Bismillahirrahmanirrahim.
Update on : 07 Oktober 2023
***
Welcome to my imagination.
Vote sebelum baca dan tinggalkan komentar.
Happy reading.
Bagian 23
^^^
Kini Nara duduk di depan meja rias. Menatap pantulan wajahnya yang sudah berbalut make up di cermin. Ia tak bisa memahami perasaannya sendiri sekarang, entah ia harus bahagia atau justru sebaliknya. Sesaat terlintas bayangan Kaffa dipikiran Nara. Bagaimana dengan lelaki itu, jika dia mengetahui hal ini. Bukankah hari ini dia turut hadir menjadi saksi dalam hari bahagia sahabatnya, Altaf.
Cukup!
Membayangkannya saja membuat Nara merasa bersalah dengan lelaki itu. Ia merasa menjadi perempuan paling jahat, perempuan egois yang hanya mementingkan perasaannya sendiri. Lantas ia juga memikirkan bagaimana jika suatu hari nanti Viola kembali hadir dikehidupan mereka.
"yaAllah..." Nara menghembuskan napas kasar.
Jihan masuk ke kamar Nara diikut oleh Hanum di belakangnya. Jihan menatap Nara dengan tatapan tak terdefinisikan, antara bahagia dan sedih. Sejujurnya Jihan berat hati menyetujui permintaan keluarga Husain yang menjadikan Nara sebagai pengganti Viola. Karena bagaimana pun menikah bukanlah hal mudah. Tetapi Jihan percaya, Altaf adalah sosok yang patut dijadikan sebagai seorang imam untuk putrinya.
"Nak, kamu yakin dengan jalan yang akan kamu ambil?"
Sekilas Nara memandang ke arah Hanum yang sejak tadi menatapnya dengan tatapan sendu. Detik selanjutnya Nara menatap Jihan yang tampak berkaca-kaca, lalu menarik tubuh mungil putrinya ke dalam pelukannya sambil menangis. Entah menangis bahagia atau justru sebaliknya.
"Semoga kamu selalu dalam lindungan Allah, nak. Semoga ini menjadi keputusan terbaik, dan membawamu dalam keberkahan. Mama bahagia siapa pun yang akan menjadi pilihanmu." tutur Jihan di bahu putrinya.
"Umi bahagia sekali akhirnya harapan umi untuk menjadikanmu menantu umi terwujud," ucap Hanum yang tampak habis menangis karena matanya yang sedikit basah.
Nara merasa terharu, karena orang-orang disekelilingnya mendukung keputusan yang ia ambil. Meski banyak hal yang membuat Nara merasa salah mengambil keputusan ini.
"Kita turun yuk!" ajak Hanum.
Nara menganggukkan kepala. Mereka menuju lantai dasar yang sudah ditunggu oleh banyak undangan. Gaun putih berhiaskan kain tile dan juga mutiara dilengkapi dengan kerudung pashmina menutup dada juga mahkota kecil yang bertengger di puncak kepala Nara, semakin memperanggun penampilan gadis itu.
Sepanjang menuruni tangga, tak berhenti mulut Nara merapalkan Sholawat untuk menghilangkan rasa gugup yang melanda.
"Jangan gugup, baca Bismillah dan Sholawat selama acara akad berlangsung," saran Jihan yang di balas anggukan kepala dan juga senyuman oleh Nara.
Nara mengedarkan pandangannya, puluhan tamu sudah hadir dan duduk menunggu acara akad yang akan berlangsung. Jantungnya berdebar hebat saat Jihan menuntun Nara duduk di tempat yang tidak jauh dari Altaf. Senyum tipisnya tak dapat ia tahan, ada secercah kebahagiaan yang Nara rasakan saat ini. Seorang lelaki yang selama ini ia cintai diam-diam, sebentar lagi akan mengucap qobul atas nama Nara.
