Obrolan di dalam mobil hanya diisi dengan menyinggung perihal Yeri. Usai membicarakannya, kondisi di antara mereka kembali hening. Beruntung Sehun memutar musik dengan volume yang dapat dikatakan kurang dari sedang. Mengisi celah kosong seolah kehilangan suku kata dalam merangkai kalimat untuk membangun sebuah topik.
"Kita belanja bentar ke supermarket depan sana."
"Oke."
Sangat singkat menuju inti pembahasan, tanpa menghadirkan sejengkal basa-basi.
Mobil turun ke area basement menempati space kosong lalu berhenti. Keduanya keluar secara bersamaan dan memasuki lift yang sama pula.
Mereka mulai berkeliling di area mall. Yuna berbelanja kebutuhan sehari-hari termasuk apa yang akan ia masak sore nanti. Ia teringat tak punya stok sayuran untuk dimasak.
Tak disangka sama sekali, secara kebetulan Yuna bertemu Arni dan tak lupa juga ada Jeffan yang setia mendorong troli mengikuti langkah kakaknya.
"Wah ada pengantin baru nih, gak nyangka bisa ketemu disini."
Yuna mengangkat sudut bibirnya hingga menunjukkan deretan giginya. Wajah berseri-seri menyambut kakak beradik yang cukup lama tak berinteraksi dengannya.
"Halo bu Arni. Hai Jef. Iya nih kebetulan abis dari rumah mertua, sekalian mampir belanja harian."
"Kak Yuna kesini sendirian?" Jeffan dengan semangat mendekati Yuna.
"Enggak kok. Dia lagi angkat telfon sebentar kesana."
Senyum sumringah itu memudar, menebak siapa yang bersama Yuna sekarang. Pasti tak lain adalah pasangannya yang beberapa hari lalu telah dinikahi. Namun, sedetik kemudian senyumnya kembali mengembang karena fakta bahwa ia dapat bertemu Yuna lagi. Jeffan tak yakin tetapi sudah lama ia merasakan sesuatu janggal pada Yuna akhir-akhir ini bahkan pada hari dia menikah.
Jeffan mengulang ingatan pada momen dimana senyum Yuna mengendur bahkan setelah ia menyambut para koleganya. Senyuman hampa dibalut kesedihan walau tampak sekilas. Rematan sedikit kuat di sisi gaun indah bagian rok yang dikenakan lebih seperti media menyalurkan emosi yang tertahan. Jeffan tak berani bertanya saat itu, karena takut sekedar prasangkanya saja.
Jika pun benar ada sesuatu buruk yang tak mengenakan, Jeffan tak mungkin bertanya sekarang, yang ada hanya kembali membebani Yuna terhadap kenangan yang mungkin coba Yuna simpan secara pribadi.
"Kakak makan dengan baik kan?"
Arni menoleh ketika Jeffan tiba-tiba membuka mulut. Menyela perbincangan Arni dan Yuna.
"Hm." Anggukan serta senyum simpul lagi-lagi membuat dada Jeffan berdebar.
"Eh udah makan siang apa belum? Kalau lagi gak buru-buru bisa dong makan bareng, yuk, Na. Kebetulan aku sama Jeffan emang rencana mau mampir makan setelah belanja."
Arni tampak begitu antusias. Apalagi melihat rekan kerjanya yang sudah beberapa hari tidak ia lihat batang hidungnya karena cuti.
"Boleh. Nanti aku chat suami biar dia nyusul."
"Let's go!"
Hembusan singkat sambil mempertahankan senyum yang Jeffan lakukan sebagai wujud rasa senangnya hari ini. Sebetulnya ia sangat pandai menutupi segalanya dengan tindakan naluriah yang terlihat alami.
***
Arni tak ingin melepaskan tautan dengan lengan Yuna. Mereka asik dengan dunia sendiri setiap membahas perkara TK. Arni mengaku amat kewalahan menghadapi mereka. Ketidakhadiran Yuna sangat terasa berbeda. Arni yang kelewat tegas sering diprotes oleh anak-anak.
KAMU SEDANG MEMBACA
SHORT STORIES || YoonHun
Короткий рассказBukan oneshoot, satu judul bisa terdiri dari beberapa chapter, genre suka-suka » Baku » Semi baku Baca aja, barangkali suka :))