GLIMPSE OF HER [19]

288 37 13
                                    

Gejolak yang hadir mengusik perutnya beberapa menit yang lalu kini mereda. Cairan keruh alami yang dihasilkan dari tubuhnya keluar melalui kerongkongan. Dia terbatuk kecil selagi menyeka bibirnya yang basah.

Dia memutar ingatan tentang apa yang dikonsumsinya siang tadi.

"Jamur?"

Namun, dia tak pernah mengalami alergi terhadap makanan itu sebelumnya. Tak sampai melanjutkan tebakannya di dalam isi kepala yang berkecamuk, sebuah panggilan mengganggunya. Dia berjalan mengelilingi tempat tidur dan tiba di nakas dimana ponsel itu bergetar dalam deringan nyaring.

"N-Na?"

"Kenapa, Ren?"

Yuna menunggu suara dari sambungan yang dipastikan masih terhubung itu muncul kembali. Dahinya berkerut ketika perempuan itu tak mengatakan kelanjutannya.

"Ren?"

"Gue pengen bicarain rencana seminar bulan depan sih sebenernya, tapi kayaknya udah kemaleman deh. Yaudah besok aja gue lanjut ngobrolnya. Sorry ya udah gangguin waktu berdua kalian."

Yuna terkekeh. "Orang laki gue belum pulang."

"Oh ya? Kemana tuh orang? Lembur kah?" Irene menahan untuk tak tergagap.

"Lembur kali. Tapi biasanya sih ngabarin. Mungkin ada meeting malem di kantor."

"O-oh gitu. Biasa orang sibuk ya. Oke deh, Na. Sampai jumpa besok. Gue pengen diskusiin DM masuk dua hari terakhir ini ke akun kita. Good nite, bestie!"

"Geli, Ren."

Irene terbahak dari seberang sana. Dia cukup bagus menutupi kegugupan yang menyerangnya. Genggamannya gemetar memikirkan apa yang akan dilakukan Sehun. Berusaha mengenyahkan prasangka buruk yang mungkin dilakukan oleh seseorang yang dilanda emosi yang memuncak.

Tidak. Dia yakin Sehun takkan sampai berbuat kasar pada Jeffan, apalagi Yuna, dia hanya khawatir terjadi hal buruk pada sahabatnya. Yuna tak tahu menahu soal perasaan menyimpang Jeffan, maka dia tidak seharusnya mendapatkan imbas dari itu semua.

Beberapa menit setelahnya, Yuna mendengar derum mesin mobil yang tak lain milik suaminya. Dia mengulas senyum tak sabar ingin bertemu pria itu. Dalam beberapa minggu terakhir dia sering mengalami perasaan tak menentu akan ketimpangan emosi. Terkadang dia bisa sangat antusias sambil berjingkrak kecil dengan riang seperti anak muridnya. Terkadang dia juga bisa benar-benar kehilangan mood bertemu pria itu, seperti perasaan kesal yang tak menentu hanya karena hal sepele.

Seringai lebar dia perlihatkan begitu pintu terbuka menampilkan sosok tinggi semampai berbadan tegap disana. Dia tak nampak membalas senyum ceria wanitanya. Berjalan santai tak mengatakan apapun meski Yuna sudah mulai berceloteh tentang keseharian di sekolah.

***

Beberapa jam yang lalu...

Sehun mengamati sebuah toko besar di pusat kota Jakarta. Dia menelfon orang itu dan menanyakan beberapa barang yang dia cari untuk kepentingan projeknya. Dari balik kaca mobil yang gelap, Sehun masih bisa melihat cahaya oranye dari langit yang semula kebiruan.

Melalui tatapan datar cenderung tajam itu telah menyiratkan sebuah kesan kuat dari sisi emosionalnya. Ketukan pada permukaan kemudi seolah menghitung setiap detik yang bertambah.

Sehun mengamati sebuah mobil yang baru saja tiba menghadirkan sesosok pria berkaos putih yang dibalut oleh jaket denim. Memancarkan pesona pria muda yang bebas dari gaya pakaiannya.

Dia mengambil langkah tenang selagi menyimpan satu tangan di saku celana. Menyusuri lantai pertokoan yang megah dan dijaga oleh seorang petugas keamanan yang ramah. Sehun mengatakan sudah ada janji dengan si manajer yang baru saja melewati pintu masuk.

SHORT STORIES || YoonHunTempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang