Bagian 32

344 13 1
                                    

Bismillahirrahmanirrahim.

Update on : 07 Desember 2023

***

Welcome to my imagination.

Vote sebelum baca dan tinggalkan komentar.

Happy reading.

Bagian 32

^^^

Pagi ini Nara sudah rapi dengan setelan rok dan outer berwarna coklat susu yang membuat penampilannya semakin cantik dan elegan. Hari ini ia kembali pada rutinitasnya sebagai dosen di salah satu kampus di daerah Bogor. Ia mematut dirinya di depan cermin, mengeluarkan ponselnya dari dalam tas lalu iseng mengambil gambar full body sebelum berangkat mengajar.

Nara bergegas keluar kamar, menyusul Altaf yang sudah menunggunya di depan

Ups! Gambar ini tidak mengikuti Pedoman Konten kami. Untuk melanjutkan publikasi, hapuslah gambar ini atau unggah gambar lain.

Nara bergegas keluar kamar, menyusul Altaf yang sudah menunggunya di depan. Pagi ini ia akan diantar oleh Altaf, mengingat motornya yang masih ada di rumah orang tuanya.

Jalanan tidak terlalu padat, Altaf mengatur kecepatan dalam posisi sedang. Matanya masih fokus pada kondisi jalan di depannya yang cukup macet. Tak ada percakapan diantara keduanya, Nara sibuk dengan beberapa buku dan berkas yang ada di pangkuannya. Hingga notifikasi pesan masuk dari ponsel Nara mengalihkan atensi Altaf.

Nara terkejut saat membaca nama kontak yang mengiriminya sebuah pesan pagi ini. Perubahan mimik wajahnya tertangkap basah oleh netra Altaf.

"Dari siapa?" tanya Altaf penasaran saat melihat ekspresi Nara ketika membuka pesan di ponselnya.

Nara masih mematung, dengan menatap ponsel yang masih menampilkan isi pesan dari pengirimnya. Altaf yang tidak sabar menunggu jawaban Nara, merebut ponsel itu dari genggaman Nara.

Chiiittttttt.... Suara decitan rem yang bergesekan dengan ban, mobil itu berhenti dengan sempurna. Untung saja tidak ada kendaraan tepat di belakang mobilnya, hanya ada sebuah motor yang jaraknya masih cukup jauh dari mobil Altaf.

"Astaghfirullah hal adziim!!!" refleks Nara mengucap istighfar saat hampir saja kepalanya menghantam dashboard. Ia masih terselamatkan oleh seatbelt yang menahan tubuhnya.

Altaf mengembalikan ponsel itu ke tangan pemiliknya, ia perlahan kembali melajukan mobilnya. Altaf masih bungkam, seperti ada ribuan pisau yang menghujam dadanya.

"Aku nggak akan menemuinya kalau mas nggak kasih izin," lirih Nara.

Altaf mencengkram kemudi hingga buku-buku jarinya memutih. Ada perasaan tidak rela jika istrinya berhubungan dengan lelaki lain. Semua ucapan lelaki itu kembali berputar dalam ingatan Altaf bagai memori yang kelam.

"Seberapa sering kamu berhubungan dengannya?" hanya pertanyaan itu yang mampu keluar dari mulut Altaf.

"Ini adalah pesan pertama yang ku dapat darinya semenjak kita menikah," tegas Nara, ia tak mau ada salah paham diantara dirinya dengan Altaf.

Setelah itu tak ada lagi percakapan diantara mereka, Altaf memilih fokus pada jalanan. Hingga tiba di pelataran kampus, Nara mencium punggung tangan Altaf sebelum turun dari mobil. Baru saja kakinya ingin melangkah keluar, namun dicegah oleh Altaf.

"Jam makan siang aku jemput, kita temui dia." tutur Altaf.

Nara hanya mengangguk. "Ingat, jangan pernah kamu temui dia sendiri tanpa aku!" pesan Altaf pada Nara.

"Cemburu?" goda Nara.

