Bismillahirrahmanirrahim.
Update on : 01 Agustus 2024
***
Welcome to my imagination.
Vote sebelum baca dan tinggalkan komentar.
Happy reading.
Bagian 58
***
Altaf lekas memasukkan semua barangnya ke dalam koper termasuk baju-baju Nara, karena koper mereka yang jadi satu sehingga Nara pergi hanya membawa tas selempangnya. Setelah beberapa kali teleponnya tidak mendapat balasan dari Nara, ia memutuskan untuk segera pulang menyusul keberadaan istrinya."Gimana Kaf, sudah dapat tiketnya?" tanya Altaf yang sibuk menata kopernya.
Kaffa masih fokus dengan layar ponsel yang ada dalam genggamannya.
"Yaps, aku dapat tiketnya. Tapi untuk penerbangan nanti siang."
"It's okay, yang penting aku bisa nyusulin Nara."
Kaffa meninggalkan Altaf begitu saja, ia mengingat suatu hal yang harus ia selesaikan sebelum meninggalkan tempat itu.
"Kaffa! Lo mau kemana?!" teriak Altaf yang melihat tubuh Kaffa hampir menghilang dari balik pintu.
"Ada urusan penting."
Altaf diam-diam mengikuti Kaffa, karena sejak tadi malam tingkahnya sangat mencurigakan sekali. Bisa jadi dia dalang di balik kekacauan yang terjadi saat ini. Ada fakta yang mendukung bahwa Kaffa yang telah melakukan ini semua. Terlihat dari keberadaan Kaffa yang secara kebetulan berada di tempat yang sama dengan Nara tadi malam. Dengan sengaja Kaffa cuci tangan agar seolah-olah dia sebagai pahlawan bagi Nara, dan terlepas dari tuduhan.
Dari kejauhan Kaffa terlihat sedang mengobrol dengan salah satu pelayan cafe yang menjadi tempat Nara hampir ditusuk semalam.
"Rekaman CCTV kejadian tadi malam sudah tidak ada pak,"
Sayup-sayup terdengar suara pelayan cafe yang sedang berbicara dengan Kaffa. Altaf berjalan semakin mendekat, agar ia bisa mendengar lebih jelas isi pembicaraan antara Kaffa dengan pelayan cafe. Namun tiba-tiba ponsel di sakunya berdering yang sontak membuat Altaf terkejut dan segera pergi dari tempat persembunyiannya sebelum Kaffa menyadari bahwa ada yang sedang berusaha mengikutinya.
Mata Altaf membola kala membaca nama yang tertera di layar ponselnya.
"Assalamu'alaikum, iya pa?"
Altaf dilanda perasaan was-was, takut jika Irwan sudah mengetahui apa yang terjadi antara dirinya dengan Nara.
"Nara baik-baik aja kan, Taf? Soalnya dari tadi papa telepon nggak diangkat. Dia lagi sama kamu nggak sekarang? Papa mau bicara sebentar."
Degh!!
Apa yang ditakutkan benar terjadi. Ia bingung harus jawab apa, karena untuk jujur saat ini situasinya sangat tidak memungkinkan.
"Emm iya pa, Nara baik-baik aja kok. Nara nggak angkat telepon dari papa soal-nya-emm anu ponsel Nara hilang pa, iya ponsel Nara hilang. Dia lupa naruh dimana." bohong Altaf.
KAMU SEDANG MEMBACA
Kinara dan Luka (On Going)
Fiksi RemajaTakdir itu terkadang memang tidak sesuai dengan apa yang kita harapkan, mau tidak mau kita harus memilih jalan ikhlas untuk ditempuh. Ikhlas memang tidaklah mudah, sebagaimana kita membalikkan telapak tangan. Namun jika tidak ikhlas maka akan lebih...