Bagian 19

177 14 6
                                    

Bismillahirrahmanirrahim.

Update on : 12 September 2023

***

Welcome to my imagination.

Vote sebelum baca dan tinggalkan komentar.

Happy reading.

Bagian 19

^^^

"Terimakasih kak sudah anterin Nara sampai rumah," ucap Nara saat turun dari mobil Kaffa.

"Iya sama-sama," jawab Kaffa dengan senyum simpul di bibirnya.

Mereka berjalan beriringan menuju teras rumah Nara. Seseorang yang baru saja keluar dari rumah bernuansa monokrom itu sedang memperhatikan dua insan yang sedang asik bercengkrama.

"Ehemm, darimana saja jam segini baru pulang?" suara bariton Altaf mengagetkan Nara dan juga Kaffa.

"Adiknya sedang sakit, kakaknya malah asik jalan berdua dengan laki-laki." sarkas Altaf yang tampak tidak suka melihat Nara datang bersama Kaffa.

"Ini semua nggak seperti yang kamu pikirkan, Taf." jelas Nara berusaha membela diri.

"Lantas apa? Kenyataannya kamu pulang bersama dengan Kaffa, apalagi kalau bukan kencan namanya?"

"Altaf jaga omongan kamu!" emosi Kaffa mulai tersulut mendengar penuturan Altaf yang tidak benar mengenai dia dan juga Nara.

"Kamu sendiri yang bilang kalau kamu tidak ada perasaan terhadap Kaffa, tapi apa? Nyatanya kamu tampaknya menikmati saat jalan berdua bareng dia,"

Cukup!

Secara tidak sadar Altaf telah melukai hati dua orang yang saat ini berada di hadapannya. Nara yang tidak menyangka sikap Altafnya yang tiba-tiba berubah bukan seperti Altaf yang ia kenal. Kaffa juga baru mengetahui jika perempuan yang saat ini sedang ia perjuangankan ternyata tidak memiliki perasaan untuknya. Sebuah kenyataan yang cukup menyakitkan bagi Kaffa.

"Aku pikir selama ini kamu adalah salah satu orang yang paling mengerti tentangku, tapi ternyata aku salah. Kamu bukan Altaf yang aku kenal selama ini," ucap Nara dengan penuh penekanan di setiap katanya, dengan upaya menahan air mata yang sudah membasahi pipinya.

Nara berlalu masuk meninggalkan Altaf dan juga Kaffa yang masih mematung di tempat mereka. Kaffa yang berusaha mengendalikan perasaannya, sedangkan Altaf yang menyesali sikapnya yang baru saja menyakiti perasaan Nara dan juga sahabatnya, Kaffa.

"Nara tak seperti apa yang ada dipikiranmu, ia tak seburuk itu." ucap Kaffa sambil menepuk pundak Altaf, dan berlalu menuju mobilnya.

"Kaf," panggil Altaf saat Kaffa baru saja melangkahkan kakinya.

Kaffa menoleh, "Iya?"

"Sorry gara-gara mulut gue, lo jadi tau yang sebenarnya," sesal Altaf.

Kaffa kembali berjalan mendekati Altaf, "Justru gue berterimakasih karena lo, gue jadi tau yang sebenarnya. Yaaa meski agak sakit sih, cuma gue nggak akan nyerah sampai disini,"

"Dah gue balik dulu," pamit Kaffa.

"Eits satu lagi, sebaiknya lo minta maaf sama Nara, dia pasti sakit hati banget sama ucapan lo tadi." imbuh Kaffa sebelum benar-benar menghilang dari pandangan Altaf.

***
Sebelum masuk ke kamarnya, Nara mampir dulu ke kamar yang ada di samping kamarnya untuk melihat keadaan Viola. Baru akan memegang knop pintu, namun pintu itu sudah terbuka dan menampilkan Irwan dan Jihan yang tampak kaget melihat kehadiran Nara.

"Alhamdulillah nak, kamu kemana saja?" Jihan yang langsung mengambur ke dalam pelukan Nara.

Nara mengintip ke dalam dan melihat Viola yang masih tenang dalam tidurnya, "Jangan keras-keras, Ma." ucap Nara kembali menutup pintu kamar itu.

"Mama khawatir. Liat Viola keadaannya seperti itu, terus kamu yang nggak pulang-pulang, ditelpon berkali-kali juga nggak diangkat."

"Sudah, Ma. Yang penting sekarang Nara ada sama kita dan baik-baik saja," ucap Irwan berusaha menenangkan istrinya.

"Lebih baik sekarang kita telpon Altaf, kasih tau dia kalau Nara sudah pulang. Kasian dia kalau masih terus mencari Nara." imbuh Irwan.

"Tidak perlu, Pa. Nara sudah bertemu Altaf di depan tadi," lirih Nara.

"Syukurlah kalau begitu, sebenarnya kamu darimana tadi nak? Bukannya kamu perginya bareng Viola?" tanya Irwan penasaran.

"Nara memang pergi sama Viola ke butik. Kemudian saat Altaf menyusul kesana, tiba-tiba Viola pingsan, Altaf panik dan buru-buru menolong Vio. Mungkin saking khawatirnya Altaf lupa kalau Nara belum ikut masuk ke mobilnya. Nara lupa nggak bawa HP dan juga dompet. Jadi tadi Nara jalan kaki sambil berusaha nyari angkutan umum, karena sudah malam Nara nggak nemuin satu pun angkutan yang lewat. Alhamdulillah, Allah bantu Nara melalui Kak Kaffa,"

"Jadi Kaffa yang anterin kamu pulang sampai rumah?" tanya Jihan.

Nara mengangguk pasti, "Tapi Kak Kaffa langsung pulang," alibi Nara. Padahal mereka masih perang dingin di teras rumah bersama dengan Altaf.

"Salam buat Kaffa, terimakasih karena sudah anterin putri papa sampai rumah." ucap Irwan.

"Sudah malam, pasti kamu cape juga. Istirahat gih!" pinta Irwan sambil mengusap bahu putrinya sayang.

"Iya pa, papa mama juga istirahat yaa.."

Mereka pun bergegas menuju kamar masing-masing. Usai mengambil baju gantinya di lemari, Nara bermaksud ke kamar mandi untuk membersihkan diri. Namun baru beberapa langkah, kakinya terhenti saat mendengar dering ponsel tanda panggilan masuk.

Atap Rumah Tangga (calling)

Nara menghembuskan napasnya kasar, kembali meletakkan benda pipih itu di atas nakas. Membiarkan seseorang di seberang sana menunggu jawaban telponnya. Ia masih tak menyangka jika Altaf menilainya seburuk itu. Sikapnya berubah, bahkan ia belum mendengar penjelasan dari Nara.

Nara tak mempedulikan dering ponselnya yang tiada henti. Ia tetap melanjutkan kegiatannya yang baru saja tertunda. Badannya cukup lelah setelah berjalan cukup jauh tadi, ia ingin segera beristirahat.

***
Jangan lupa vote dan berikan komentar

Terima kasih yang sudah membaca

Yuk berteman di Instagram!

By:elvirarismasita

Kinara dan Luka (On Going)Tempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang