Bagian 10

414 18 3
                                    

Bismillahirrahmanirrahim.

Update on : 30 Juli 2023

***

Welcome to my imagination.

Vote sebelum baca dan tinggalkan komentar.

Happy reading.

Bagian 10

^^^

Berbagai hiasan dinding khas acara ulang tahun sudah terpasang dengan benar. Beberapa makanan dan minuman sudah tertata di meja makan, Nara meletakkan kue ulang tahun buatannya khusus untuk Hanum di meja ruang tamu. Hanum melihat Nara yang sibuk mempersiapkan acara hanya tersenyum haru, Nara benar-benar seperti anaknya sendiri.

"Assalamu'alaikum," salam Altaf yang dijawab serentak oleh Nara dan Hanum.

"Kamu ngapain disini, Ra?" tanya Altaf pada Nara yang sibuk memasang lilin pada kue.

"Kurasa kamu perlu ke dokter mata deh, sepertinya matamu rabun Tap!" ketus Nara.

"Sudah tau aku ngapain, masih aja tanya," omel Nara.

"PMS bukkk,,dia kenapa sih mi?" tanya Altaf sambil mencium punggung tangan Hanum.

"Lagian kamu juga, sudah tau Nara lagi pasang lilin ulang tahun masih ditanya."

Altaf menyerahkan bingkisan yang sudah ia beli khusus untuk hadiah ulang tahun uminya. Kemudian ia bergegas menuju kamarnya untuk bersih-bersih sekalian Sholat Ashar. Sebelum masuk kamar, ia berpapasan dengan Viola yang baru saja keluar dari arah dapur dengan membawa nampan yang berisi beberapa toples kue kering. Altaf hanya tersenyum simpul ke arah Viola yang juga turut tersenyum menyapa Altaf.

"Astaghfirullah,," Altaf buru-buru menutup pintu kamarnya, karena tak ingin berlama-lama larut ke dalam godaan setan melalui Viola.

Setelah menunaikan Sholat Maghrib, semua yang hadir dalam acara makan malam di rumah Husain sudah berkumpul di meja makan. Termasuk orang tua Nara yang pastinya turut hadir dalam acara makan malam ulang tahun Hanum.

Usai makan malam, para keluarga berpindah ke ruang tamu untuk ngobrol santai sambil menikmati beberapa kue yang telah Hanum hidangkan. Tersisa Nara dan juga Altaf yang masih menikmati makan malam mereka.

"Ra, kamu ada perasaan sama aku?"

Celetuk Altaf yang berhasil membuat Nara tersedak makanan yang baru saja ia kunyah dalam mulutnya. Altaf menyerahkan segelas air untuk Nara,"Pelan aja kali makannya. Masih banyak tuh!" kekeh Altaf yang seakan tak menyadari alasan Nara tersedak.

"Kamu kenapa tiba-tiba tanya seperti itu?" tanya Nara setelah meneguk segelas air yang diberikan Altaf.

Nara kaget, darimana Altaf tau tentang perasaannya. Perasaan yang sudah berusaha ia simpan rapi dalam hatinya tanpa ada seorang pun yang tau kecuali hanya dirinya dan Allah. Namun apakah sekarang adalah waktunya perasaan itu harus terbongkar, itu artinya usaha Nara menutupinya selama ini berakhir sia-sia.

"Kaffa yang bilang, masak iya dia bilang kalau kamu ada perasaan sama aku. Ngaco kan?!"

"Darimana Kak Kaffa tau perihal perasaan ini?" batin Nara.

"Lalu kamu percaya?" lirih Nara.

Ketawa Altaf pecah, "Jelas enggak lah,"

Nara menghembuskan napas lega, Allah masih mengizinkan ia menyimpan perasaannya itu sendiri. Nara masih belum siap dengan resiko selanjutnya jika perasaannya benar-benar harus terbongkar. Ia takut nasib hubungan persahabatannya dengan Altaf akan hancur. Untuk saat ini biarlah Nara menikmati sendiri perasaan itu, tanpa berharap lebih mendapat balasan dari Altaf.

"Raaa," panggil Altaf yang menyadarkan Nara dari lamunannya.

"Eh iya hehe." Jawab Nara sekenanya.

"Kamu lanjut makannya, aku mau beresin dulu yang lain." Pinta Nara pada Altaf yang masih menghabiskan makanan yang ada di piringnya.

"Jangan diberesin dulu, bentar lagi Kaffa datang biar dia sekalian makan," ucap Altaf yang berhasil membuat Nara kaget.

Entah apa rencana Altaf selanjutnya, namun Nara akui jika usaha Altaf untuk menjodohkannya dengan Kaffa benar-benar serius. Bersama dengan Altaf sejak kecil membuat Nara sangat hafal jika Altaf sudah memiliki suatu keinginan ia akan berusaha melakukan segala cara untuk mewujudkan keinginannya. Ia takut jika dibiarkan seperti ini akan menyakiti perasaan Kaffa, tapi tunggu! Bukannya perasaan Nara sendiri juga tersakiti.

Terdengar ucapan salam dari arah ruang tamu yang sudah jelas siapa yang datang. Setelah memberi ucapan selamat kepada Hanum, Kaffa bergegas menghampiri Altaf yang masih duduk di meja makan.

"Panjang umur, baru aja diomongin. Duduk bro makan dulu!" ajak Altaf.

Kaffa mengedarkan pandangannya ke seluruh sudut ruangan, mencari sosok yang beberapa hari ini sudah berhasil mengusik pikirannya. Altaf yang seakan tau gerak-gerik sahabatnya, menepuk pundak Kaffa.

"Tenang aja, dia masih di dapur. Lagi bikin minuman buat Lo," bisik Altaf yang tidak mendapat respon apapun dari Kaffa namun hatinya merasa lega.

Nara keluar dari arah dapur dengan membawa segelas jus jeruk di atas nampan. Kaffa menoleh ke samping begitu sadar ada seorang gadis yang sejak tadi ia cari berdiri di sampingnya meletakkan segelas jus untuknya.

Perhatian Kaffa teralih menatap Nara yang tersenyum hangat kepadanya, "Silahkan minumnya kak!"

Kaffa hanya mengangguk dengan buru-buru memutus tatapannya pada Nara. Jantungnya berdetak lebih cepat dari biasanya kala melihat senyum itu. Mungkinkan perasaan Kaffa untuk Nara sudah mulai tumbuh?

"Berhubung sudah ada Nara, gue ke depan dulu ya bro." pamit Altaf pada Kaffa.

"Ra, temenin dulu ya. Aku mau temenin Viola di depan," ucap Altaf dengan alisnya yang naik turun, menggoda Nara.

"Selamat menikmati waktu berdua," bisik Altaf pada Kaffa sebelum berlari ke ruang tamu.

Nara hanya duduk terdiam menemani Kaffa yang sedang menikmati makannya. Tidak ada yang berani buka suara diantara mereka. Kaffa yang sibuk mencari topik pembicaraan, sedangkan Nara yang merasa tidak nyaman dengan posisi seperti ini.

"Apa kabar, Ra?"

Hanya itu yang keluar dari mulut Kaffa, ia sudah susah payah berusaha mencari topik pembicaraan namun hasilnya nihil. Hingga hanya pertanyaan itu yang keluar.

"Alhamdulillah, Kak Kaffa sendiri bagaimana?" Nara balik bertanya.

"Alhamdulillah juga,"

Kaffa lelaki yang nyaris sempurna. Selain karena fisik, akhlaknya juga patut dipuji. Lelaki yang begitu tampan menjadi idaman gadis-gadis di luaran sana. Bahkan selain Altaf, Kaffa juga menjadi salah satu topik perbincangan dikalangan para pegawai rumah sakit tempat mereka bekerja.

"Maaf kak, Nara mau cuci piring dulu di dapur." alibi Nara untuk keluar dari zona yang membuatnya merasa sangat tidak nyaman.

Kaffa hanya mengangguk samar, tampak raut wajah yang berubah saat mendengar ucapan Nara. Jujur Kaffa masih ingin berlama-lama dengan Nara, namun ia tidak bisa memaksakan keinginannya.

***

Jangan lupa vote dan berikan komentar

Terima kasih yang sudah membaca

Yuk berteman di Instagram!

By:elvirarismasita

Kinara dan Luka (On Going)Tempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang