Bismillahirrahmanirrahim.
Update on : 16 Agustus 2023
***
Welcome to my imagination.
Vote sebelum baca dan tinggalkan komentar.
Happy reading.
Bagian 11
^^^
Suara ketukan pintu kamarnya berhasil mengalihkan perhatian Nara dari sebuah novel yang sedang ia baca. Saat pintu terbuka, tampak Jihan yang sedang berdiri di ambang pintu. Nara mengakhiri kegiatan membacanya, lalu meletakkan novel dalam genggamannya di atas nakas.
"Mama boleh masuk?" izin Jihan sebelum benar-benar melangkahkan kakinya memasuki kamar putrinya.
Nara mengangguk sambil tersenyum ke arah Jihan, "Ada apa, Ma?" tanya Nara pada Jihan yang kini sudah duduk di sampingnya.
"Gimana nak? Ada yang pengen diceritain ke mama nggak?"
Nara mengernyitkan dahinya, "Cerita soal apa, Ma?" mendadak bingung dengan pertanyaan Jihan.
"Tentang Kaffa mungkin,"
Nara tertegun dengan mata yang membulat, "Altaf sudah cerita ke mama?" tebak Nara lirih.
Jihan mengangguk sambil meraih tangan putrinya untuk ia genggam, "Jika memang ia yang terbaik, mama sama papa akan dukung. Minta petunjuk, jangan gegabah mengambil keputusan ini sendiri tanpa melibatkan Allah."
"Tapi Nara sama sekali tidak ada perasaan apapun pada Kak Kaffa, Ma."
"Nak, Allah Maha membolak-balikkan hati. Apa kamu bisa jamin kalau perasaan kamu tidak akan berubah suatu saat nanti?" nasihat Jihan.
"Pikirkan baik-baik, jangan sampai kamu menyesal dikemudian hari. Kamu sudah dewasa nak, mama dan papa pengen lihat kamu bahagia dengan pasangan kamu nanti. Mama sama papa nggak bisa selamanya ada di samping kamu," ucap Jihan dengan tatapan sendu.
"Ih mama ngomong apa sih," sahut Nara yang langsung menghambur ke dalam pelukan sang mama.
"Hidup seseorang tidak ada yang tau nak. Mama dan papa nggak tau bisa temenin kamu sampai kapan, makanya mama pengen kamu cepet menemukan pasangan biar kamu ada yang jagain." Ucap Jihan penuh harap.
"Maa, Nara sayang banget sama mama dan papa," Nara semakin mengeratkan pelukannya pada Jihan. "Jangan ngomong gitu lagi ya ma, Nara selalu berdoa supaya mama sama papa bisa temanin Nara dan melihat Nara bahagia dengan pasangan Nara nantinya."
"Aamiin,, sudah malam, istirahat gih! Baca novelnya besok lagi," perintah Jihan tegas namun masih dengan nada lembutnya.
Jihan mengelus puncak kepala Nara sayang sebelum meninggalkan putrinya yang masih duduk terdiam di tepi ranjang. Benar apa yang dikatakan mamanya, memang saat ini ia belum bisa menerima Kaffa dalam kehidupannya, namun ia juga tak bisa menjamin suatu saat nanti perasaan itu akan tetap sama. Saat ini memang ia sangat mencintai Altaf, namun bisa jadi suatu saat nanti perasaan itu berubah menjadi benci.
Ponsel yang berada di atas nakas berbunyi menandakan notifikasi pesan masuk. Hal itu membuat Nara harus kembali sadar dari lamunannya.
Atap Rumah Tangga
"Ra, kapan-kapan quality time yuk. Sudah lama kita nggak jalan bareng kan, atau sekedar makan malam di luar gitu."
Nara tersenyum miris membaca pesan yang baru saja ia terima dari Altaf, lelaki yang seolah tak pernah mau pergi dari pikirannya. Ia paham dengan maksud pesan yang Altaf kirimkan, Altaf memang mengajak Nara namun pastinya mereka tidak akan hanya pergi berdua, melainkan ada Kaffa dan juga Viola mungkin.
Jika diingat dulu hampir setiap hari Altaf dan Nara selalu meluangkan waktu untuk pergi berdua, entah sekedar makan di luar bersama atau pergi jalan-jalan ke suatu tempat wisata yang ada di Bogor. Namun kini seiring berjalannya waktu, semenjak Altaf berencana menjodohkan Nara dengan Kaffa, kesempatan Nara untuk bisa pergi berdua bersama Altaf pun sangat sulit.
Atap Rumah Tangga
"Ra, kapan-kapan quality time yuk. Sudah lama kita nggak jalan bareng kan, atau sekedar makan malam di luar gitu."
"Boleh, kamu atur saja waktunya!"
Mungkin malam ini Nara akan tidur lebih cepat, kegiatannya hari ini cukup menguras energinya. Selain lelah fisik, namun batinnya juga sangat lelah. Mengingat ia harus selalu berusaha baik-baik saja dengan semua rencana yang Altaf buat, ditambah lagi dengan pesan mamanya barusan yang membuat batin Nara semakin tersiksa.
Nara tak ingin menjadikan Kaffa sebagai pelampiasan semata. Ia tak mau melukai hati seseorang hanya karena keegoisannya yang ingin berusaha membuang perasaannya terhadap Altaf. Kaffa orang baik, bahkan terlalu sempurna menurut Nara. Dan sudah sepantasnya Kaffa menemukan seorang perempuan yang juga sama baiknya seperti Kaffa, dan itu bukan Nara orangnya.
Waktu sudah larut, Nara bergegas mengambil wudhu yang sudah biasa ia lakukan sebelum tidur. Usai berwudhu Nara mengibas tempat tidurnya kemudian mulailah ia merebahkan badannya yang terasa cukup lelah. Baru akan memejamkan mata, ponsel yang tergeletak di atas nakas kembali memunculkan notifikasi pesan masuk.
Viola
"Kak Nara sudah tidur?"
"Baru mau tidur. Ada apa, Vio?"
"Tadi Vio lupa, ada pesan dari Kak Altaf katanya besok malam mau ajak Kak Nara makan malam di luar, udah itu aja kak. Good Night Kak Nara,"
Nara menutup panel pesannya dengan Viola, entah Nara harus merasa bahagia atau sedih. Perasaannya benar-benar dipermainkan oleh Altaf. Altaf mengajaknya makan malam di luar, berdua saja? Lantas mengapa ia tak menyampaikan hal itu secara langsung kepada Nara. Atau memang benar Altaf mengajaknya karena mereka sudah lama tidak pergi bersama. Entahlah, banyak pertanyaan yang muncul di kepala Nara. Rasanya ingin sekali Nara menanyakan hal itu langsung kepada Altaf, namun niatnya ia urungkan karena ia masih belum siap dengan jawaban Altaf yang bisa saja tidak sesuai dengan apa yang Nara inginkan.
Nara kembali meletakkan ponselnya ke atas nakas, lalu bergegas untuk merebahkan kembali badannya di atas kasur empuk bernuansa putih. Rasa kantuknya mulai menghampiri, jam masih menunjukkan pukul sembilan malam. Nara yang biasa tidur pada jam sepuluh ke atas, namun tidak untuk malam ini.
***
Jangan lupa vote dan berikan komentar
Terima kasih yang sudah membaca
Yuk berteman di Instagram!
By:elvirarismasita
KAMU SEDANG MEMBACA
Kinara dan Luka (On Going)
Teen FictionTakdir itu terkadang memang tidak sesuai dengan apa yang kita harapkan, mau tidak mau kita harus memilih jalan ikhlas untuk ditempuh. Ikhlas memang tidaklah mudah, sebagaimana kita membalikkan telapak tangan. Namun jika tidak ikhlas maka akan lebih...