"Cepet turun, aku harus segera ke rumah sakit!" alibi Altaf.

Akhirnya Nara turun dengan senyum yang sejak tadi ia tahan karena melihat tingkah Altaf yang tampak sedikit salah tingkah. Mobil itu semakin menghilang dari pandangan Nara.

"Cieh, yang pulang dari bulan madu wajahnya sumringah banget kayaknya,"

Entah darimana asalnya, tiba-tiba saja Dini muncul dari arah belakang Nara. Gadis itu tampak membawa beberapa tumpukan berkas di tangannya.

"Ah kamu bisa aja!"

"Gimana selama nggak ada aku aman kan?"

Mereka berjalan beriringan menyusuri koridor menuju ruang dosen. Saling bertukar cerita selama mereka berpisah. Ada berbagai info yang belum Nara ketahui perihal kerjaannya di kampus, terutama soal cerita Dini yang katanya sudah memiliki calon tambatan hati.

***
Altaf tiba di rumah sakit, ia langsung bergegas menuju ruangannya yang ada di lantai dua. Saat pintu lift terbuka, sosok yang tadi pagi sempat membuat Altaf terpancing emosi sedang berdiri di depan lift dengan seorang perawat yang tampak membicarakan terkait kondisi pasien. Altaf hanya membalas sapaan dari sang perawat, dan menatap dingin ke arah lelaki yang juga menatapnya.

Awalnya Altaf tak ingin hubungan persahabatannya dengan Kaffa hancur. Ia berniat akan memperbaiki hubungannya, bagaimana pun caranya ia harus bisa berdamai dengan Kaffa. Namun usai kejadian tadi pagi, niat itu luntur seketika. Altaf yang ingin mengibarkan bendera putih, disisi lain Kaffa sedang memancing peperangan. Sepertinya hubungan persahabatan mereka tidak bisa kembali utuh seperti semula.

Terdengar dering panggilan masuk dari ponsel Altaf, tangannya yang memegang knop pintu terlepas saat membaca nama penelepon.

"Halo?"

"Kami sudah berusaha semaksimal mungkin pak, tapi sampai saat ini kami sama sekali belum menemukan tanda-tanda keberadaan Viola." jelas seseorang dari seberang sana.

"Lanjutkan pencarian, jangan pernah berhenti sebelum kalian menemukannya!" tegas Altaf sebelum mengakhiri telepon sepihak.

"Kamu masih ingat ucapanku kan, Taf?!!"

Suara yang muncul dari arah belakang Altaf mengagetkannya. Ia sudah bisa menebak siapa pemilik suara itu, tentu saja Kaffa. Seorang laki-laki yang berusaha untuk mengambil Nara darinya. Karena menurut Kaffa, Nara tidak bahagia dengan Altaf.

"Sejak kapan kamu ada disitu?"

"Masih saja mempedulikan perempuan lain, padahal sudah jelas ada Nara di sampingmu."

"Kalau kamu tidak mencintainya, jangan sakiti dia. Lepaskan, Taf! Ada aku yang bisa membahagiakannya." ucap Kaffa dengan penuh keyakinan.

"Jaga mulutmu! Ini rumah sakit, jika ingin membicarakan masalah pribadi bisa nanti saja di luar jam kerja." sarkas Altaf berlalu masuk ke dalam ruangannya.

Sebelum bergegas menuju ruangannya, Kaffa tampak mengetik sebuah pesan untuk seseorang lalu mengirimnya.

"Saya nggak sabar bertemu denganmu nanti, Ra," senyum Kaffa penuh arti.

Setelah itu ia kembali mengantongi ponselnya ke dalam saku celana.

____

Bagaimana guys apakah kalian rela jika Kaffa merebut Nara dari Altaf??

Hayuukk vote dan komen di bawah yaa⬇️
Aku mau tau isi hati kalian🤭

***

Jangan lupa vote dan berikan komentar

Terima kasih yang sudah membaca

Yuk berteman di Instagram!

Kinara dan Luka (On Going)Tempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang