Bismillahirrahmanirrahim.
Update on : 18 Oktober 2023
***
Welcome to my imagination.
Vote sebelum baca dan tinggalkan komentar.
Happy reading.
Bagian 25
^^^
Setelah salamnya tak mendapat jawaban, Nara langsung masuk kamar Altaf dengan nampan yang berisi dua gelas minuman yang berbeda. Ia mengedarkan pandangan mencari sosok lelaki yang baru saja menyandang status sebagai suaminya. Nara panggil beberapa kali namun tak ada sahutan dari Altaf. Hal itu sedikit membuat Nara bernapas lega, setidaknya ia tidak harus berhadapan dengan suaminya saat ini.Setelah meletakkan nampan di meja. Baru saja ingin mendaratkan tubuhnya di sofa sambil menikmati susu coklat hangat, tiba-tiba terdengar pintu kamar mandi terbuka. Sontak membuat Nara menoleh ke arah suara.
"Astaghfirullah,," Nara merapalkan kalimat istighfar sambil menutup rapat wajahnya dengan kedua tangan.
Altaf yang melihat hal itu hanya terkekeh, dengan tanpa dosa berjalan mendekat ke arah Nara. Ia berusaha membuka tangan Nara, namun Nara bersikeras tetap menutupnya.
"Kamu kenapa sih, Ra?" goda Altaf.
Entah memang tidak tahu atau hanya pura-pura tidak tahu. Pertanyaan Altaf membuat Nara sedikit kesal. Sudah jelas lelaki itu sedang bertelanjang dada, hanya mengenakan handuk yang ia lilitkan di perutnya.
"Kalau keluar dari kamar mandi pakai baju sekalian!" omel Nara tanpa melihat ke arah Altaf.
"Lah kenapa? Kan ini kamarku, Ra. Biasanya juga gini," jawab Altaf sambil berjalan menuju ruang ganti.
Sudah rapi dengan sarung dan juga kaos oblongnya, Altaf berdiri di depan cermin sambil menyisir rambut dengan jarinya.
"Kita sudah halal, kalau kamu mau lihat lebih dari yang tadi pun juga boleh, Ra." Altaf berjalan mendekati Nara yang diam mematung.
Altaf yang melihat itu seakan tahu dan berusaha mengalihkan pembicaraan, "Teh buat aku kan?"
Belum mendapat jawaban, ia sudah menyesap teh yang mulai mendingin. Rasa teh yang cocok di lidah Altaf, tidak kurang tidak juga lebih. Pas...
"Gimana?" tanya Nara saat melihat Altaf menikmati teh buatannya.
"Umi yang kasih tau?" selidik Altaf.
Nara mengangguk pasti, "Iya tadi umi bilang kalau gulanya setengah sendok aja."
Setelah itu mereka duduk menikmati minumannya masing-masing dalam diam. Suasana berubah menjadi canggung, terasa aneh berada satu kamar bersama lawan jenis. Keduanya masih bungkam, tak terasa minuman mereka telah habis. Nara keluar kamar untuk mencuci gelasnya dan juga Altaf.
Suasana rumah sudah sepi, tampaknya Hanum dan juga Husain sudah istirahat, mengingat acara hari ini cukup menguras tenaga maupun emosi. Kegiatan mencuci gelas sudah selesai, tapi Nara masih belum beranjak dari dapur. Ia bingung memikirkan topik apa yang akan ia bahas selanjutnya. Usai acara akad tadi pagi, belum ada pembicaraan yang serius diantara mereka berdua.
Altaf memang tak menampakkan raut kekecewaaannya, namun bersamanya cukup lama membuat Nara sedikit paham tentang lelaki itu jika ia sedang berusaha menyembunyikannya. Mungkin sekarang Altaf juga bingung memikirkan bagaimana hubungan persahabatannya dengan Kaffa. Dan...Dia juga pasti sedang berada dalam situasi kebimbangan karena menjalani pernikahan yang tidak sesuai dengan rencananya. Dia terpaksa harus menikahi sahabatnya sendiri, gadis yang dicintai oleh sahabatnya, Kaffa.
Begitu pun dengan Nara, ia juga bingung harus bersikap seperti apa jika bertemu dengan Kaffa nanti? Belum lagi pertanyaan-pertanyaan dari rekan kerjanya, bagaimana ia menjawab semuanya?
Nara mengayunkan langkahnya perlahan kembali masuk ke kamar Altaf. Masih sangat membekas rasanya, hari dimana ia tak punya kesempatan untuk berjodoh dengan Altaf. Kini Allah mentakdirkan ia menjadi istri Altaf, semua berjalan sangat cepat dan tak disangka-sangka.
Pikiran Nara buyar saat tiba di depan kamar Altaf. Jantungnya berdebar lebih cepat dari sebelumnya, ia ragu untuk memutar knop pintu. Rasanya berbeda dari yang sebelumnya, telapak tangan Nara sudah basah saking gugupnya. Detik selanjutnya, Nara akhirnya memutar knop pintu dan membukanya.
"Assalamu'alaikum," salam Nara sebelum memasuki kamar.
Tapi tidak ada jawaban.
Nara menutup pintu dan berjalan perlahan, tempat tidurnya masih rapi dan tidak ada Altaf disana. Saat Nara semakin mendekat ke arah tampat tidur, ekor matanya menangkap seseorang yang ia cari sedang berbaring di atas sofa.
Perasaan bingung menghampiri Nara, ia bingung harus membangunkan Altaf atau membiarkannya saja tidur di sofa.
"Tap,,," Nara menggoyangkan tubuh Altaf.
Altaf hanya bergumam.
"Kamu kenapa tidur di sofa?"
Altaf bangun menatap Nara dengan tatapan sulit diartikan. "Lalu kamu berharap kita tidur seranjang?"
Degh...!!
Perkataan Altaf seolah menyadarkan Nara bahwa dirinya tidak lebih hanya sebagai istri pengganti. Altaf benar-benar membuat perasaan Nara seperti roller coaster. Sikapnya bisa sangat manis, namun sedetik kemudian berubah layaknya alat pencungkil organ yang siap mencabik-cabik hati Nara.
"Tidurlah di ranjang, biar aku tidur di sofa....Aku masih belum bisa, Ra. Ku harap kamu mengerti." lirih Altaf kembali merebahkan badannya di sofa tanpa mempedulikan perasaan Nara.
Perih...seperti ada ribuan jarum yang menusuk hati Nara. Langkahnya gontai menuju tempat tidur. Hari yang seharusnya menjadi paling spesial bagi pengantin baru, tapi tidak dengan Nara. Di malam pengantinnya, ia harus menelan kepedihan bahwa ia hanyalah sebagai istri pengganti untuk Altaf.
"Ra,," suara Altaf menghentikan langkah Nara.
"Mulai besok kita cari Viola, aku perlu tau alasan dia pergi dari pernikahan ini."
"Dan satu lagi, ku harap kamu bisa bersikap layaknya istri sesungguhnya di depan semua orang, terutama orang tua kita."
Cukup,,,runtuh pertahanan Nara. Airmata yang berusaha ia tahan, luruh tanpa ijin. Ia menggigit bibir bawahnya agar isaknya tidak terdengar oleh Altaf. Ia tak menjawab, dan bergegas menuju tempat tidur menyembunyikan tubuhnya di balik selimut tebal.
"Maaf, aku hanya perlu waktu. Ku harap tuan putri sabar menunggu," batin Altaf saat tak sengaja mendengar isak tangis Nara.
Tak ada malam yang indah hari ini. Pikir Nara, setelah menjadi istri Altaf ia bisa memperoleh setitik kebahagiaannya. Harapan itu melupakan Nara, bahwa ia bukan gadis yang benar-benar Altaf harapkan.
____
Walau bagaimanapun manusia hanya perlu ikhlas untuk menjalani setiap takdir yang Allah tuliskan untuknya. Layaknya dandelion yang harus mampu bertahan dalam keadaan apapun dan dimanapun. Ikhlas dengan takdir yang membawanya terbang kemanapun.
***
Jangan lupa vote dan berikan komentar
Terima kasih yang sudah membaca
Yuk berteman di Instagram!
By:elvirarismasita
![](https://img.wattpad.com/cover/346591366-288-k763094.jpg)
KAMU SEDANG MEMBACA
Kinara dan Luka (On Going)
Teen FictionTakdir itu terkadang memang tidak sesuai dengan apa yang kita harapkan, mau tidak mau kita harus memilih jalan ikhlas untuk ditempuh. Ikhlas memang tidaklah mudah, sebagaimana kita membalikkan telapak tangan. Namun jika tidak ikhlas maka akan lebih...