61.SHDC«» titik terang?

144 19 1
                                    

 
Assalamualaikum jika ada typo, mau memberikan saran/masukan silahkan ya di terima dengan senang hati.

Ratih tersenyum melihat Fania keluar dengan wajah yang kesal, ia mulai keluar mengikuti Fania

Ups! Gambar ini tidak mengikuti Pedoman Konten kami. Untuk melanjutkan publikasi, hapuslah gambar ini atau unggah gambar lain.

Ratih tersenyum melihat Fania keluar dengan wajah yang kesal, ia mulai keluar mengikuti Fania.

    Ratih menatap Fania berbicara melalui telpon jaraknya begitu jauh dari Masjid. Ratih mendengar semuanya ia mulai meneteskan air matanya itu. "Aku salah apa padamu Fania? Aku sudah mencoba mendekatkan dirimu kepadanya tapi aku tidak berhak memaksa keinginanku itu kepada Gus Ikhsan, aku selalu memujimu di depannya tapi dia seolah-olah menutup telinga dan hatinya itu Fania, hanya ada kesabaran, doa serta perbaiki dirimu jodoh tidak akan ke mana," batin Ratih.

  Ratih pergi menuju kamarnya itu, ia mengurung diri duduk dengan wajah yang penuh penyesalan. "Jangan menangis Ratih, tidak ada yang perlu di sesali, sekarang tugasku hanyalah menyingkirkan Fania agar menjauhi Gus Ikhsan aku tidak rela jika lelaki sebaik dirinya di rusak karena sebuah obsesi Fania,, apa lagi dia mengalami depresi apa dia mengonsumsi obat penenang? Apa dia juga tersesat juga? Dia kehilangan arah--"

Ratih terdiam tidak melanjutkan ucapannya itu, ia menghapus air matanya. "Aku harap usaha Fania sia-sia, aku tidak rela lelaki baik sepertinya harus menanggung keegoisan Fania. Aku harus menyadarkan wanita itu!"

     Tok ... Tok

    Ratih dengan cepat menghapus air matanya menatap dirinya di cermin sebelum membuka pintu itu. Menampakkan seorang lelaki memakai jubah hitam tersenyum kepada Ratih membawa rantang berisi makanan.

"Ratih, ada masalah dengan Fania? Kenapa Fania menangis di halaman Masjid?"

"Kamu membawa makanan untukku?" mengalihkan pembicaraan.

"Tidak, ini dari Fania. Katanya ini untukmu aku bingung kalian punya masalah? Sehingga Fania tidak mau memberikannya langsung?"

  Ratih menghela nafasnya begitu panjang mendengar ucapan Azhar. "Terima kasih Azhar aku mau menemuinya dulu," ucap Ratih mengambil rantang tersebut dan pergi menuju Fania.

    Fania menangis sembari duduk di depan halaman dengan wajah yang memerah. Ratih tersenyum tipis dan mulai duduk di samping Fania. "Kenapa menangis?"

Suara itu mampu membuat Fania menoleh menatap Ratih dengan mata yang mulai sembab. "Fania, jangan menangis, kenapa kamu membuang air matamu itu? Apa sebuah tetesan air mata itu bisa di tukar dengan satu berlian? Tentu tidak hanya mengerutkan air, itu membuang waktumu saja," jelas Ratih.

  Fania terdiam tidak menjawab ucapan Ratih. "Fania, aku tahu kita sudah dewasa dan aku juga tidak melarang seseorang menangis, menangis lah jika membuatmu bisa meluapkan amarah mu itu. Jangan terlalu sering," ucapnya.

"Lalu apa yang kau ucapkan tadi?"

"Aku bilang keluarkan itu semua agar kamu tenang, tapi mengeluarkan air mata tanpa adanya hal lain yaitu sebuah simpati, untuk di kasihani, apa lagi cari perhatian."

Secercah Harapan Dan Cinta Tempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang