Ten terkikik meski awalnya mati-matian menahan tawanya. Dia tidak habis pikir dengan teman sekelasnya yang satu itu. Sementara Luhan melirik sengit.
“Kenapa lo? Sinting!” katanya sewot.
“Lo ngapain sih Han pake sandal macem begituan ke sekolah?”
“Yang pake gue kenapa lo yang repot?” Jempol kaki Luhan terlihat dibalut kasa karena luka. Jadi hari ini dia memakai sandal.
“Warna lain kan ada, ngapa coba pilih warna pink?”
“Ribet amat sih lo ngurusin hidup orang! Urusin noh tagihan cicilan PS.”
Ten mendelik. “Enak aja udah lunas oy! Gue gak misqueen kayak Yuta eh misking maksud gue.” Luhan mendadak menyunggingkan senyum penuh arti.
“Yuta? Emang dia kenapa?”
“Utang dia banyak ke ibu kantin. Dia sempet juga minta ke gue tapi gak gue pinjemin, takut gak balik ngerti sendiri gue lagi ngirit buat beli PS. Jatah dari mami gak cukup karna gue juga harus beli bensin, bayar kas sama si maniak, makan di kantin, beli kuota.”
“Jadi waktu Yuta pinjem gak lo kasih? Wah temen macem apa lo Ten?”
“Lah gue kan cuma temen bukan koperasi simpan pinjam.”
“Gue gak nyangka ya Ten lo tega ngomong gitu di belakang gue!” Teriakan Yuta yang mendadak muncul membuat jantung Ten nyaris copot. Tenggorokannya tercekat.
Luhan tertawa puas. Dia sudah tahu Yuta berdiri di belakang Ten, jadi dia sengaja memancingnya. Salah siapa cari masalah duluan dengan Luhan. Dia itu kan cowok, walaupun sampai sekarang dia belum pernah naksir cewek, tapi dia bisa membuktikan kalau dia tulen, dia hanya belum menemukan tambatan hati yang pas saja. Asekk.
“Hai Ta hehe. Sejak kapan lo berdiri di sin-”
“Diem lo!” Ten langsung membekap mulutnya. Lalu Yuta berjalan meninggalkannya. Ten panik dan segera menyusul Yuta.
"Ta, gue gak bermaksud. Ta, tungguin gue!"
---
Suasana kelas seperti biasa, setelah memberi tugas, guru keluar dari kelas untuk beberapa urusan mendesak. Mereka mengerjakan sambil mengoceh. Ada juga yang malah bergosip ria, main PUBG, menjahili teman. Tapi itu tidak berlaku bagi dua manusia yang biasanya tak bisa diam.
Ten sejak tadi berusaha mengajak Yuta bicara, tapi tampaknya memang Yuta tidak ingin bicara dengannya. Yuta bangkit dan memaksa Luhan pindah ke bangkunya.
“Gue males sebangku sama orang munafik,” katanya. Sindiran halusnya terdengar tajam. Ten memasang tampang melas.
Yuna memandang mereka sambil menopang dagu. “Mereka kenapa sih? Kok kayak orang pacaran yang lagi marahan gitu ya.”
“Hush! Mereka normal kali. Gak cuma cewek yang boleh interaksi sedeket itu, cowok juga boleh, bukan berarti homo karna mereka masih sama-sama tertarik sama cewek yang pake rok mini.”
Yuna melotot tajam. “Sean mesum ih! Kenapa tiba-tiba bahas rok mini?”
“Itu cuma perumpamaan, Na.”
“Halah pasti lo juga seneng lihat cewek yang kayak gitu, otak cowok kan sama aja.”
“Jangan sok tau!” Sean mencubit gemas hidung Yuna. “Gue gak kayak gitu ya.”
“Oh ya? Kalo gitu gue mau buat penelitian ah. Kan harus ada bukti.”
“Maksud lo apaan?”
Yuna tersenyum lebar menatap Sean. “Gue mau pake rok mini di depan lo,” bisiknya kemudian. Sean terkejut bukan main.

KAMU SEDANG MEMBACA
SHORT STORIES || YoonHun
Short StoryBukan oneshoot, satu judul bisa terdiri dari beberapa chapter, genre suka-suka » Baku » Semi baku Baca aja, barangkali suka :))