Bagian 39

273 12 0
                                    

Bismillahirrahmanirrahim.

Update on : 21 Februari 2024

***

Welcome to my imagination.

Vote sebelum baca dan tinggalkan komentar.

Happy reading.

Bagian 39

^^^

"Istrinya Dokter Altaf sudah dipindahkan?"

Samar-samar terdengar perbincangan antara dua perawat yang baru saja keluar dari ruang IGD. Lelaki itu mengerutkan keningnya karena menyadari topik pembicaraan mereka adalah Nara, Ia merogoh ponsel dari saku celananya dan kembali membaca sebuah pesan yang ia dapat dari seseorang beberapa jam yang lalu. Senyum penuh arti tercetak jelas di bibir lelaki yang berdiri tak jauh dari pintu IGD.

--

Kaffa baru mengingat sesuatu, rencananya untuk pulang ke rumah ia urungkan. Double shift karena menggantikan Altaf, membuatnya harus stay di rumah sakit sejak kemarin pagi hingga tembus pagi lagi. Hal itu membuat tubuhnya ingin segera pulang dan beristirahat, namun sebelum pulang ia menyempatkan sedikit waktunya untuk menjenguk seseorang.

Disinilah ia, di sebuah ruang rawat inap seorang gadis yang sejak beberapa bulan yang lalu mengisi hatinya. Melihat kondisi Nara yang sudah tampak membaik, membuat perasaan Kaffa sedikit lega. Sedang asik membicarakan sesuatu, membuat mereka tak menyadari kehadiran seseorang yang berdiri tak jauh dari sana dengan tatapan mata yang sulit diartikan.

Altaf berdehem dengan suara baritonnya yang berhasil membuat Nara dan Kaffa menoleh ke arahnya. Nara tercengang, sejak kapan suaminya berdiri disana.

"Untuk apa kamu kesini?" tanya Altaf dengan raut wajah datarnya.

"Mas, Kak Kaffa hanya mau menjenguk Nara aja," Nara mencoba menjelaskan agar tidak ada kesalah pahaman diantaranya dan juga Altaf.

Altaf memotong, "Aku tanya Kaffa, Ra. Bukan kamu!"

Melihat reaksi dari Altaf yang sepertinya sangat cemburu melihat ia dengan Nara, membuat Kaffa semakin ingin melihat Altaf terpancing emosi. Kaffa perlahan mendekat ke arah Altaf, dengan senyum simpulnya menatap Altaf penuh kemenangan.

"Kenapa? Cemburu?"

"Jangan serakah, sudah punya istri tapi masih memikirkan perempuan lain!" ujar Kaffa penuh penekanan disetiap katanya.

Sontak hal itu membuat Altaf tersulut emosi, ia meraih dan mencengkeram leher baju Kaffa. Jari telunjuknya menunjuk tepat di depan wajah Kaffa, "Jangan asal bicara kamu,"

Baru saja Nara turun dari ranjangnya dan berusaha untuk melerai, namun Hanum lebih dulu datang dan melepas paksa tangan Altaf dari baju Kaffa.

"Sudah-sudah! Kalian ini kenapa sih? Kalian ini sudah seperti saudara, kenapa harus berantem? Kalau ada masalah dibicarakan baik-baik." tutur Hanum.

"Kaffa, lebih baik kamu pulang nak! Istirahat, kamu habis lembur kan?!" pinta Hanum yang melihat Kaffa masih lengkap dengan baju kerjanya.

Kaffa mengangguk, "Baik umi, kalau begitu Kaffa pamit dulu." sebelum bergegas ia tersenyum ke arah Nara, "Lekas membaik ya, makan yang banyak, jangan lupa istirahatnya juga." ujar Kaffa pada Nara yang dibalas dengan ucapan terimakasih.

"Saya pamit, Assalamu'alaikum.." salam Kaffa serentak dijawab oleh semua yang ada di ruangan tersebut, begitu juga dengan Altaf meski jawabannya lirih bahkan hampir tak terdengar.

"Umi sama mama darimana? Kenapa biarin Nara berduaan sama laki-laki lain?" protes Altaf pada Hanum dan Jihan yang sedang sibuk membantu Nara kembali duduk di ranjang.

"Tadi mama diminta dokter untuk menebus obat, sedangkan umi dipanggil perawat untuk mengurus berkas rencana kepulangan Nara." Jelas Jihan.

"Dan kebetulan ada Kaffa datang, jadi apa salahnya umi titip Nara pada Kaffa. Lagian Kaffa sahabat kamu, itu berarti sahabat Nara juga kan?!" imbuh Hanum.

