76. SHDC »« Awalan

123 11 1
                                    


Assalamualaikum semuanya

Jangan lupa tinggalkan jejak sebelum membaca

Jangan heran jika ada typo


Ketika sudah menginjakkan kaki di ruang olahraga, sangat terasa udara begitu sejuk dari ventilasi yang begitu banyak.

Seorang wanita memakai crop top outfit, yang sedang melakukan olahraga menggunakan alat bernama Static Bicycle.

"Sayang, Ratih. Kamu mau olahraga mana dulu sayang?" tanyanya.

Kini penampilan Ratih menggunakan celana olahraga yang ia dapatkan dari pesantren, dengan kaos yang berwarna abu-abu. "Kau memakai kaos panjang sayang? Apa tidak gerah?" tanyanya lagi.

"Gerah itu pasti, tapi menutup aurat itu wajib. Aku tidak pernah memakai alat fitnes seperti ini, bagaimana cara memakainya?"

"Mama, ngapain ngajak anak kampung itu ke sini? Sengaja? Membuatku tidak mood hah?!" sahutnya.

"Diamlah, sudah berapa kali Mama katakan hargai dia, dia kakak mu Lidiya! Pakai earphone mu agar tenang," perintahnya.

"Ambilkan," manjanya.

Jasmine pergi mengambil earphone di meja memberikannya dengan senyuman. "Uh anak Mama ini manja sekali, olahraga yang benar dan jangan terlalu lelah," ucapnya.

Ada beberapa alat fitnes ada di ruangan tersebut Leg Press Machine, Treadmill, Peck Deck Fly, bahkan ada Barbell juga.

"Mama, kerjai dia, atau aku saja yang turun tangan?" bisiknya.

"Kau saja yang turun tangan, Mama berperan sebagai penengah di sini, kerjai dia sampai kamu puas," jawab Jasmine dengan berbisik.

Lidiya tersenyum manis, lalu mematikan alat yang ia pakai berjalan, menghampiri Ratih yang sedang melihat-lihat.

"Katakan Kak, apa kau tidak pernah lihat alat seperti ini?"

"Aku pernah melihatnya, di majalah," jawab Ratih.

"Kampungan," umpat Lidiya.

"Ayo Treadmill, ku ajarkan," ajak Lidiya yang berjalan ke alat tersebut.

Ratih mengekori Lidiya, tanpa curiga sedikitpun. Sedangkan Jasmine mulai memasangkan earphone mulai berjalan ke alat Peck Deck Fly.

    Ratih mulai menaiki itu, diam mematung karena untuk pertama kalinya ia berolahraga menggunakan alat.

  "Kenapa diam? Kau tidak bisa memakainya?"

   Ratih hanya mengangguk. "Anak kampung," desisnya.

     Lidiya mulai menyalakan alat tersebut. "Seperti jalan saja bodoh, biasa pegang tangan di sini jalan biasa!"

  Ratih mulai mengikuti arahan yang di berikan Lidiya. "Lidiya, lain kali mengajari jangan berkata kasar seperti itu. Jagalah lisan mu," ucap Ratih.

Secercah Harapan Dan Cinta Tempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang