Sehari setelah Sehun mendapat lampu hijau, ia segera menghubungi wedding organizer dan seminggu kemudian mereka sah menjadi suami istri.
Hari kedua pasca pernikahan Sehun menggiring Yoona dan Mark pindah ke apartemen mewahnya. Yoona sebagai istri menurut saja. Lagipula sudah ada penyewa baru yang siap menempati rumah itu. Nyonya Hwang, pemilik hunian disana memberikan pelukan perpisahan sebelum Yoona meninggalkan tempat itu.
Soal Mark, tidak ada perubahan sikap Yoona padanya. Karena kesibukan Sehun, pria itu tidak memperhatikan perlakuan Yoona pada putranya.
“Ayah lelah? Mark buatkan teh hangat ya?”
“Tidak perlu sayang. Sini.” Sehun membawa bocah itu pada pangkuannya. “Bunda mana?” Sehun mengecup pipi berisi milik Mark.
“Bunda kelelahan yah, dia tidur sejak tadi.”
Sehun mengangguk. “Bagaimana sekolahnya Mark? Apa dapat 100 lagi?” Mark menunduk.
“Maaf yah, Mark gagal mendapat 100. Mark cuma dapat 80. Bunda marah karena Mark kalah dari Jaemin yang mendapat 100 lagi.”
“Sayang, dengarkan ayah. Nilai 80 itu tidak buruk. Itu artinya Mark harus lebih giat belajar lagi dan tidak boleh lengah. Mark tidak boleh menganggap Jaemin sebagai saingan. Kalian sahabat dan harus saling mendukung satu sama lain, tidak boleh saling membenci hanya karena kalah bersaing.”
“Tapi bunda marah yah.”
“Bunda tidak marah sayang. Wajar kalau kecewa, tapi kesayangannya ayah tidak boleh patah semangat, oke?” Bocah itu mengangguk dalam pelukan ayahnya.
“Ayah bau,” katanya sambil mengerutkan hidung.
Sehun memberi jarak tubuh mereka. “Apa? Mark bilang apa tadi hm? Ayo coba ulangi, ayah mau dengar lagi.”
“Eum apa ya? Mark lupa.”
Sehun menggelitiki tubuh putranya. Mereka tertawa dengan Mark yang kegelian.
“Ayah, hentikan.”
Manis sekali bukan interaksi ayah dan anak itu? Sehun dengan pribadi hangatnya membuat Mark nyaman berlama-lama menghabiskan waktu dengan sang ayah. Sebelumnya Mark tak pernah selepas itu tertawa.
---
Pada waktu sarapan bersama, Yoona mengambilkan nasi pada piring suaminya dengan telaten.
“Kau tidak mengambilkan untuk Mark?”
“Mark sudah besar, yah. Dia bisa melakukannya sendiri.”
Kedua alis Sehun menyatu. “Lalu bagaimana denganku? Aku laki-laki dewasa yang sudah beristri,” ujar Sehun datar.
“Itu sudah jadi kewajibanku.”
“Kau memenuhi kewajibanmu sebagai istri tapi kenapa kau melupakan kalau kau juga seorang ibu? Seberapa dewasa Mark sehingga kau membiarkan dia melakukan segalanya sendiri?” Sehun masih menjaga intonasi bicaranya.
Yoona mengeraskan rahangnya dan meletakkan alat makan dengan kasar. Mark yang hanya duduk diam merasa ketakutan. Hal itu tidak luput dari pandangan Sehun.
“Mark, kita berangkat sekarang,” tegasnya.
Sehun beranjak dan menurunkan Mark dari kursi lalu menggenggam tangan putranya, berjalan keluar. Meninggalkan Yoona dengan segala rasa yang berkecamuk.
Mark selalu membela Yoona dengan mengatakan bahwa yang ibunya lakukan itu agar ia tumbuh mandiri. Oke itu bisa diterima. Namun siapapun akan tetap sependapat dengannya kalau tahu bagaimana cara Yoona memperlakukan bocah itu. Kadang membentak, berucap dengan nada datar dengan tatapan sinis dan menusuk. Apa pantas seorang ibu bersikap demikian?
KAMU SEDANG MEMBACA
SHORT STORIES || YoonHun
Короткий рассказBukan oneshoot, satu judul bisa terdiri dari beberapa chapter, genre suka-suka » Baku » Semi baku Baca aja, barangkali suka :))