31.SHDC »« kesal

183 28 0
                                    

   assalamualaikum

Ada saran/krisar silahkan berkomentar ya makasih

Jangan lupa vote


    Jasmine dan Lidiya pergi dari Masjid, Ratih mulai memperhatikan anak-anak yang ingin membuat vas dan kaleng

Ups! Gambar ini tidak mengikuti Pedoman Konten kami. Untuk melanjutkan publikasi, hapuslah gambar ini atau unggah gambar lain.


    Jasmine dan Lidiya pergi dari Masjid, Ratih mulai memperhatikan anak-anak yang ingin membuat vas dan kaleng. "Jika aku bertanya, dia akan tidak nyaman denganku," batin Azhar.

"Aku bekerja dengan mereka di jam sembilan pagi sampai sore, aku mengajar ngaji juga di sana," ucap Ratih.

"Apa kamu tidak lelah?"

"Namanya juga manusia pasti bisa merasakan lelah, tapi tergantung kepada diri sendiri menyikapi bagaimana, kehidupan semakin sulit dan kita juga harus bergerak di usia muda agar di usia tua tidak perlu bekerja keras bagaikan umur pemuda pada umumnya," jawab Ratih.

   Azhar menganggukkan kepalanya itu. "Ya, semoga sukses ya. Lombanya semangat ukhty." Azhar menatap anak-anak didiknya.

"Anak-anak kita istirahat dulu yuk sebentar lagi memasuki solat ashar beresin ini ya di sapu jangan sampai ada sampah hemm bagi tugas," ucap Azhar.

   Anak-anak mengikuti perintah Azhar ia mulai membereskan dan menyapu. "ukhty, duduklah atau mungkin masuklah ke kamar biar kami yang membereskan," ucap Azhar.

"Tidak, aku akan melihat anak-anak membereskan ini memantaunya," jawab Ratih.

Azhar memasuki di dalam Masjid untuk membereskan karpet dan menyapu, setelah selesai Azhar mulai mengumandangkan adzan.

   Ratih dan anak-anak lain mulai bersiap-siap untuk solat berjamaah.

  Hari demi hari ia lakukan pekerjaan sosial, bekerja di rumah Jasmine dengan rasa ketakutan.

   Kini Ratih duduk di ruang tamu rumah Jasmine sembari mengunggu kedatangan Lidiya, untuk belajar mengaji pada jam dua siang.

   Duduk menatap sekeliling ruangan yang mewah itu membuatnya menjadi memikirkan sesuatu. "Bagaimana ya, rumah orang tuaku? Semoga ada jalan menujukkan sebuah cahaya yang membawaku untuk mewujudkan impian itu," batin Ratih.

"Hadeh panas-panas gini belajar ngaji," keluh Lidiya yang duduk sembari membawa kertas kipas.

"Kipasnya rusak," ucap Ratih.

"Kenapa si, miskin banget. Heran deh sama Papa, masa iya aku harus belajar ngaji dulu agar dapat--"

    Lidiya mulai menutup mulutnya, dengan bola mata yang membulat dengan sempurna. "Dapat apa?" Tanya Ratih.  

  Lidiya melirik Ratih. "Ngga papa, kenapa si kepo banget!" Kesalnya.

"Belajar mengaji, ilmu agama itu memang penting, luruskan niat semata-mata karena Allah bukan karena duniawi atau karena ingin terlihat baik di mata orang lain," jelas Ratih.

Secercah Harapan Dan Cinta Tempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang