Bismillahirrahmanirrahim.
Update on : 30 April 2024
***
Welcome to my imagination.
Vote sebelum baca dan tinggalkan komentar.
Happy reading.
Bagian 47
^^^
Altaf terbangun, mengerjapkan mata menyetarakan cahaya di sekitar. Ia merasakan kram di lengan kanannya, seperti tertimpa beban berat. Ternyata benar, saat ia menoleh ke samping kanan, Altaf melihat istrinya yang sedang terlelap dengan lengannya sebagai tumpuan kepala. Mata bulat berbulu lentik itu tampak masih terpejam dengan sempurna, napasnya teratur menandakan bahwa Nara masih lelap dalam tidurnya. Altaf tak henti memandangi setiap inci wajah istrinya. Cantik, itulah kata yang keluar dari bibirnya. Tak dapat ditahan senyumnya mulai mengembang. Tangan kirinya mengusap lembut kepala Nara dengan bentuk kerudung yang sudah tak serapi tadi malam."Tuan putri," panggil Altaf dengan suara serak khas bangun tidur.
Melihat Nara masih tak terusik, kini tangan Altaf turun menuju pipi yang selalu memancarkan rona merah muda saat tersipu. Ia mengelus pelan pipi ranum milik istrinya.
"Heii, bangun yuk! Sebentar lagi subuh,"
Malam ini mereka berdua terlewat tidak menunaikan Tahajud seperti malam-malam sebelumnya. Altaf merasa tak mendengar alarm dari ponselnya yang biasa membangunkannya untuk Tahajud. Mungkin malam ini tidurnya terlalu nyenyak, hingga tidak sadar mematikan suara alarm yang berbunyi.
Nara melenguh panjang, perlahan matanya terbuka. "Jam berapa?" tanyanya dengan mata yang belum terbuka dengan sempurna.
"Jam empat kurang sepuluh menit," jawab Altaf.
Sontak matanya membola, "Astaghfirullah!"
Masih subuh Nara sudah dibuat kaget saat posisinya dengan Altaf sangatlah dekat, hanya menyisakan jarak beberapa centi saja. Nara yang awalnya menghadap Altaf kini merubah posisinya telentang dan menatap langit-langit kamarnya. Jantungnya dipaksa bekerja lebih keras lagi, padahal masih pagi-pagi sekali.
"Mas Altaf kenapa masih diam disitu?" tanya Nara tanpa melihat ke arah lawan bicaranya. Ia menggerutu dalam hati, sudah hampir subuh tapi kenapa suaminya masih santai berleha-leha, harusnya ia sudah siap-siap untuk berangkat ke masjid.
"Gimana aku mau bangun kalo tanganku kamu jadiin bantal," Altaf sedikit menahan rasa kram yang menimpa lengannya semakin bertambah.
Sontak Nara bangun dari posisi tidurnya. "Kenapa mas nggak bangunin aku,"
"Awww!!" pekik Altaf. "Aku udah bangunin, tapi kamunya lelap banget."
Altaf pun turut duduk di samping Nara, "Tidur sambil dipeluk nyaman banget ya, sampe bablas nggak bangun Tahajud." goda Altaf pada istrinya sebelum ia bergegas untuk siap-siap pergi ke masjid.
Nara menutup wajahnya dengan kedua telapak tangannya, menyembunyikan rasa malu yang menimpa dirinya. Rasanya ia ingin sekali menghilang dari bumi ini sekarang juga. Situasi seperti ini sangat tidak aman untuk kesehatan jantungnya, namun disisi lain situasi seperti ini juga yang selama ini ia harapkan.
"Aaaaaaa tolongg!!!" teriak Nara spontan sambil menepuk-nepuk pipinya yang terasa memanas.
Altaf yang hanya mengenakan handuk yang terlilit di perut roti sobeknya mendekat ke arah Nara.
"Ra, kenapa? Ada apa?" tanya Altaf dengan raut wajah khawatir.
Seperti de javu, Nara teringat dengan kejadian di malam pengantin waktu itu. Lagi-lagi suaminya keluar dari kamar mandi dengan hanya mengenakan handuk saja. Dia tidak tahu apa kalau hal itu membuat Nara seperti tidak bisa bernapas. Benar-benar sangat menyiksa berada di dekat Altaf, namun jauh darinya juga sepertinya akan lebih menyiksa.
"Mas Altaf kebiasaan!" Nara berlari menuju kamar mandi meninggalkan Altaf yang masih bertanya-tanya.
Altaf mengesampingkan rasa penasarannya, ia lekas berganti baju dan berangkat ke masjid karena adzan sudah berkumandang.
"Ra, aku berangkat. Assalamu'alaikum," pamit Altaf dari depan pintu kamar mandi.
"Nggak usah dijawab salamnya, udah ku wakilin." tuturnya sebelum tubuhnya menghilang dari balik pintu kamar.
Nara yang mendengar hal itu hanya tersenyum sambil geleng-geleng kepala. Kelakuan aneh suaminya mulai nampak kembali.
_____
Hari ini hari weekend. Hari dimana Nara libur mengajar dan Altaf kebetulan juga libur tidak ke rumah sakit. Setelah sarapan, Nara memilih bermalas-malasan sambil menonton televisi. Sedangkan Altaf, sejak usai sarapan tadi ia sibuk memanaskan mobil di garasi. Sepertinya Altaf akan pergi.
"Raa!!" panggil Altaf dari arah garasi.
Nara hanya menjawab dengan dehaman singkat.
"Jalan yuk!"
"Kemana, Mas?" Nara bertanya malas, matanya masih fokus menatap layar televisi yang menayangkan acara traveling.
Altaf turut mendudukkan tubuhnya di sofa samping Nara. "Kemana aja, itung-itung quality time. Kita nggak pernah jalan berdua kan selain belanja bulanan, itupun sudah lama."
"Mager ah! Gimana kalo nonton film di rumah aja?" nego Nara.
Altaf mendelik kesal. Tak ada kata-kata lagi yang keluar dari bibir Altaf. Nara merasa bersalah saat melihat respon Altaf yang tampak kesal. Mungkin ada baiknya jika tawaran Altaf ia terima, anggap saja sebagai usahanya untuk membuat rumah tangganya berjalan sebagaimana mestinya.
Altaf beranjak meninggalkan Nara. Ia bingung menatap kepergian Altaf dari sisinya, pasalnya lelaki itu tidak mengucapkan sepatah kata pun.
"Mas, mau kemana?"
"Mau baca buku aja di perpus," jawab Altaf dengan nada ketus.
Ya, di rumah mereka memang terdapat mini library yang sengaja Altaf sediakan untuk menyimpan buku-buku bacaannya menyangkut ilmu kedokteran dan umum, ada juga beberapa novel Nara yang turut memenuhi rak perpustakaan.
"Katanya mau jalan-jalan?!" imbuh Nara.
"Nggak jadi, tuan putri lagi mager!" jawab Altaf tanpa menoleh ke arah istrinya.
"Tuan putri udah nggak mager nih, masih berlaku tawarannya?" tanya Nara dengan senyum jahil.
Langkah Altaf berhenti tepat di pertengahan tangga, ia sontak menoleh ke arah Nara dengan senyum sumringah. Altaf berbalik dan berlari menuruni tangga.
"Serius mau?" tanya Altaf memastikan.
Nara mengangguk pasti. Entah apa yang merasuki suaminya, sikapnya menjadi berubah sejak semalam. Padahal kemarin siang mereka masih berdebat hebat, namun kini sikap Altaf pada Nara berubah 180 derajat. Lelaki itu tampak lebih manja dan suka sekali menjahili Nara. Layaknya Altaf yang dulu saat mereka masih berstatus menjadi sepasang sahabat, belum sepasang suami istri seperti sekarang. Nara berharap sikap Altaf akan selamanya seperti ini. Mereka terus bersama saling melengkapi satu sama lain hingga maut memisahkan dan dipertemukan kembali di surga-Nya nanti. Aamiin.
***
Jangan lupa vote dan berikan komentar
Terima kasih yang sudah membaca
Yuk berteman di Instagram!
KAMU SEDANG MEMBACA
Kinara dan Luka (On Going)
Teen FictionTakdir itu terkadang memang tidak sesuai dengan apa yang kita harapkan, mau tidak mau kita harus memilih jalan ikhlas untuk ditempuh. Ikhlas memang tidaklah mudah, sebagaimana kita membalikkan telapak tangan. Namun jika tidak ikhlas maka akan lebih...