"Jadi Nara sudah bisa pulang hari ini?" tanya Altaf memastikan.

Jihan mengangguk, "Iya, keadaan Nara sudah lebih baik daripada kemarin. Jadi tidak perlu lama-lama dirawat, hanya perlu banyak istirahat aja dan jangan terlalu banyak pikiran, itu pesan dokter tadi."

Mendengar ucapan mertuanya, Altaf melihat ke arah Hanum dan tatapan mereka beradu. Hanum kembali menatap Altaf dengan tatapan penuh peringatan.

____

Tiba di rumah, Nara langsung istirahat di kamar ditemani oleh Jihan. Sedangkan Hanum sudah lebih dulu pulang karena dijemput oleh Husain. Altaf masuk dengan membawa segelas air hangat untuk Nara.

"Kamu istirahat yang cukup ya, ingat pesan dokter tadi." ujar Jihan mengambil alih gelas yang ada di genggaman putrinya.

Nara hanya tersenyum dan mengangguk, "Mama tenang aja, Nara baik-baik aja kok."

"Mama mau pulang sekarang atau nanti? Biar Altaf anterin,"

"Kalau mama nginep disini boleh nggak?" tanya Jihan.

"Haa nginep?" Nara dan Altaf membeo serentak.

Kening Jihan berkerut, "Iya nginep, boleh kan?"

Menurut Jihan tak ada yang salah dengan pertanyaannya barusan, namun bagi Nara dan Altaf ini adalah masalah baru yang belum sempat terpikirkan oleh mereka berdua. Sebenarnya boleh saja Jihan menginap di rumah mereka tanpa harus izin, jika rumah tangga mereka dalam keadaan yang sewajarnya. Namun kenyataannya, rumah tangga Nara dan Altaf tidak seperti pasangan baru di luaran sana. Buktinya semenjak menikah mereka belum pernah tidur bersama, mungkin hanya semalam saat di rumah sakit Altaf terpaksa tidur di sebelah Nara karena tidak ada pilihan lain.

"Emm boleh dong ma, masak orang tua sendiri mau nginep di rumah anaknya nggak dibolehin." jawab Altaf se-kenanya. Disisi lain otaknya sedang berpikir bagaimana caranya supaya Jihan tidak mengetahui jika ia dan Nara tidur di kamar berbeda.

Nara diam-diam memperhatikan suaminya, tanpa bicara pun Nara paham jika Altaf sedang bingung mencari cara agar Jihan tidak tahu apa yang terjadi sebenarnya dalam rumah tangganya.

"Kalau mama nginep disini, boleh ya Nara minta temenin tidur nanti malam?" alibi Nara, mencoba membantu Altaf untuk menutupi semuanya.

"Nara kangen ma, kan sudah lama kita nggak ketemu."

Altaf menghembuskan napas lega, setidaknya ia masih mempunyai waktu tambahan untuk memikirkan cara supaya mertuanya tidak curiga. Setidaknya untuk beberapa hari ke depan selama Jihan menginap, Altaf akan menunjukkan bahwa ia adalah sosok suami yang baik untuk Nara.

"Terus Altaf gimana kalau kamu tidur sama mama?" goda Jihan.

"Mas Altaf tidur sendiri dulu di kamar sebelah nggak apa kan mas?" Nara berusaha agar nada bicaranya tidak terdengar canggung.

"Iya nggak apa, selama mama disini Altaf bisa tidur di kamar sebelah kok ma." tutur Altaf.

Bagai sepasang aktor dan aktris yang lihai sekali dalam hal ber-akting. Mereka sudah pandai membohongi orang-orang di sekitar mereka, yang selalu berusaha menunjukkan bahwa mereka sangat bahagia dengan pernikahan ini.

"Maafin Nara ma, sekarang Nara sudah pandai sekali berbohong. Semoga saja ini cepat berakhir,"  batin Nara, dan langsung menghambur ke dalam pelukan mamanya.

Altaf meninggalkan kedua perempuan yang sedang berpelukan menghapus rindu yang membuncah. Setelah tubuh Altaf menghilang di balik pintu kamar, Jihan melepas pelukannya dari Nara. Ia menangkup pipi putrinya dengan kedua tangannya, ada lelehan cairan bening yang membentuk parit di pipi gadis itu.

"Putri mama sekarang sudah pandai berbohong ya?"

***

Jangan lupa vote dan berikan komentar

Terima kasih yang sudah membaca

Yuk berteman di Instagram!

Kinara dan Luka (On Going)Tempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang