Bagian 64

32 2 0
                                    

Bismillahirrahmanirrahim.

Update on : 03 November 2024

***

Welcome to my imagination.

Vote sebelum baca dan tinggalkan komentar.

Happy reading.

Bagian 64


^^^
Nara terdiam, menanti Aya melanjutkan pembicaraannya. Aya pasti mulai curiga dengan sikapnya yang menolak untuk memberi kabar pada Altaf perihal kondisinya saat ini.

"Tadi dokter berpesan pada Aya, katanya Kak Nara nggak boleh stress. Aya paham sekali, dokter nggak mungkin berpesan seperti itu kalau Kak Nara tidak sedang mengalami hal itu."

Semua kejadian yang tadi Nara lihat kembali berputar di kepalanya. Rasa sakit kembali melanda, ia memukul dadanya yang terasa sesak. Isak tangis Nara yang terdengar memilukan mulai memekakkan telinga Ayana. Detik selanjutnya Ayana mendekap tubuh Nara yang bergetar.

"Permisi, pasien atas nama Bu Kinara?" ucap seorang perawat yang tiba-tiba masuk ke dalam bilik perawatan Nara.

Pelukan itu terlepas secara paksa. "Iya benar." Jawab Ayana mewakili Nara yang masih terisak.

"Hasil pemeriksaan Bu Nara sudah keluar, bu." perawat tadi menyerahkan sebuah amplop putih dengan logo rumah sakit di depannya.

Aya menerima amplop tersebut, tak lupa ia mengucapkan terima kasih sebelum perawat itu pergi meninggalkan mereka berdua. Nara meminta amplop tersebut dari tangan Aya. Saat membaca hasilnya, mimik wajah Nara tak bisa diartikan namun tampak ada kesedihan yang mendalam dari sorot matanya.

"Kak?" panggil Aya pelan yang melihat Nara terdiam melihat hasil pemeriksaan dengan air mata yang semakin deras.

Nara menatap Aya dengan tatapan penuh kepedihan, lalu ia menghambur memeluk perut Aya yang berdiri di hadapannya.

Aya mengusap lembut punggung Nara, berharap hal itu bisa membuat Nara perlahan tenang. Aya meraih selembar kertas yang ada dalam genggaman Nara, dan perlahan mulai membaca hasilnya dengan seksama.

"Kenapa ini terjadi disaat kami akan berpisah?" lirih Nara dengan suara serak karena kebanyakan menangis.

Mata Aya membola seakan mau lepas dari tempatnya, ia kaget mendengar penuturan Nara perihal hubungannya dengan Altaf.

"Kak Nara dan Kak Altaf mau cerai? Kenapa? Bukannya kalian baik-baik saja selama ini, lagian juga Kak Nara dan Kak Altaf tahu kalau Allah sangat membenci perceraian." tanpa sadar air mata Aya turut menetes saat melihat kondisi Nara yang tampak sangat terluka.

"Apa nggak bisa dicari jalan keluar yang lain selain cerai?"

Nara menggeleng, ia tak tahu harus berkata apa lagi. Dadanya benar-benar sesak, seakan tak ada lagi oksigen yang bisa dia hirup.

"Iya sudah kita pulang yuk, kita obrolin ini semua di rumah." ajak Ayana.

"Papa Mama nggak tahu kalau kami akan berpisah, mereka hanya tahu kalau aku dan Mas Altaf hanya bertengkar biasa." jelas Nara ditengah isaknya.

"Kak Nara mohon sama Aya, jangan sampai ada yang tahu soal hasil ini ya. Cukup hanya kita saja yang tahu. Kakak mohon.."

Melihat Nara memelas seperti itu membuat Aya mau tidak mau harus menuruti permintaannya.

"Tapi kakak janji bakal ceritain semuanya sama Aya." Nara hanya mengangguk.

Kemudian Aya merogoh ponselnya dari dalam tas, menghubungi orang tuanya untuk meminta izin bahwa malam ini ia akan menginap di rumah Nara. Setelah mendapatkan izin, Aya mengakhiri teleponnya dan membawa Nara pulang ke rumahnya.

Kinara dan Luka (On Going)Tempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang