42.SHDC »« Abah Jef

163 27 0
                                    

Assalamualaikum jika ada typo, mau memberikan saran/masukan silahkan ya di terima dengan senang hati.

Maaf membuat kalian tidak nyaman karena penulisan berantakan dan alurnya bikin rumit masih di tahap belajar belum sempurna tapi sebisa mungkin nulis dengan baik 🙏

Maaf membuat kalian tidak nyaman karena penulisan berantakan dan alurnya bikin rumit masih di tahap belajar belum sempurna tapi sebisa mungkin nulis dengan baik 🙏

Ups! Gambar ini tidak mengikuti Pedoman Konten kami. Untuk melanjutkan publikasi, hapuslah gambar ini atau unggah gambar lain.

Gus Ikhsan keluar rumah untuk memanggil orang yang memegang editing dan check cctv.

Untuk mengirim vidio lomba kemarin dan acara penting di pondok. Editing akan memperbaiki jika kurang dalam pengedit Gus Ikhsan. Setelah selesai ia kembali ke rumah duduk di meja makan.

Sebelum mengedit ia makan malam bersama Mas Raihan, Kakeknya itu. "Dia menginap di sini? Di belakang rumah?" Tanya Abah Jef.

"Dia tidur dengan Kak Yanah," jawab Raihan.

"Ya, kita beramai-ramai di sini, saling terikat darah keluarga, jaga jarak sedikit dengan Ratih dan berikan dia ruang waktu juga," ucap Abah Jef.

"Bukankah, mengajak dia bersama agar menghilangkan kecemasannya?" Tanya Raihan.

"Nak, masalah memang harus di hadapi," jawabnya.

Mereka menganggukkan kepala dengan perlahan mereka kembali makan, setelah selesai makan mereka memberikan meja lalu di lanjut dengan Yanah dan Nabila untuk makan malam.

Gus Ikhsan menatap tabletnya dan mulai mengedit vidio promosi, sampai ia lelah dan tertidur dalam keadaan memegang tablet di tangannya.

Semua orang melakukan aktifitas seperti biasanya, pada waktu subuh santri dan santriwati setoran hafalan dengan ustadz dan ustadzah. Kini Gus Ikhsan memasuki kelas enam duduk untuk menyimak santri menghafal Al Qur'an.

Ratih duduk di tepi ranjang, menatap jendela suasana santri yang ada di bawah itu sedang mengaji membuat hatinya tenang. Mulutnya senang tiasa diam seribu bahasa.

Entah mengapa ia sedikit sulit berbicara banyak hal sejak kejadian kemarin. Yanah duduk menatap Ratih. Ia memegang tangan Ratih membuat Ratih terkejut.

Ratih hanya menatap Yanah tanpa berbicara. "Ada apa? Kenapa tidak mengaji saja?"

Amarah Ratih masih belum stabil terkadang ia meluapkan dengan ucapan yang sangat berbeda dengan sikapnya dulu.

Ratih mengelengkan kepalanya itu, wajahnya pucat dan sedikit pusing. "Apakah kamu sedang halangan?"

Ratih mengelengkan kepalanya itu. "Sudah solat?"

Ratih menganggukkan kepalanya itu. "Berdzikirlah di bandingkan kamu melamun seperti ini," ucapnya.

Kini Ratih. "Aku sudah melakukannya tadi, aku tidak perlu mengucapkan semua hal yang ku lakukan bukan?" Ketus Ratih.

Secercah Harapan Dan Cinta Tempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang