"Jadi kapan nih kalian akan pergi bulan madu?"
Selama hampir 15 menit mereka terlibat perbincangan santai di ruang keluarga. Dan ketika sang ayah melontarkan pertanyaan demikian, Sehun terkekeh singkat.
"Nanti ya, yah. Aku sama Yuna menyesuaikan jadwal dulu. Kami masih sibuk sama urusan masing-masing. Aku ada meeting sama klien penting lusa dan beberapa minggu ke depan. Sementara Yuna juga terlibat dalam proyek pembangunan yayasan sama mungkin ada seminar lagi. Yang jelas sebulan ini kita belum bisa ke luar kota. Sebisa mungkin kami diskusikan lagi nanti."
"Kalau nurutin kesibukan, gak akan ada habisnya, Hun. Kalian perlu privacy time untuk refreshing dan healing dari segala penatnya kehidupan. Tapi ayah kembalikan lagi ke kalian. Yang pergi kan kalian bukan ayah." Kekehan khas orang tua keluar dari pria parubaya itu.
"Iya ayah. Mungkin bulan depan."
"Pesen momongan satu ya."
Gelak tawa mereka pun pecah. "Si ayah. Mintanya udah kayak pesen soto di warung aja," sahut Jesslyn.
Pembicaraan ringan seolah tak ingin dilibatkan, menciptakan senyum masam di bibir Yuna. Seperti ingin berteriak tentang ketidaksiapannya tertusuk duri tajam lagi di hari esok.
"Ya gimana lagi, bun. Ayah udah gak sabar pengen nimang cucu dari anak sulung kita." Pria parubaya itu baru menyadari sesuatu. "Ngomong-ngomong Yeri kok gak turun?"
"Tadi bunda udah suruh dia turun jam 7. Sebentar ya bunda panggilkan-"
"Bunda! Biar Yuna aja yang kesana."
Sehun menahan pergelangan tangan istrinya ketika gadis itu hendak bangkit.
"Enggak. Biar aku aja. Aku gak tega kamu diketusin sama anak itu."
Senyum tipis muncul di sudut bibir Yuna. Menepuk celana katunnya di pangkuan sambil bergumam.
"Aku udah biasa ngadepin berbagai macam sifat orang. Dari yang dewasa sampai anak-anak. Termasuk kamu."
"Kok jadi aku?" Tanpa menggubris protes dari Sehun, Yuna tetap beranjak menuju kamar Yeri di lantai 2. Menyisakan rasa dongkol karena Yuna menyindirnya lagi.
"Biarin ajalah, Hun. Mereka kan baru ketemu, wajar kalau istrimu pengen lebih dekat sama adik iparnya."
Jonathan terkikik melihat perubahan wajah Sehun. Ia mengerti laki-laki seringkali terlihat nakal bahkan tak berguna ketika melakukan kesalahan di hadapan wanitanya. Bila kesalahan itu telah usai belum berarti benar-benar selesai. Karena pasti akan diingatkan di kemudian hari. Begitulah cara kerja hubungan.
Sesampainya di depan kamar Yeri, Yuna mendaratkan buku-buku jarinya beradu dengan papan persegi panjang. Ketukan dalam tempo pelan itu disertai suara pelan menyebut nama Yeri.
"Ah..shut up! Berisik!"
Yeri menutup telinga dengan bantalnya yang lain. Mendengar teriakan itu, Yuna pun berhenti sejenak. Namun sesaat kemudian, ia justru kembali mengetuk, kali ini dengan mempercepat tempo ketukannya pada pintu. Tak peduli dengan makian yang akan dilontarkan gadis nakal itu.
Mustahil Yeri tidak semakin terganggu. Suara erangan kesal yang disertai sumpah serapah hingga memaksanya beranjak untuk membuka pintu.
"Ow shit! You're so fucking annoying. What do you want, huh?"
Tatapan serta nada yang tajam menusuk tak berhasil membuat Yuna gentar. Dua lengannya ia pasang bersilang di depan dada yang membusung tegak.
"Bunda kamu udah bilang kan kita ada makan malam jam 7. Sekarang ayo turun. Udah pada nunggu di bawah," Yuna berucap sambil mengendikkan dagunya.
![](https://img.wattpad.com/cover/175143140-288-k600492.jpg)
KAMU SEDANG MEMBACA
SHORT STORIES || YoonHun
Historia CortaBukan oneshoot, satu judul bisa terdiri dari beberapa chapter, genre suka-suka » Baku » Semi baku Baca aja, barangkali suka :))