Sebelum akad dimulai, Husain memberikan sambutan permohonan maaf karena acara yang dilaksanakan tidak sesuai dengan apa yang tertulis di undangan. Nara berusaha menutup rapat telinganya mendengar para tamu undangan yang berbisik mengatakan bahwa Nara hanyalah sebagai pengantin pengganti. Walau bagaimanapun omongan mereka ada benarnya, namun ia yakin tidak ada sesuatu yang terjadi di dunia ini diluar kendali Allah. Ia harus hadapi, apapun resikonya karena yang mendapat cibiran bukan hanya dirinya, melainkan kelurganya maupun keluarga Altaf.
Kala Nara mendongakkan kepala, tak sengaja ia menangkap sosok lelaki yang tampak sedang berusaha ikhlas dari sorot matanya. Lelaki bergigi ginsul itu terlihat memaksakan senyumnya saat sadar bahwa Nara sedang menatapnya.
"Bismillahirrahmanirrahim,," ucap Irwan dengan menjabat tangan Altaf. "Saya nikahkan dan kawinkan engkau, Altaf Firdausy bin Husain dengan putriku, ananda Kinara Romeesha Hauf binti Irwan Hauf dengan mas kawin cincin berlian, uang tunai sebesar enam juta seratus dua ribu dua puluh tiga rupiah, dan seperangkat alat sholat dibayar tunai."
Hening...
Altaf tak kunjung buka suara. Sepuluh detik, dua puluh detik, Altaf masih terdiam dengan menjabat tangan Irwan. Gugup, cemas, deg-degan menyelimuti hati Nara. Ia menoleh ke arah Jihan yang duduk di sampingnya, Jihan hanya tersenyum sambil mengeratkan genggamannya di jemari putrinya. Mungkinkah Altaf akan berubah pikiran? Dan memilih membatalkan pernikahan ini?
Detik selanjutnya Nara melirik ke arah Hanum, dari raut wajahnya tampak khawatir. Begitupun dengan para saksi dan para undangan. Karena tidak kunjung ada jawaban dari Altaf, Irwan memutuskan untuk mengulang ijabnya.
Jeda beberapa detik, "Saya terima nikah dan kawinnya,,"
Lega...ya perasaan itulah yang saat ini Nara rasakan, Altaf mulai mengucapkan qobulnya.
"Kinara Romeesha Hauf binti Irwan Hauf dengan mas kawin tersebut dibayar tunai," Altaf memang mengucapkannya dengan sekali hembusan napas, namun terdengar intonasi yang cukup berat dari suaranya.
"Bagaimana para saksi?"
"SAH!!"
"Alhamdulillah,," ucap syukur dari semua orang yang hadir pada acara pagi itu.
Kalimat yang mampu mengguncang Arsy sudah terucap, disaksikan para malaikat dan juga manusia. Sebuah ikrar janji seorang Altaf di hadapan Allah SWT untuk menjaga dan menuntun Nara ke surga-Nya.
Selanjutnya penghulu membacakan doa. Kini Nara sudah resmi menjadi istri dari Altaf Firdausy, kaum adam yang selama ini telah ia cintai secara diam-diam. Nara berharap bisa menjadi makmum yang baik untuknya, dan bisa bersama-sama menuju surga-Nya.
Aamiin ya Rabbal alamiin...
___
Jangan lupa hadir diacara resepsinya Altaf sama Nara ya guys🥰
Ditunggu kehadirannya....***
Jangan lupa vote dan berikan komentar
Terima kasih yang sudah membaca
Yuk berteman di Instagram!
By:elvirarismasita
KAMU SEDANG MEMBACA
Kinara dan Luka (On Going)
Novela JuvenilTakdir itu terkadang memang tidak sesuai dengan apa yang kita harapkan, mau tidak mau kita harus memilih jalan ikhlas untuk ditempuh. Ikhlas memang tidaklah mudah, sebagaimana kita membalikkan telapak tangan. Namun jika tidak ikhlas maka akan lebih...