya dia karyawan baru sehingga tidak tahu jika yang berhadapan dengannya sekarang adalah istri dari Dokter Altaf. Matanya sudah memanas, bulir air mata siap untuk mengalir di pipinya. Ia menitipkan makanan untuk Altaf pada gadis tersebut lalu segera pergi dari tempat itu. Entah kenapa akhir-akhir ini Nara susah sekali mengatur emosinya, mungkin karena tamu bulanannya mau hadir.

Ia memilih duduk di kursi yang ada di taman rumah sakit. Menenangkan pikirannya, karena semenjak ia mendengar perkataan dari gadis resepsionis tadi banyak sekali bisikan-bisikan setan yang mulai mencoba untuk menghasut dirinya. Astaghfirullah!
_____

Altaf sedang berkutat dengan beberapa lembar rekam medis milik pasien. Terdengar sebuah ketukan pintu dari luar.

"Masuk!" pinta Altaf dengan matanya yang masih fokus pada kertas-kertas di meja.

"Mas?"

"Sayang, kam-" Altaf tercengang melihat siapa yang hadir di hadapannya saat ini. Ia pikir perempuan itu adalah Nara.

"Ada urusan apa kamu disini?" sinis Altaf dan kembali fokus dengan pekerjaannya.

"Aku mau menyelesaikan urusan kita yang dipaksa selesai, bahkan sebelum dimulai." tutur gadis bercadar yang berdiri di hadapan meja kerja Altaf.

"Kita? Maksud kamu?"

Gadis itu mendekat dan duduk di kursi yang berhadapan langsung dengan Altaf tanpa permisi terlebih dahulu. Ia tampak mengambil sesuatu dari dalam tasnya. Sebuah benda pipih bersampul biru langit dan juga putih dengan ukiran latin di bagian depannya.

"Mas Altaf pasti tidak asing dengan benda ini kan?"

Altaf sangat kenal sekali dengan benda tersebut, buku diary milik sahabat kecilnya yang saat ini sudah menjadi istrinya-Nara. Sebuah buku yang selalu menemani perjalanan hidup Nara, meskipun Altaf tidak mengetahui apa saja yang ditulis oleh Nara di dalam buku tersebut.

"Darimana kamu dapatkan diary ini?"

Terdengar isak tangis dari gadis yang sedang duduk di hadapan Altaf. Altaf semakin dibuat bingung olehnya. Dan perlahan gadis itu membuka cadarnya, sontak membuat mata Altaf membola. Ia tak menyangka dengan sosok yang ia lihat di hadapannya sekarang.

"Vio?!" lirih Altaf.

Flashback on!

Kamar Viola sudah dihiasi dengan berbagai macam bunga yang cantik dan menawan. Esok hari adalah hari dimana ia akan menjadi seorang istri dari Altaf Firdausy. Lelaki tampan yang memiliki sejuta pesona bagi setiap perempuan yang memandangnya.

Terdengar suara pintu kamar Viola terbuka, memunculkan sosok gadis cantik dengan kerudung panjangnya tersenyum ke arah Viola yang sedang duduk bersandar di ranjang.

"Viola belum tidur? Boleh kakak masuk?" izin Nara pada Viola.

"Boleh, masuk aja kak!"

Viola menggeser tubuhnya menyisakan ruang agar Nara duduk di sebelahnya.

"Ada apa kak? Sepertinya ada hal penting yang mau dibicarakan?" tanya Viola.

Nara tak menjawab apa-apa, ia hanya menyodorkan sebuah buku bersampul biru langit dengan tulisan latin membentuk sebuah inisial 'KRH'.

"Aku menulis apapun dalam buku ini, semua hal yang terjadi dalam setiap perjalanan hidupku. Semuanya ada disini, termasuk dia." hening sejenak.

"Hanya buku ini yang tahu bagaimana aku menyimpan rapi perasaanku selama ini padanya. Hingga tak ada satu orang pun yang sadar akan hal ini."

"Kakak mencintai seseorang diam-diam?" tutur Viola memastikan.

Nara mengangguk, "Tapi sepertinya sekarang aku sudah tidak sanggup menyimpannya sendirian. Dan aku tidak bisa jika harus melihatnya bersama orang lain, apalagi nanti jika harus satu atap dengannya sekaligus istrinya."

Setelah mengatakan itu, Nara pergi dari kamar Viola dengan meninggalkan buku diarynya.

Flashback Off!

"Aku pergi di hari pernikahan kita bukan karena keinginanku sendiri. Tapi itu semua atas permintaan Kak Nara dan keluarganya."

Altaf masih membaca setiap lembar buku diary milik Nara, tanpa terasa air matanya menetes satu per satu.

"Selama ini aku sengaja sembunyi, bahkan aku merubah penampilanku juga atas permintaan mereka agar mas tidak bisa menemukan aku."

"Mereka juga yang memintaku untuk menulis surat itu, agar seolah-olah aku pergi atas kehendakku sendiri."

"Dan mereka juga memberiku uang berapa pun asalkan aku bisa menghilang dari kehidupan Mas Altaf."

"Cukup, Vio!" tegas Altaf mengusap wajahnya kasar.

"Maaf jika selama ini aku terlalu pengecut untuk mengakui ini semua pada mas. Sekarang aku nggak bisa bohongi diri aku sendiri mas," jeda sepersekian detik. "Aku mencintaimu, Dokter Altaf Firdausy."

Duarrr!!

Bagai petir di siang bolong, pengakuan dari mulut Viola semakin membuat hati Altaf terasa sakit. Ia tidak tahu penyebab dari rasa sakit dalam dadanya itu. Sakit karena membaca isi dari diary tersebut atau sakit karena mendengar pengakuan dari Viola. Altaf tidak bisa mendefinisikan perasaannya saat ini, suasana hatinya sangat kacau. Ingin rasanya ia menghilang dari bumi saat itu juga.

"Aku mohon tinggalkan saya sekarang!" lirih Altaf seperti tak memiliki tenaga lagi.

Viola merapikan kembali cadarnya sebelum benar-benar pergi meninggalkan ruangan Altaf.

Kaffa yang baru saja keluar dari ruangannya kaget saat melihat ada seorang gadis bercadar yang sedang menangis baru saja keluar dari ruangan di sebelahnya, tepatnya ruang kerja milik Altaf.

Baru saja Kaffa ingin mencari tahu apa yang terjadi sebenarnya, namun badannya menabrak Altaf yang baru saja akan keluar dari ruangannya.

"Kebetulan, minta tolong handle dulu ya. Aku ada urusan sebentar." tutur Altaf.

Baru saja mau membuka mulutnya untuk berbicara, namun Altaf sudah pergi begitu saja tanpa permisi.

"Pasti ada yang nggak beres," Kaffa berdialog seorang diri.

***

Jangan lupa vote dan berikan komentar

Terimakasih yang sudah membaca

Yuk berteman di Instagram!


Kinara dan Luka (On Going)Tempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang