Seorang gadis berdiri dengan hoodie yang membalut tubuh serta airpod yang bertengger menyumpal telinga. Langkah santai itu berhenti tepat di depan sebuah gerbang kokoh dan sedikit berkarat. Ini adalah hari Minggu. Tentunya tempat yang ia datangi sekarang tampak sepi tanpa ada kegiatan lalu lalang siswa.
Sorot sendu di sepasang mata elangnya tak hanya sesaat. Hela nafas dalam berhembus melalui celah bibir menandakan perasaannya saat ini tidak baik-baik saja. Kepalan tangan yang menggenggam erat di sisi tubuh menyalurkan rasa tak nyaman yang menjalar hingga ke dada.
Kosong dan hampa. Tak dapat dipungkiri bahwa perasaannya masih terkoyak ketika semakin lama kenangan-kenangan yang masih tertinggal di dasar hati kembali muncul di permukaan. Ini masih menyakitkan. Kemarahan, kebencian beserta kesedihan telah melebur jadi satu menyisakan abu yang enggan lenyap dimakan waktu.
Tumitnya berputar, langkah pastinya meninggalkan jejak sol sepatu yang berdebu. Hari ini adalah hari kedua ia berkunjung di tempat penuh kedamaian. Juga tempat dimana banyak orang menghabiskan air matanya diselimuti rasa rindu atau bahkan penyesalan.
Dia berangkat pagi-pagi hanya demi meletakkan sebuket bunga di atas gundukan tanah berumput yang telah rapi terawat.
Rerumputan hijau di area sana tampak subur. Ia bersyukur keluarganya masih mau membayar pekerja. Lalu beranjak dan kakinya segera menuntunnya ke tempat lain. Yeri akan terlihat berkeliling kemanapun tanpa tujuan pasti hingga siang hari. Setelah itu ia akan pulang untuk tidur dan pergi lagi pukul 6 sore.
- Y E R I -
Aku selalu berakting bisa melupakan semuanya. Rasa sakit yang pernah kamu bagi membuat hatiku juga sakit. Aku sempat ketawa lihat kamu yang sok kuat itu. Aku berlari, dan terus berlari.
Aku gak berhenti berharap semua hanya mimpi. Kamu masih kok. Iya masih. Siapa bilang kamu udah gak ada. Kita harus ketemu besok.
Untaian kata-kata kosong itu aku lantunkan setiap saat. Tapi tiba-tiba mataku panas. Air mataku jatuh. Suaraku parau sambil memanggil namamu. Aku menagih janji yang kamu ucap.
Sekarang aku disini lagi. Di tempat yang sama dimana kamu ditemukan. Orang bilang kamu hanyut disini. Kenapa kamu pergi sendiri, Saeron?
Kamu masih bisa menulis surat, tapi kamu bahkan gak sempat nelfon aku. Aku pikir kamu baik. Tapi setelah mendengar kabar itu, aku bingung bagaimana aku berekspresi. Jadi kamu atau aku sebenernya yang jahat? Ibumu menelfon aku dan bilang kamu dirawat.
"Yer. Mati itu gimana sih rasanya?"
"Ngomong apa sih Saeron? Jangan mengada-ada please."
"Enggak apa-apa. Aku cuma penasaran. Katanya damai. Makanya mereka suka bilang Rest in Peace."
Aku lupa bilang kalau aku gak suka bercandaan kayak gitu.
Kamu damai tapi membiarkan orang sepertiku kerap gelisah. Aku harus menelannya setiap tanganku gemetar.
--
Yeri menengadahkan satu tangannya dan memperlihatkan dua butir pil dari genggaman. Menatapnya nanar, seolah perasaan benci dan kasihan pada dirinya sendiri melebur jadi satu.
Sudut bibirnya meringis pilu. Menggenggamnya erat lalu melempar butir-butir itu ke sungai di hadapannya. Yeri mengeluarkan sekaleng bir dari dalam tas dan diteguknya tanpa jeda. Melemparkannya ke sembarang arah sebelum merogoh kaleng bir lain dari dalam tas.
Lemparan kaleng kedua berhenti tepat sejengkal dari kaki seseorang. Dia terlihat berjongkok memungutnya.
Yeri kembali menyesap cairan memabukkan itu, tak peduli entah siapa yang mungkin memperhatikan dia. Saat hendak meneguk sisanya, ia berhenti. Menoleh pada pemilik tangan yang berhasil menahan atensinya. Dia tak lain adalah Yuna yang sedang meremas kaleng bir yang ia pungut.
![](https://img.wattpad.com/cover/175143140-288-k600492.jpg)
KAMU SEDANG MEMBACA
SHORT STORIES || YoonHun
Short StoryBukan oneshoot, satu judul bisa terdiri dari beberapa chapter, genre suka-suka » Baku » Semi baku Baca aja, barangkali suka :))