Takdir itu terkadang memang tidak sesuai dengan apa yang kita harapkan, mau tidak mau kita harus memilih jalan ikhlas untuk ditempuh. Ikhlas memang tidaklah mudah, sebagaimana kita membalikkan telapak tangan. Namun jika tidak ikhlas maka akan lebih...
^^^ Sudah hampir satu bulan Nara meninggalkan rumah. Baru kali ini Altaf merasa sangat merindukan gadis itu. Ia membuka kamar tamu yang sempat di tempati oleh Nara saat bertengkar dengannya waktu itu. Kamar itu tampak sunyi, seperti suasana hati Altaf saat ini.
Altaf baru menyadari bahwa hidupnya hampa tanpa hadirnya Nara di sampingnya. Semua kenangan manis bersama gadis pemilik mata hazel itu berputar dalam ingatannya.
"Bagaimana kabarmu sekarang? Apakah kamu baik-baik saja." Altaf berdialog dengan diri sendiri.
Ia meraih sebuah kerudung yang tergantung di rak, "Aku rindu, Ra." Altaf mencium kerudung Navy milik Nara.
"Andai saja kamu tidak melakukan hal itu pada Vio, mungkin sekarang kita sudah hidup bahagia."
Altaf kembali terbayang dengan wajah Viola yang menangis terisak menceritakan kejadian yang sebenarnya kala itu. Ia bingung mengartikan perasaannya sendiri. Ia kecewa dengan Nara, namun terbersit rasa tak ingin kehilangan. Disisi lain ia juga merasa bersalah terhadap Viola atas keputusannya waktu itu yang menyetujui untuk menjadikan Nara sebagai pengganti.
"Aarghhh!" Altaf mengacak rambutnya frustasi.
Jika seperti ini, apakah ia harus memadu mereka? Lantas bisakah ia berlaku adil di antara keduanya layaknya Rasulullah SAW terhadap istri-istrinya?
"Hamba harus bagaimana yaAllah?!"
Ponsel yang ada dalam saku celananya berdering, menandakan ada sebuah panggilan masuk. Ia merogoh benda pipih itu lalu menggeser panel hijau yang mengambang di layar.
Kaffa calling📞
"Assalamu'alaikum, ada apa?"
"Wa'alaikumussalam, nanti malam ada waktu nggak? Ada hal penting yang mau gue bicarain sama lo."
"Soal?"
"Pokoknya penting, kita harus ngobrol berdua."
"Oke di tempat biasa, habis isya."
Altaf memutus teleponnya setelah mengucapkan salam. Ia tak langsung meletakkan ponselnya kembali. Jarinya bergerak mencari menu galeri yang ada di ponselnya. Ia membuka album yang menampilkan foto serta video tentang dirinya dan juga Nara dari semenjak mereka masih menjadi sahabat. Tak terasa tercetak lengkungan sabit di bibirnya.
"Dulu kita sedekat ini, Ra. Bahkan soal baju aja kita sering couple-an"
Layar ponselnya menampilkan sebuah foto dua insan yang sedang duduk berdua di sebuah cafe setelah lelah mencari buku yang mereka butuhkan.
Ups! Gambar ini tidak mengikuti Pedoman Konten kami. Untuk melanjutkan publikasi, hapuslah gambar ini atau unggah gambar lain.