Bismillahirrahmanirrahim.
Update on : 16 Agustus 2023
***
Welcome to my imagination.
Vote sebelum baca dan tinggalkan komentar.
Happy reading.
Bagian 13
^^^
"Umi mau Altaf terus-terusan menanggung dosa?" Altaf kekeuh dengan niatnya.
"Jangan sampai kamu menghindari dosa dengan cara menimbulkan dosa yang baru!" ungkap Hanum yang tak mau kalah.
"Jangan gegabah, ini bukan sebuah keputusan yang kecil. Apalagi kamu seorang laki-laki. Pikirkan baik-baik, minta petunjuk dari-Nya sebelum memutuskan!" nasihat Husain yang turut buka suara setelah cukup lama diam mendengar pernyataan Altaf.
"Umi nggak mau suatu saat nanti hubungan kita dengan keluarga Irwan hancur hanya karena tingkah konyol kamu ini. Dan jangan harap Umi akan setuju dengan keputusan kamu,"
Altaf mengacak rambutnya dan membuang napasnya kasar. Hanum keluar meninggalkan kamar Altaf yang diikuti oleh Husain di belakangnya.
**
Malam itu tepatnya setelah perang dingin antara Altaf dengan kedua orang tuanya, ia tampak duduk menyendiri di gazebo belakang rumahnya yang tepat menghadap ke arah kolam renang. Banyak sekali yang mengganggu pikirannya sekarang, semua perkataan orang tuanya berputar kembali di otaknya. Tak bisa dipungkiri bahwa ada benarnya apa yang dikatakan oleh Hanum. Tidak menutup kemungkinan suatu saat nanti hubungan keluarganya dengan Nara akan hancur karena keputusan konyolnya ini.
"Aku memang belum mencintainya," lirih Altaf bermonolog.
Altaf dikagetkan oleh sebuah tangan yang tiba-tiba memegang bahunya, "Jangan egois, jangan sampai kamu melukai orang lain hanya untuk menyelamatkan diri kamu sendiri."
Husain yang sejak tadi memperhatikan putranya dari kejauhan hanya duduk menyendiri membuat hatinya tergerak untuk menggali lebih dalam apa alasan Altaf memilih keputusan tersebut.
"Abi akui kamu adalah putra Abi yang sangat hebat, tapi bukan berarti semua masalah harus ditanggung sendiri kan nak? Ada Abi dan Umi yang selalu ada untuk kamu. Cerita, kalau memang kamu butuh tempat cerita selain Allah. Karena sejatinya manusia tetap membutuhkan tempat untuk bertukar pikiran, selain bersandar kepada Sang Pemilik Takdir." tutur Husain yang turut duduk di samping Altaf.
"Namun apa salah bi, jika Altaf memilihnya?" tanya Altaf tanpa menoleh ke arah Husain.
"Abi dan Umi tidak mengatakan keputusanmu adalah keputusan yang salah, tapi Abi mohon pikirkan baik-baik ke depannya. Jangan sampai kamu menyesal dikemudian hari,"
Altaf terdiam, menarik napas berat dan membuangnya kasar. Tampak sekali diwajahnya bahwa kondisinya saat ini sedang tidak baik-baik saja.
"Berwudhulah, lalu istirahat. Jelek sekali wajah putra Abi ini," kekeh Husain sambil mengacak rambut Altaf.
"Jangan menolak perasaanmu sendiri, tidak ada yang tau perihal takdir Allah." pesan Husain sebelum berlalu meninggalkan Altaf.
Astaghfirullah... Altaf terlalu menentang perasaannya hingga lalai jika apa yang ia rasakan saat ini mungkin juga merupakan sebuah takdir yang Allah tuliskan untuknya.
Sedangkan disisi lain, gadis berkerudung mauve itu sedang mencuci piring dengan bersenandung sholawat yang terdengar merdu di telinga. Rona kebahagiaan tak pernah pudar dari wajahnya akhir-akhir ini.
"Mama perhatiin dari kemarin anak mama yang satu ini tampaknya lagi bahagia ya?" celetuk Jihan yang menyusul Nara mencuci piring.
"Sepertinya ada yang lagi kasmaran ma," imbuh Viola dari ruang makan yang kini menyebut Jihan dengan sebutan 'Mama' sama seperti Nara.
"Ciieee, cerita dong kak!" meletakkan gelas kotor di wastafel.
Nara memang belum menceritakan apapun kepada Jihan maupun Viola. Ia berpikir ada baiknya jika untuk sementara waktu biarkan hal ini cukup Nara saja yang tau, sampai menunggu dimana hari itu benar-benar tiba. Hari yang selama ini sangat dinantikan oleh Nara. Dimana lelaki itu datang bertamu bersama dengan kedua orang tuanya.
"Sesuatu yang belum pasti kebenarannya dilarang diceritakan terlebih dahulu," senyum Nara menunjukkan gigi rapinya.
Memang..
Tidak ada yang tau tentang skenario kehidupan seseorang, karena semua itu sudah Allah atur serapi dan sebaik mungkin. Sesuai dengan apa yang kita butuhkan, bukan apa yang kita inginkan. Sebab yang menurut kita baik belum tentu baik juga menurut Allah.
Takut diserbu lebih banyak lagi pertanyaan oleh Jihan dan juga Viola, Nara lekas menyelesaikan kegiatan mencuci piringnya lalu bergegas masuk ke kamar. Kembali menyelami buku diary yang selalu setia menemani kapan pun Nara membutuhkan tempat untuk menuangkan apa yang ada di dalam hatinya.
***
Jangan lupa vote dan berikan komentar
Terima kasih yang sudah membaca
Yuk berteman di Instagram!
By:elvirarismasita
KAMU SEDANG MEMBACA
Kinara dan Luka (On Going)
Подростковая литератураTakdir itu terkadang memang tidak sesuai dengan apa yang kita harapkan, mau tidak mau kita harus memilih jalan ikhlas untuk ditempuh. Ikhlas memang tidaklah mudah, sebagaimana kita membalikkan telapak tangan. Namun jika tidak ikhlas maka akan lebih...